HEADLINE

Valda Mahasiswi FH Unpas Analisis Kasus Penyiraman Air Keras Novel Baswedan

ADVERTISEMENT

BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM– Mahasiswi Semester IV Fakultas Hukum (FH) Universitas Pasundan, Valda Zahirra Sidqi memberikan ulasan atau komentar terkait kasus Novel Baswedan.

Gadis yang akrab disapa Valda ini juga merupakan anggota dari Angrahatana Moot Court dan Anggota CLE (Clinical Legal Education) FH Unpas.

Adapun Kasus Penyiraman Air Keras terhadap Novel Baswedan dimulai pada tanggal 11 April 2017, di mana Novel yang baru saja menjalankan Shalat Subuh di Masjid Al Ikhsan, Jakarta Utara seketika disiram air keras oleh dua orang tidak dikenal.

Dampak dari penyiraman air keras tersebut membuat kedua mata Novel mengalami kerusakan, luka bakar hingga terancam kebutaan.

Novel pun mulai menjalani berbagai perawatan medis untuk memulihkan kedua matanya.

Perawatan medis yang dilakukan Novel pertama kali dilakukan di Jakarta Eye Centre kemudian dirujuk ke Klinik Eye & Retina Surgeons, Singapura pada 12 April 2017.

Catatan medis untuk Novel yaitu adanya luka bakar ringan sampai sedang pada wajah dan kelopak mata serta cedera kimiawi pada kedua matanya.

Saat itu, Novel juga langsung dirujuk ke Singapore General Hospital untuk mendapatkan perawatan medis yang lebih intens. Setelah menjalani berbagai rangkaian operasi mata di Singapura, Novel kembali ke Indonesia pada 22 Februari 2018 dengan mata kiri yang masih buta.

Akhirnya pada tanggal 5 April 2018, Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan bahwa hari itu Novel Baswedan dijadwalkan kembali pulang setelah menjalani operasi mata kedua.

Sejak peristiwa penyiraman air terhadap Novel terjadi, polisi sudah bergerak mencari pelaku penyiraman. Pencarian pelaku dilakukan oleh Kapolri yang saat itu dijabat oleh Jendral Tito Karnavian setelah mendapatkan mandat dari Presiden Joko Widodo.

Kapolri kemudian membentuk tim gabungan yang terdiri dari tim Polres Jakarta Utara, Polda Metro Jaya, sampai Mabes Polsi untuk mengusut kasus tersebut.

Pada 31 Juli 2017, Kapolri Tito Karnavian menunjukkan sketsa wajah dari terduga pelaku penyiraman air keras kepada Novel Baswedan usai melakukan pertemuan tertutup dengan Presiden Joko Widodo.

Selang beberapa bulan, tepatnya pada 24 November 2017, Kapolda Metro Jaya yang saat itu dijabat oleh Idham Aziz menunjukkan dua sketsa wajah terbaru terduga pelaku penyerangan.

Irjend Idham Aziz kala itu menjelaskan bahwa sketsa wajah terduga pelaku diambil selama proses penyelidikan dengan melibatkan 66 saksi selama 2-3 bulan.

Sampai disebarkannya sketsa pelaku penyerang Novel diturunkan, polisi lagi-lagi belum berhasil menemukan titik terang keberadaan pelaku.

Dari pihak Novel, dirinya mengaku mendapatkan informasi oleh petinggi Polri sebulan sebelum kejadian bahwa akan diserang. Informasi dari petinggi Polri tersebut disampaikan oleh Novel Baswedan saat acara Mata Najwa yang dipandu oleh Najwa Shihab pada 26 Juli 2017 silam.

Novel menambahkan, bahwa kala itu petinggi Polri memintanya untuk berhati-hati dan sempat menawarkan penjagaan atau pengawalan. Akan tetapi, saat itu Novel menolak karena dirinya adalah bagian dari KPK.

Tahun demi tahun bergulir, memasuki tahun 2019 pelaku penyiraman air keras kepada Novel Baswedan pun belum segera ditemukan. Akhirnya, Kapolri yang saat itu dijabat oleh Jendral Tito Karnavian membentuk Tim Pencari Fakta (TPF) pada 8 Januari 2019.

TPF yang diketuai oleh Irjend Idham Aziz ini diharapkan dapat menyelidiki kasus penyiraman air keras dengan tuntas serta berhasil mendapatkan pelakunya. Presiden Joko Widodo kemudian memberikan tenggat waktu selama 3 bulan (sampai Oktober 2019) kepada TPF untuk menyelesaikan kasus tersebut.

Akan tetapi, hingga akhir tenggat waktu yang diberikan Presiden Joko Widodo, TPF belum juga berhasil menyelesaikan kasus.

Kegagalan TPF untuk menguak kasus ini tentunya membuat publik semakin bertanya-tanya akan berbagai kemungkinan yang terjadi.

Bagaimana tidak, proses penyelidikan sudah dilakukan polisi dengan berbagai tim gabungan sejak April 2017, namun sampai awal tahun 2019 kasus ini belum juga mendapat titik terang.

