BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM — Ketua Komisi D DPRD Kota Bandung, Aris Supriatna mengatakan rencana Kota Bandung dijadikan pilot project kartu pra kerja, harus ditunjang dengan data pengangguran yang tepat.
“Kita kan sekarang punya basis data terpadu (BDT). Data di sana bisa digunakan dan dimaksimalkan,” ujar Aris kepada wartawan, Rabu (5/2/2020).
Aris mengatakan, dengan data tersebut bantuan yang diberikan akan tepat sasaran.
“Karena yang harus mendapatkan bantuan ini adalah warga tidak mampu. Baik tidak mampu karena ekonomi, maupun keterbatasan fisik,” katanya.
Untuk itu, Aris menambahkan, Pemkot Bandung harus terus mengupgrade data terkait warga miskin ini.
Aris juga mengatakan, karena dalam kartu pra kerja itu ada syarat-syarat siapa saja yang berhak menerimanya. Sehingga Pemkot Bandung harus memastikan, yang menerimanya harus sesuai persyaratan itu.
Di sisi lain, Pemkot Bandung masih menunggu Peraturan Presiden (Perpres) mengenai keputusan kartu prakerja ini.
Terkait persiapan, Kepala Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Bandung Arief Saefudin mengatakan, Kartu Prakerja itu lebih ke pelatihan agar menguasai keahlian sesuai dengan pekerjaannya. Hal tersebut sebenarnya sudah sering dilakukan Disnaker Kota Bandung.
“Kota Bandung sudah sering melakukan pelatihan. Bahwa uangnya bukan sebagai gaji tetapi untuk pelatihan. Ketika nanti turun dari pusat untuk melakukan itu, kami sudah siap. Hanya saja kami masih menunggu regulasinya mengatur apa saja,” katanya.
Berdasarkan data, di Kota Bandung terdapat sekitar 96.000 pengangguran dari jumlah penduduk sekitar 2,5 juta jiwa.
“Kalau melihat data pengangguran tersebut, kita sudah melampaui target RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menegah Daerah). Tetapi kita tidak bisa santai. Kita harus terus bersiap menghadapi bonus demografi. Mudah-mudahan dengan kartu prakerja bisa menjawab bonus demografi tersebut,” ucap Arief.
Langkah lainyang dilakukan untuk menekan angka penganguran yaitu mengirimkan tenaga kerja terampil ke luar negeri.
“Kota Bandung telah bekerja sama dengan Jepang. Mereka lost demografi, kekurangan tenaga kerja usia produktif. Jepang membutuhkan ribuan perawat, tenaga kerja di bidang industri, jahit, spare part, dan lain lain. Itu yang coba kita penuhi,” katanya. (Put)