BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM– Indonesia menempati posisi ke 4 sebagai pengguna internet terbanyak di dunia dibawah RRT, India dan Amerika Serikat. Akan tetapi, secara kualitas penggunaan internet perlu dipertanyakan sehingga diperlukannya literasi etika digital dalam aktivitas penggunaan internet sehari-hari.
Hal ini diungkap oleh Dosen PPKn FKIP Universitas Pasundan, Deni Zein Tarsidi M.Pd saat menjadi pemateri di dalam Webinar Kewarganegaraan digital yang diselenggaran oleh Himpunan Mahasiswa PPKn Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta pada Minggu (28/11/2021).
Deni memaparkan bahwa Cyberspace adalah dunia yang dimasuki manusia dengan kesadaran, akan tetapi ia berbeda dengan dunia harian (everyday lifeworld), yang merupakan dunia yang dibangun berdasarkan ‘kesadaran atas obyek-obyek nyata’.
Obyek-obyek di dalam cyberspace, sebaliknya, adalah obyek-obyek ‘tak nyata’, yang ditangkap pengalaman hanya dalam wujud halusinasi (hallusination).
Cyberspace bukan mimpi, tetapi ia bukan pula ‘yang nyata’ dalam pengertian dunia harian, disebabkan ia dibangun oleh ruang- ruang artifisialitas teknologis.
“Bila dikaitkan dengan arus kesadaran dalam durasi kehidupan manusia, cyberspace bukanlah dunia ketaksadaran atau bahwah sadar, melainkan dunia kesadaran, yang di dalamnya seseorang mengalami sebuah ‘obyek’ di luar dirinya lewat mekanisme penginderaan sebagaimana diungkapkan Gestalt,” ujarnya.
Akan tetapi, sambung Deni, pengalaman yang dialami seseorang di dalam cyberspace berbeda dengan pengalaman di dunia nyata, disebabkan perbedaan ‘obyek’ yang ditangkap oleh pengalaman.
“Di dalam cyberspace setiap orang lewat kesadarannya ‘menangkap ‘obyek-obyek’, akan tetapi semuanya bukanlah obyek-obyek nyata, melainkan ‘obyek-obyek maya’ yang terbentuk lewat bit- bit komputer,” ujarnya.
Ia mengatakan Di dalam cyberspace, arus kesadaran yang menangkap obyek-obyek nyata (termasuk manusia lain sebagai obyek) dialihkan ke dalam kesadaran yang menangkap dunia ‘halusinasi’.
Perkembangan cyberspace telah mempengaruhi kehidupan sosial di dalam berbagai tingkatnya. Keberadaan cyberspace tidak saja telah menciptakan perubahan sosial yang sangat mendasar, malahan oleh berbagai pemikir dikatakan telah menggiring pada kondisi ekstrim ‘kematian sosial’ (death of the social).
“Terlepas dari pemikiran ekstrim ini, pengaruh cyberspace terhadap kehidupan sosial setidak-tidaknya tampak pada tiga tingkat, tingkat individu, antar-individu dan komunitas,” tuturnya.
Deni memparkan bahwa menurut Marshall McLuhan di dalam karyanya pada pemahaman historis atas komunikasi dari bentuk cetak ke elektronik. Berbagai aforismenya terhadap media termasuk desa global (global village) dan medium adalah pesannya (the medium is the message) telah terserap ke dalam budaya populer.
Kontribusi McLuhan terhadap teori komunikasi adalah penjelasan multidimensi tentang ‘medium’ komunikasi, cara mengamati hubungan sosial yang terbentuk secara teknologi yang masing-masing memiliki realitas berbeda.
Global village mengakomodasi filsafat asimilasionis, sebuah pandangan filsafat dan paradigma pemikiran yang menerima satu atau sedikit ide- ide kebudayaan, mendorong orang untuk melekat atau setia pada sekelompok nilai yang dominan.
“Dengan demikian, perbedaan- perbedaan antarbudaya dan individu menjadi terhapus atau memudar. Sebagai contohnya adalah upaya untuk menjadikan bahasa Inggris sebagai bahasa utama, sementara bahasa negaranya sendiri menjadi bahasa nomor dua,” ungkapnya.
Pandangan ini sambung Deni dapat terwujud jika didukung oleh teknologi informasi dan komunikasi seperti televisi, film, dan internet.
Perkembangan teknologi informasi, komunikasi, dan transportasi menyebabkan masyarakat menjadi semakin terbuka untuk mempelajari hal-hal inovatif yang datang dari luar.
“Sebagai akibatnya ketika batas- batas kebudayaan secara fisik dan persepsi memudar, pandangan- pandangan budaya dan nilai-nilai yang bersifat spesifik menjadi ikut menghilang,” ujarnya.
Warisan local (local heritage), ikatan-ikatan persaudaraan, dan tradisi-tradisi yang unik menjadi terlupakan atau menghilang secara gradual dari waktu ke waktu.
Dalam beraktivitas di internet, terdapat etika dan etiket yang perlu diikuti oleh pengguna. Keduanya wajib dipahami, ditaati, dan dilaksanakan oleh pengguna selama mengakses layanan internet.
“Sebagaimana yang diungkap Pratama dan K.Bertens yang mendefinisikan etika sebagai sistem nilai dan norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau sekelompok orang dalam mengatur tingkah lakunya. Berbeda dengan etiket yang didefinisikan sebagai tata cara individu berinteraksi dengan individu lain atau dalam masyarakat,” tandasnya.
“Jadi, etiket berlaku jika individu berinteraksi atau berkomunikasi dengan orang lain. Sementara etika berlaku meskipun individu sendirian. Hal lain yang membedakan etika dan etiket ialah bentuknya, etika pasti tertulis, misal kode etik Jurnalistik, sedangkan etiket tidak tertulis (konvensi),” imbuhnya.
Lewat webinar ini Deni berharap mahasiswa sebagai warga negara hipotetik dimana mereka merupakan warga negara muda yang nantinya akan membawa estafet kepemimpinan negara ini, diharapkan secara etika baik di dunia nyata maupun dunia maya dapat mereka jaga dgn baik agar identitas kita sebagai bangsa yang ramah dapat terjaga.
“Semoga dengan kegiatan ini dapat meningkatkan literasi etika di ruang siber,” pungkasnya. (tiwi)
BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM – Aksi korporasi bank bjb kembali mencatatkan pencapaian gemilang. Obligasi Keberlanjutan atau Sustainability…
BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM - Persib Bandung kontra Borneo FC dalam lanjutan Liga 1 2024/2025 berangsung sengit. Tampil…
BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM -- Wakil Ketua DPR RI Cucun Syamsurijal melaporkan MA anggota DPRD Kabupaten Bandung…
KABUPATEN BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM -- Wakil Ketua DPP PKB, Cucun Syamsurijal mengatakan jika pesta demokrasi (Pilkada)…
WWW.PASJABAR.COM -- Ketua Umum PSSI, Erick Thohir, memberikan pernyataan terkait peluang kiper Como 1907, Emil…
WWW.PASJABAR.COM -- Insting Shin Tae-yong sebagai pelatih terbukti dengan memasang Marselino Ferdinan sebagai starter saat…