BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM — Guru Besar Fakultas Pertanian Unpad, Prof. Dr. Mahfud Arifin, Ir., M.S., mengungkapkan gugusan gunung api yang membujur dari Pulau Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara hingga Sulawesi dan Maluku memiliki karakteristik masing-masing. Selain dapur magma yang berbeda, bahan baku dari material vulkaniknya pun berbeda.
Ia menjelaskan, makin ke timur, bahan baku material vulkanik makin kaya unsur nutrisinya. Hal ini menyebabkan tanah hasil endapan material vulkanik di wilayah timur jauh lebih subur dibandingkan dengan wilayah barat.
“Tanah hasil erupsi Gunung Toba, misalnya. Itu tidak sesubur mineral hasil erupsi Gunung Merapi atau Semeru,” ujar Mahfud dikutip dari laman Unpad, Selasa (14/12/2021).
Secara alamiah, makin ke timur, sifat bahan vulkanik bersifat basaltik atau basa. Sementara sifat bahan vulkanik di wilayah barat bersifat andesit atau asam. Material basaltik lebih kaya unsur nutrisinya, sehingga menjadi lebih subur dibandingkan dengan material andesit.
Selain itu, faktor ketinggian lahan juga menjadi penentu kesuburan. Daerah bekas erupsi dengan ketinggian di atas 1.000 mdpl lebih subur dibandingkan daerah dengan ketinggian yang lebih rendah.
Menurutnya, wilayah dengan ketinggian di atas 1.000 mdpl mengalami proes pelapukan material vulkanik, yang lambat akibat faktor temperatur yang rendah. Proses pelapukan yang lambat, menjadikan warna tanah menjadi lebih hitam karena mengandung banyak nutrisi.
Sementara di wilayah sebaliknya, memiliki suhu yang tinggi sehingga proses pelapukan menjadi lebih cepat dan menghasilkan warna tanah yang lebih cokelat. Tingkat kesuburannya lebih rendah dari tanah yang berwarna hitam.
Hal ini ditemukan pihaknya dari karakteristik tanah di wilayah Jatinangor. Tanah di Jatinangor merupakan hasil endapan erupsi Gunung Tangkubanparahu dan Gunung Tampomas, yang terjadi beberapa ratus tahun lalu.
“Tapi tanah di Jatinangor cokelat tidak hitam seperti tanah di Lembang yang sama-sama hasil erupsi Gunung Tangkubanparahu. Kenapa? Karena Jatinangor ketinggiannnya rendah sehingga pelapukannya lebih cepat,” bebernya.
Mengingat proses pelapukan yang lama, pemanfaatan lahan subur dari bekas erupsi harus dikelola sebaik mungkin. Jangan sampai, tanah tersebut hilang dengan cepat karena pengelolaan yang tidak baik.
Lebih lanjut, ia mengatakan di beberapa wilayah, tanah vulkanik berada pada lereng curam. Kondisinya mudah tererosi apabila masyarakat melakukan eksploitasi tanpa melestarikannya.
Pengolahan tanah harus disertai dengan teknik konservasi tanah dan air, antara lain pembuatan terasering, urugan, hingga pengaturan jarak tanam.
Tanah yang tidak dikelola dengan teknik konservasi akan rentan mengalami erosi. Padahal dari hasil studi di Gunung Krakatau, untuk mendapatkan tanah subur setebal 25 centimeter memerlukan waktu pelapukan mencapai 100 tahun.
“Kalau kena erosi terus, dalam beberapa tahun ke depan akan cepat hilang. Makanya harus disertai teknik konservasi tanah dan air,” pungkasnya. (ytn)
BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM – Aksi korporasi bank bjb kembali mencatatkan pencapaian gemilang. Obligasi Keberlanjutan atau Sustainability…
BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM - Persib Bandung kontra Borneo FC dalam lanjutan Liga 1 2024/2025 berangsung sengit. Tampil…
BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM -- Wakil Ketua DPR RI Cucun Syamsurijal melaporkan MA anggota DPRD Kabupaten Bandung…
KABUPATEN BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM -- Wakil Ketua DPP PKB, Cucun Syamsurijal mengatakan jika pesta demokrasi (Pilkada)…
WWW.PASJABAR.COM -- Ketua Umum PSSI, Erick Thohir, memberikan pernyataan terkait peluang kiper Como 1907, Emil…
WWW.PASJABAR.COM -- Insting Shin Tae-yong sebagai pelatih terbukti dengan memasang Marselino Ferdinan sebagai starter saat…