Proses pencarian pelaku terus digaungkan tetapi informasi baru belum berhasil didapatkan. Akhirnya, Presiden Joko Widodo kembali memberikan perpanjangan waktu sampai awal Desember 2019 untuk TPF.

Akhirnya setelah penantian panjang, pada 26 Desember 2019 pelaku penyiraman air keras kepada Novel Baswedan ditangkap.

Kedua pelaku penyerangan yaitu RM dan RB yang merupakan anggota polisi aktif. Kedua pelaku ditangkap oleh tim teknis bersama Kepala Korps Brimob Polri di kawasan Cimanggis, Depok.

Sejak 28 Desember 2019, kedua pelaku resmi ditahan polisi selama 20 hari. Setelah dilakukan penahanan, kedua pelaku tersebut kemudian dipindah dari sel tahanan Polda Metro Jaya ke Rutan Bareskrim Mabes Polri.

Menurut Karopenmas Mabes Polri Brigjend Pol Argo Yuwono, selain dilakukan berbagai penyidikan, kepolisian juga membentuk tim teknis serta tim pakar. Polri juga bekerja sama dengan instansi forensik dalam proses penyidikan.

Melalui kerjasama dengan berbagai tim dan instansi serta hasil investigasi dari informasi intelijen dihasilkanlah kedua pelaku penyiraman air keras tersebut. Polisi menyatakan telah melakukan olah kejadian perkara atau pre-rekontruksi sebanyak 7 kali dan memeriksa terhadap 73 saksi untuk mengungkap kasus ini.

Dasar Hukum yang Diberlakukan
Sejak awal memang sudah banyak pihakk yang meragukan kasus ini bakal berjalan ‘normal’. Bertahun-tahun lamanya Novel menunggu keseriusan Polri menyelidiki kasus ini dan akhirnya, sidang lanjutan kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan dilanjutkan dengan agenda pembacaan pledoi.

Sidang tuntutan akhirnya digelar. Jaksa meyakini kedua pelaku bersalah melakukan penganiayaan berat terhadap Novel Baswedan. Keduanya terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan subsider. Ronny dan Rahmat diyakini jaksa bersalah melanggar Pasal 353 ayat 2 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Bunyi Pasal :
Pasal 353 ayat 2 KUHP : “jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah dikenakan pidana penjara paling lama 7 tahun.”
Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP :
(1) Dipidana sebagai pelaku tindak pidana:
1e. Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan turut serta melakukan perbuatan.

Kedua terdakwa dinilai melanggar Pasal 353 ayat (2) KUHP junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang penganiayaan berat berencana. Meskipun begitu, Jaksa menilai tindakan Rony dan Rahmat tidak memenuhi unsur-unsur dakwaan primer terkait penganiayaan berat dari Pasal 355 ayat (1) KUHP junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Dalih Jaksa adalah terdapat unsur ketidaksengajaan saat Rahmat menyiram cairan asam sulfat yang mengenai dan melukai mata Novel. Menurut Jaksa, Rahmat sebenarnya berniat menyiramkan cairan tersebut ke badan Novel.
Dua terdakwa yaitu Rahmat Kadir Mahulette dan Rony Bugis dituntut 1 tahun penjara dari Jaksa Penuntut Umum.

Tuntutan ini dinilai janggal dan penuh sandiwara. Jaksa menilai Rahmat terbukti menganiaya dengan terencana yang mengakibatkan luka berat karena menggunakan cairan asam sulfat atau H2SO4 untuk menyiram Novel. Sementara Rony dinilai terlibat dalam penganiayaan karena membantu Rahmat.

Meskipun tuntutannya dinilai jaggal oleh publik, tetapi Jaksa Penuntut Umum tetap dalam surat dakwaannya menuntut terdakwa RB dan RK dengan pasal 353 ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dengan hukuman penjara paling lama tujuh tahun, tetapi tetap dengan beberapa pertimbangan akhirnya JPU memutuskan untuk menuntut kedua terdakwa berupa hukuman penjara selama satu tahun.

Pihak Jaksa Penuntut Umum berdalih bahwa selama persidangan terdakwa bersikap kooperatif dan telah mengakui perbuatannya.

”Karena, pertama, yang bersangkutan mengakui terus terang di dalam persidangan, terus kedua yang bersangkutan meminta maaf dan menyesali perbuatannya dan dia secara langsung di persidangan menyampaikan permohonan maaf kepada keluarga Novel Baswedan dan meminta maaf institusi polisi,” ujar salah satu Jaksa usai persidangan.

Valda menyampaikan bahwa dari hasil analisisnya terlihat jelas kejanggalannya.

“Apabila kita meninjau kembali dakwaan yang dijatuhkan kepada pelaku penyiram air keras sebelum Novel Baswedan yaitu Ruslam yang menyiram istri dan mertuanya, dan juga Rika Sonata yang menyiram suaminya, keduanya dikenakan Pasal 355 ayat (1) KUHP tentang penganiayaan berat yang telah direncanakan terlebih dahulu dengan pidana paling lama dua belas tahun penjara, maka seharusnya pasal tersebut juga harus dikenakan terhadap pelaku penyiram air keras terhadap Novel Baswedan dikarenakan luka berat yang dialami oleh korban yang menyebabkan sebelah matanya mengalami cacat seumur hidup, namun dakwaan primer yang memuat pasal 355 ayat (1) tersebut, digugurkan oleh jaksa penuntut umum dengan alasan bahwa terdakwa tidak bermaksud untuk melakukan penganiayaan berat yang menyebabkan mata sebelah kiri korban mengalami kebutaan,” papar Valda kepada PASJABAR, Selasa (13/4/2021).

