BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM — Museum KAA kembali menggelar acara Jelajah Malam, beberapa waktu lalu dalam rangka Peringatan 74 Tahun Proklamasi Kemerdekaan RI dengan mengangkat topik H. Agus Salim dan Diplomasi Perjuangan.
PLH kepala museum KAA, Teguh Adhi Primasanto mengungkapkan bahwa Diplomasi dan politik luar negeri Indonesia dirumuskan dan dijalankan untuk mampu mempertemukan kepentingan nasional dengan lingkungan internasional yang selalu berubah. Pasca proklamasi kemerdekaan. titik temu antara dua hal itu adalah pada diplomasi perjuangan.
Pasalnya, meski Indonesia telah memproklamasikan kemerdekaan. perjuangan Indonesia ternyata belum usai, Sebab masih ada lagi yang tidak kalah penting yang masih harus diperjuangkan. yaitu pengakuan internasional atas kemerdekaan Indonesia. Periode ini dalam sejarah revolusi fisik lndonesia ditandai dengan perlawanan sengit bersenjata serta perjuangan diplomatik.
“Dalam perjuangan diplomatik ada dua jalan yang ditempuh pemerintah Indonesia untuk mendapat pengakuan internasional. yakni melakukan kontak-kontak bilateral secara intens dengan negaranegara lain di dunia dan berusaha mempertahankan kemerdekaan melalui perundinganperundingan Indonesia-Belanda. Sebab itu, fase ini disebut sebagai Diplomasi Memperoleh Pengakuan lntemasional,” tandasnya.
Fase ini melahirkan begitu banyak tokoh perjuangan. Di antaranya adalah H. Agus Salim. Sosok ini pernah menjabat sebagai Menteri Muda Luar Negeri di Kabinet Sjahrir II tahun 1946 dan Kabinet Sjahrir III tahun 1947. Lalu, masih di tahun yang sama di Kabinet Amir Sjarifuddin ia kembali dipercaya sebagai Menteri Luar Negeri. Antara tahun 1948-1949 di Kabinet Hatta sekali lagi ia mengawal diplomasi perjuangan Indonesia sebagai Menteri Luar Negeri.
“Sosok ini lekat dengan Kementerian Luar Negeri RI bukan saja lantaran kiprahnya sebagai Menteri Luar Negeri di masa diplomasi perjuangan tapi juga perannya pada masa perintisan kemerdekaan Republik Indonesia,” paparnya.
Teguh menambahkan bahwa H. Agus Salim di masa kolonial Belanda adalah anggota Dewan Perwakilan Rakyat Hindia Belanda antara tahun 1921 hingga 1924 di Gedung Volksraad. Kemudian, di masa kolonial Jepang tergabung sebagai anggota Panitia 9 BPUPKI yang mempersiapkan UUD 1945 di Gedung Chuo angi In.
Baik Gedung Volksraad maupun Gedung Chuo Sangi ln kini dikenal sebagai Gedung Pancasila yang bertempat di lingkungan Kementerian Luar Negeri dan berfungsi sebagai kantor Menteri Luar negeri RI.
Sebab itu, melalui acara jelajah malam ini Museum KAA bermaksud memperkenalkan sejarah perjuangan diplomasi Indonesia kepada publik. khususnya generasi muda di Kota Bandung melalui pameran temporer dalam acara Jelajah Malam Museum KAA.
Melalui pameran ini juga salah satu sosok dalam diplomasi perjuangan lndonesia, yakni Menteri Luar Negeri H. Agus Salim kiprahnya diperkenalkan agar menjadi suri teladan lantaran Sikapnya yang terkenal bersahaja sebagai pejuang.
Dalam acara ini, publik dapat mengunjungi Ruang Pameran Tetap, Ruang Utama Gedung Merdeka, Ruang Pameran Temporer ‘H. Agus Salim dan diplomasi Perjuangan’, Ruang Baca Perpustakaan, dan Selasar Timur. Bahkan, balkon di Ruang Utama Gedung Merdeka yang sehari-hari tertutup untuk pengunjung malam itu dibuka untuk pengunjung.
Di titik ini pengunjung merasakan megahnya arsitektur art deco Gedung Merdeka. Puncaknya, di ruang ini tempat Presiden Sukarno membuka resmi KAA 64 tahun silam edukator membimbing pengunjung membaca bersama-sama teks proklamasi sebagai wujud syukur atas kemerdekaan yang diraih.
“Hingga menjelang acara dibuka, tercatat tak kurang dari 400 orang telah terdaftar untuk mengikuti acara. Pengunjung yang datang sebelumnya telah melakukan reservasi daring. Diacara ini mereka mengenakan kostum perjuangan dan membawa senter. Pasalnya, sejumlah ruang yang dikunjungi sengaja digelapkan. Tak hanya itu, para edukator museum pun tak ketinggalan mengenakan kostum perjuangan dan baju nasional,” jelasnya.
Di penghujung tur, pengunjung menikmati camilan yang disediakan di Selasar Timur Museum KAA sambil menikmati suasana Braga di malam hari.
Acara jelajah malam digelar secara berkala di Museum KAA sejak tahun 2010 Di setiap perhelatannya senantiasa melibatkan Sahabat Museum Konferensi Asia Afrika, terutama Klab Edukator dan para mahasiswa yang tengah melaksanakan praktik kerja lapangan sebagai pemandu di museum yang didirikan pada tahun 1980 silam itu.
“Acara tur malam ini biasanya diadakan tiga kali dalam setahun, dan antusiasmenya selalu bagus dari anak TK hingga mahasiswa, ibu-ibu dan bapak-bapak semuanya terlibat, dengan pakaian khusus, peserta dengan tampilan paling unikpun akan mendapatkan marchendise,” urainya.
Terakhir Teguh berharap bahwa momen ini akan membangun kesadaran sejarah untuk masyarakat. Sebagaimana pesan Ir. Soekarno untuk JAS MERAH yaitu jangan sampai melupakan sejarah. (Tan)