WASHINGTON, WWW.PASJABAR.COM–Varian Delta, yang secara signifikan sangat menular dibandingkan COVID-19 versi asli. Telah terdeteksi di sekitar 100 negara secara global dan kini menjadi varian dominan di seluruh dunia, kata pakar penyakit menular AS Anthony Fauci.
Varian COVID-19 Delta kini mendominasi dunia, dibarengi dengan lonjakan kematian di seluruh Amerika Serikat. Yang semuanya hampir berasal dari kalangan orang yang tidak divaksin, kata pejabat AS pada Jumat (16/7/2021).
Direktur Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit AS (CDC) Rochelle Walensky saat acara jumpa pers mengungkapkan bahwa kasus COVID-19 di AS meningkat 70 persen selama sepekan sebelumnya dan kematian naik 26 persen.
Wabah terjadi di sebagian wilayah dengan tingkat vaksinasi yang rendah, kata CDC.
Dilansir dari Reuters dan Antara, Berdasarkan data CDC, jumlah rata-rata sepekan terkait infeksi harian kini lebih dari 26.000 kasus, jauh lebih tinggi dari sekitar 11.000 kasus pada Juni.
“Ini menjadi pandemi bagi mereka yang tidak divaksin,” katanya. Ia menambahkan bahwa 97 persen orang yang masuk rumah sakit karena COVID-19 adalah mereka yang belum divaksin.
Walensky mengatakan bahwa semakin banyak daerah di seluruh AS kini menunjukkan risiko transmisi COVID-19 yang tinggi. Perkembangan itu memutarbalikkan penurunan risiko transmisi dalam beberapa bulan terakhir.
Sekitar satu dari lima kasus baru terjadi di Florida, menurut koordinator tanggap COVID-19 Gedung Putih Jeff Zients.
“Kita sedang berhadapan dengan varian COVID-19 yang mengerikan,” kata Fauci selama pembicaraan melalui telepon.
Walensky mendesak warga Amerika yang belum divaksin agar menerima suntikan COVID-19. Ia juga mengeklaim bahwa vaksin buatan Pfizer dan Moderna terbukti sangat ampuh melawan varian Delta.
Menurut Walensky, masyarakat harus menerima dosis kedua vaksin. Bahkan jika mereka telah melewati batas waktu penerimaan.
Sekitar lima juta orang di AS telah mendapatkan vaksinasi dalam 10 hari terakhir, kata Zients. Termasuk banyak di negara bagian yang sejauh ini memiliki tingkat vaksinasi yang rendah.
Ia menambahkan bahwa AS memiliki vaksin yang cukup untuk dijadikan dosis penguat. Namun otoritas masih berupaya menentukan apakah dosis ketiga tersebut memang diperlukan. (*)