BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM— Terkait akan bahaya longsoran susulan yang terjadi di Desa Cihanjuang, Kecamatan Cimanggung, Kabupaten Sumedang pada Sabtu (9/1/2021) ahli di bidang longsoran tanah dan geologi teknik ITB, Dr. Eng. Imam Achmad Sadisun, S.T., M.T., mengusulkan agar pemerintah segera melakukan upaya penanganan.
“Hal itu bisa dilakukan dengan cara penataan dari atas tebing mulai dari stabilisasi lereng tersebut dengan melakukan perkuatan material pembentuk lereng atau pemberian struktur penahan lereng secara bertahap hingga pengaturan drainase permukaan dan bawah permukaan dengan baik. Atau jika tidak dilakukan penataan ulang kawasan, bisa dengan cara merelokasi masyarakat yang ada di sekitar lokasi longsor ke tempat aman,” terang Imam.
Hal ini mengingat longsor yang menyebabkan kerugian materil, juga telah menimbulkan korban jiwa dan bisa menimbulkan bahayanya longsor susulan.
Kesimpulan tersebut ia peroleh setelah tim dari KK Geologi Terapan, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian (FITB) ITB telah meninjau lokasi terjadinya longsor.
Tim tersebut menurut Imam, menemukan rekahan lain dengan jarak 7 meter dari lokasi kejadian di bagian atas lereng dekat ke jalan. Dari rekahan yang ditemukan perlu menjadi kewaspadaan akan bahaya longsoran susulan.
“Kita melihat longsoran susulan ini belum berhenti. Tim ITB ke sana retakan itu ternyata masih ada sampai ke jalan di perumahan yang ada di atas dan paling jauh jaraknya 7 meter, nah ini suatu saat bisa jadi meluncur lagi (longsor)” ujarnya dalam siaran pers kepada pasjabar, Kamis (14/1/2021).
Imam mengatakan, longsor yang terjadi di Cimanggung tidak hanya sekali terjadi. Setidaknya ada empat kali kejadian longsoran menurut banyak saksi mata di lokasi tersebut.
“Dari berbagai dokumentasi foto dan video, dapat diamati dengan jelas bahwa longsoran susulan cenderung berkembang manuju arah gawir utama atau mahkotanya,” terangnya.
Menurut Imam, jika melihat peta geologi di daerah tersebut, lokasi tempat terjadinya longsor itu masuk zona merah dan kuning. Artinya memiliki potensi longsor yang tinggi dan sangat tinggi.
“Sehingga untuk perumahan dan pemukiman peruntukkannya sangat terbatas,” tambahnya.
Ia pun menyarankan agar pihak terkait selalu memperhatikan UU Penataan Ruang dan Lahan di kawasan yang berpotensi longsor.
Ia menjelaskan, longsoran yang terjadi bukanlah jenis longsoran biasa, melainkan bisa dikatakan sebagai longsoran kompleks. Kejadian di Sumedang ini menurutnya terjadi karena proses gelinciran (sliding) pada bagian atas hingga proses aliran (flowing) di bagian tengah dan bawah sistem longsoran.
“Kejadian longsoran yang diikuti oleh proses aliran lumpur atau bahkan aliran bahan rombakan umumnya menimbulkan banyak korban jiwa dan kerusakan,” katanya.
Berdasarkan pengamatan dan analisis Imam Sadisun, area longsoran Cimanggung ini berawal dari bagian tengah sistem lereng yang ada.
Tempat inilah awal terganggunya kesetimbangan atau kestabilan lerengnya ditambah dengan terjadinya hujan lebat. Selain itu di area tersebut lahannya sudah banyak dibuka untuk area perumahan, baik pada bagian atas lereng, tengah hingga pada bagian bawahnya. Kenaikan tekanan pori dan berat isi material pembentuk lereng oleh infiltrasi air hujan, telah memberikan kontribusi yang sangat berarti pada proses terbentuknya longsoran ini. (*/Tan)