BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM — Cinta, acapkali menjadi hal terbesar yang mengubah kehidupan seseorang, seperti kata Shakespeare bahwa dengan cinta manusia bisa menjadi hewan, pun hewan bisa menjadi manusia. Namun apa jadinya jika cinta mengalami banyak konflik dan kontradiksi karena realita yang selalu tak sejalan dengan ingin dan harap?
Novel Terbakar Delusi, hadir menyuguhkan sebuah sisi lain tentang fenomena cinta, hasrat dan gairah yang membara untuk memiliki seseorang. Sayangnya segala imajinasi kebahagiaan dari aktualisasi rasa cinta itu dalam perjalanannya perlu terseok-seok bahkan nyaris kandas.
Penulis dari novel Terbakar Delusi, Tiwi Kasavela yang akrab disapa “Tiwi” mengungkapkan bahwa tidak ada yang menarik jika cerita cinta hanya berjalan dengan lancar dan bahagia. Bahkan banyak karya-karya besar seperti Romeo and Julliete, Rama dan Shinta, Gadjah Mada dan Dyah Pitaloka atau film Titanic yang menceritakan tragedi cinta Jack dan Rose pun perlu menguras banyak emosi dan air mata.
“Buku ini adalah kisah cinta yang tidak biasa dari Phia, seorang gadis cantik, yang berprofesi sebagai artist dan model internasional yang jatuh cinta kepada Vann, seorang pria dewasa yang telah memutuskan jalan hidupnya sebagai biksu,” jelas Tiwi.
Tiwi melanjutkan bahwa, bab pertama novel ini diawali dengan Phia yang sedang depresi ketika menunggui ibunya yang sedang sakit kanker di rumah sakit. Kala itu, tatapannya bertemu dengan mata seorang pria yang mengyiratkan rasa hangat dan keteduhan.
“Tanpa tahu siapa laki-laki itu, Phia jatuh cinta pada pandangan pertama, meski terhalang jarak, ruang dan waktu tapi takdir selalu mempertemukan mereka. Sekalipun Phia tau bahwa seorang biksu harus selibat atau tidak boleh menikah, tapi cinta tidak pernah mengenal aturan, batasan atau tatakrama. Karena derita melupakan lebih besar dari pada derita mencintai, Phia ingin meneruskannya,” paparnya.
Bukan hanya tentang cinta, novel ini juga mengulas tentang beberapa hal seputar Buddhisme, aturan biksu. pandangan Buddha tentang hidup, penderitaan, kemelekatan, meditasi, hukum karma, reinkarenasi yang diambil dari perspektif pribadi penulis saat mempelajari ajaran Buddha.
“Ada pula ruang refleksi dan kontemplasi seperti mengapa cinta tak selalu berselaras dengan kebahagiaan? mengapa penderitaan ini perlu tercipta? bagaimana cara yang elegan dalam menyikapi hidup? dan apa yang terjadi jika hasrat terlalu membabi buta hingga mengalahkan logika?” tambahnya.
Gadis kelahiran Bandung, 5 Oktober 1994 novel ini pun bercerita bahwa novel ini merupakan salah satu buah dari pergumulan hidup, pencarian jati diri dan perkenalannya dengan seorang biksu berjubah merah tua, saat mengikuti retreat meditasi pada bulan Maret 2017.
“Adapun judul dari novel Terbakar Delusi, sebab kegilaan dan hasrat ingin memiliki dari sang tokoh utama, Phia sangat parah hingga memenjarakan jiwa dan hidupnya,” ulasnya.
Tiwi berharap bahwa novel yang ditulisnya selain bisa menghibur, juga memiliki nilai informatif dan memberikan inspirasi kepada pembacanya mengenai perspektif lain akan hidup. (*/tan)