BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM – Meski menjadi Indonesia salah satu negara paling toleran di dunia, nyatanya ada beberapa pihak yang mulai kembali menyudukan Islam sebagai agama intoleran di Indonesia.
Hal tersebut diungapkankan dalam FGD (Focus Group Discussion) Dekonstruksi Radikalisme Islam dan Reformulasi Penegakan Syari’at Islam dalam Konteks NKRI yang diselenggaran Najmutssaqib Bandung di Hegarmanah Room, Hotel Ardan Lantai 5, Jl. Sederhana, Sabtu (24/8/2019).
Diskusi tersebut dihadiri, Yayat Ruhiyat (Dewan Pembina Majelis Mujahidin Jawa Barat/Pimpinan Ponpes Al Muqorrobun), Mashun Sofyan (Ketua BE BKLDK Nasional/Yayasan Visi Generasi) , .M. Afif S (Ex DPD II HTI Jabar), Dadang Majid (FPI Kab. Bandung), Wawan (Jaringan Peduli Umat Jabar), Asep Muhargono (NII Crisis Center), Ahmad Ziarul Haq (KBNU Kota Bandung/Demisioner PMII Korwil Jabar), Junjun K (Madussalam/Jawara Sunda – JS 212) dengan moderator Bagus Setiawan.
“Orang Islam seperti kehilangan arah dan tidak mempunyai pegangan yang kuat dan cenderung terombang ambing tidak jelas, namun secara pribadi tidak merasa khawatir selama masih berpegangan kepada sunnatullah,” ujar Yayat Ruhiyat menanggapi Islam saat ini .
Ia menyebutan jika yang perlu dilakukan saat ini yakni mengupgrade kembali pemikiran-pemikiran tentang Islam untuk mengembalikan kepada sunnatullah berdasarkan Al-Qur’an dan hadis.
“Reformulasi syariat islam, mengupgrade kembali syariat islam dengan formulasi yang lebih baik dari yang sudah ada. Islam jangan dituduh tidak tunduk kepada negara, karena pada hakikatnya dalam sejarah santri dan tokoh-tokoh islam menjadi pelopor lahirnya negara Indonesia. Stop juga kriminalisasi habib, karena para habib berperan dalam memfasilitasi berdirinya tegaknya NKRI,” tegasnya.
Hal senada dikatakan Dadang jika saat ini pemikiran Islam radikal harus di upgrade kembali, “Perlu meluruskan kembali tentang pandangan kepada Islam yang selalu di cap radikal, karena sejarah membuktikan bahwa tokoh-tokoh agama Islam lah yang berjuang dalam menegakkan kemerdekaan RI,” tegasnya.
Sementara itu Wawan dari Jaringan Peduli Umat Jabar menyebutkan jika adanya ketidakadilan yang dilakukan oleh pemerintah yang akhirnya menjadikan Islam kalah oleh kaum minoritas.
“Sementara peran media yang sebagian besar dikuasai oleh nonmuslim selalu menggiring opini untuk menyudutkan Islam. Kita harus sepakat tegaknya persatuan NKRI dan sudah final, namun ada sebagian kelompok salahsatunya ormas Bansher yang selalu merasa paling NKRI. Dakwah jalanan yang dilakukan oleh temen-temen dalam menegakkan syariat islam salah satunya mulai dari ranah disekeliling kita yang tadi radikal menjadi lebih baik dan hijrah,” paparnya.
Ust. Jujun mengatakan jika sebetulnya umat Islam itu sederhana, yaitu melakukan pengajian sedakoh melaksanakan ibadah, namun kadangkala umat islam ini selalu di politisasi oleh kepentingan tertentu.
Dari hasil FGD tersebut disepakati bersama bahwa penegakan syari’at Islam dalam konteks NKRI yang berorientasi kepada individu melalui pelaksanaan syari’at, hakikat dan ma’rifat sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan; Secara bersama-sama untuk melaksanakan dakwah tanpa unsur radikalisasi dan berkomitmen mengembalikan citra Islam sebagai agama yang benar dan menjadi rahmat bagi seluruh alam. Komitmen bersma untuk mewujudkan gerakan dakwah tanpa radikalisasi Islam dan melaksanakan dakwah penegakan Islam secara damai, tegas, dan santun. Menjaga kondusifitas dan toleransi antar sesama umat beragama dalam kerangka sebagai anak bangsa untuk bersama-sama menegakan persatuan dan kesatuan NKRI. Memperbaharui pemikuran tentang Islam radikal dan hentikan upaya menyudutkan Islam sebagai agama yang intoleran.
“Meluruskan sejarah perjuangan para pejuang Islam dalam menegakkan beridirinya negara Indonesia. Dan Perlu dipahami kembali tentang Terminologi radikalisme yang benar,” tutur Bagus sebagai moderator. (*/tie)