Digugurkanya dakwaan primer pasal 355 ayat (1) tentang penganianyaan berat secara berencana oleh Jaksa penuntut umum patut dipertanyakan, pasalnya jaksa berdalih bahwa pelaku tidak pernah bermaksud dan berniat melakukan penganiayaan berat yang menyebabkan kebutaan permanen terhadap Novel Baswedan.

“Sekarang pertanyaannya bagaimanakah Jaksa Penuntut Umum mengetahui bahwa terdakwa memang tidak sengaja melakukan penyiraman kedaerah wajah? Apakah tolok ukur yang membuktikan bahwa pengakuan dari terdakwa adalah benar?
Menurut saya, hal ini seakan-akan menjadikan pengakuan subjektif dari terdakwa sebagai bukti yang mana dalam persidangan hal ini tidaklah dibenarkan, dan seakan-akan JPU malah terkesan menjadi pengacara dari terdakwa,” terangnya.

Selain itu sambung Valda hal yang patut dipertanyakan adalah alasan putusan JPU yang menuntut pidana penjara satu tahun yang merupakan pidana paling ringan dalam pasal 353, salah satu alasan dari JPU adalah terdakwa telah mengabdi di Institusi Polri selama sepuluh tahun, hal tersebut mengisyaratkan bahwa karena terdakwa adalah anggota Polri maka terdakwa pantas mendapatkan keringanan, yang dalam hal ini Jaksa Penuntut Umum telah mencederai prinsip equality before the law (persamaan di mata hukum).

“Jadi intinya dasar hukum yang diberlakukan masih kurang tepat, juga terlebih lagi, tuntutan/sanksi pidana yang diajukan sama sekali tidak masuk akal,” tandasnya.

Dengan melihat adanya kejanggalan-kejanggalan yang terjadi, bahkan Tim Advokasi Novel Baswedan memberikan tanggapan dengan menyebut, ada 9 kejanggalan dari jalannya persidangan kasus penyiraman air keras terhadap penyidik KPK Novel Baswedan.

“Kita bisa belajar bahwa, memang hukum di negara Indonesia belum sepenuhnya sempurna. Tetapi jika memang aturan atau hukum materiilnya belum sempurna, setidaknya kita sebagai para penegak hukum bersikaplah dengan adil. Sudah tahu hukum masih kurang sempurna justru jangan dicederai dengan mengambil tindakan yang memihak pihak yang bersalah,” urainya.

Satu hal lagi, lanjut Valda jika ada masalah sebaiknya tidak mengunakan kekuasaan untuk melakukan kejahatan, melainkan berkerjalah sesuai dengan ketentuan yang ada.

“Sebagai calon sarjana hukum, saya menghimbau kepada seluruh rekan-rekan seperjuangan yang se-generasi dengan saya, mari kita sama-sama perbaiki generasi sebelum kita, untuk lebih mengedepankan sisi moral salah satunya berlaku adil. Saya harap kedepannya para penegak hukum bisa lebih jeli dalam menangani kasus, berpikir secara kritis tetapi tidak mengedepankan ego, dan murni bersikap adil demi bangsa dan negara,” pungkasnya. (tiwi)

Tiwi Kasavela

Recent Posts

BNPB Ajak Warga Tingkatkan Kesiapsiagaan Menghadapi Ancaman Gempa

BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM - Masyarakat yang terkena dampak gempa M4,9 diharapkan dapat meningkatkan kesiapsiagaan untuk menghadapi…

21 menit ago

Guru Besar Hanya Nama (GBHN)

Oleh: Dosen Yayasan Pendidikan Tinggi Pasundan Dpk FH UNPAS, Firdaus Arifin BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM - Dalam…

51 menit ago

Pelantikan Pj Wali Kota Bandung: A Koswara Siap Lanjutkan Program Kerja

BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM - Penjabat (Pj) Gubernur Jawa Barat, Bey Triadi Machmudin, telah melantik A Koswara…

1 jam ago

Pestapora 2024: Pertamina Fastron Hadirkan Edukasi Otomotif di Tengah Festival Musik

BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM - Pertamina Fastron siap memeriahkan festival musik Pestapora 2024, yang akan diadakan di…

2 jam ago

Harga Pangan Naik: Cabai Rawit Merah Sentuh Rp46.000 per Kg

BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM - Harga beberapa komoditas pangan mengalami kenaikan pada Jumat (20/9/2024) pagi. Dilansir dari…

3 jam ago

Dedi Mulyadi Tekankan Pentingnya Keadilan dalam Dialog Kebhinekaan di Bandung

BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM - Bakal calon Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menghadiri acara Dialog Kebhinekaan di…

5 jam ago