BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM — Pengrajin tahu tempe di Bandung mengeluhkan mahalnya harga kedelai impor. Kedelai melambung tinggi dari harga Rp6.600 menjadi Rp8.100 perkilogram.
Kenaikan harga kedelai ini berdampak pada produksi tahu dan tempe di Bandung. Iis Nata pengrajin Tahu Organik
Family Si Icikiwir di Babakan Ciparay Bandung mengaku, pasca harga kedelai naik produksi di tempat usahanya menurun hingga 40 persen.
“Sebelumnya, kami membutuhkan kedelai impor untuk produksi dalam sehari berkisar 700 kilogram hingga 800 kilogram. Namun, sejak kedelai impor naik, kami hanya produksi 400 kilogram hingga 500 kilogram dalam sehari,” kata Iis Nata selaku pengrajin tahu dan tempe di Bandung, Minggu (22/3/2020).
Meski harga kedelai melambung tinggi, Iis tetap memproduksi tahu dan tempe demi memenuhi kebutuhan konsumen. Meski harga kedelai naik, namun untuk harga jual tahu dan tempe tidak mengalami kenaikan.
“Harga kedelai impor mengalami peningkatan. Sementara, harga jual tahu dan tidak naik, namun walaupun keuntungan tipis yang penting jangan sampai rugi dan kami produksi hanya untuk memenuhi permintaan masyarakat serta menjaga pelanggan tidak lari,” ujar Iis.
Iis mengaku jika harga kedelai terus melambung tinggi ia akan menutup atau meliburkan pekerjanya, jika tidak tutup maka bisa jadi rugi bahkan hingga gulung tikar.
“Jika harga kedelai mencapai Rp8.300 per kilogram, kemungkinan usaha tahu dan tempe akan tutup atau mogok produksi,dari pada harus gulung tikar,” pungkasnya.
Kenaikan harga kedelai ini dirasakan sejak dua bulan terakhir, Iis selaku pengrajin tahh berharap pemerintah bisa kembali mengatasi kenaikan harga kacang kedelai ini agar bisa kembali pada harga semula, agar produksi tetap berjalan seperti biasa.
“Oleh karena itu, kami para pengrajin mengharapkan pemerintah dapat menekan harga kedelai impor hingga posisi normal yakni Rp6.800 per kilogram,” pungkasnya. (fal)