JAKARTA, WWW.PASJABAR.COM — Anggota Komisi VII DPR RI Tifatul Sembiring menilai peleburan Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman, ke Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) membuktikan kurangnya perhatian pemerintah terhadap Sumber daya manusia (SDM) riset atau peneliti.
“Pembubaran LBM Eijkman ini sesuatu yang dadakan. Sebenarnya sekarang bukan hanya soal dibubarkan, tapi digabungkan ke BRIN, akan tetapi SDM-nya ini ditelantarkan. Jadi memang perhatian kita ke SDM riset masih sangat kurang. Terkesan kita kurang menghargai SDM (peneliti) sendiri,” ungkap Tifatul seperti dikutip PASJABAR dari laman dpr, Rabu (5/1/2022).
Ia mengatakan, bukan tidak mungkin para peneliti dalam negeri tersebut “diambil” oleh negara lain. Akhirnya, Indonesia hanya menjadi negara pengimpor, karena peneliti-peneliti “dibuang” semua, dan tidak dihargai oleh negara sendiri. Saat ini menurutnya, hal tersebut sudah terjadi.
Di mana diaspora mengaku “terpaksa” bekerja di negara lain karena penghargaan yang diterima dari negara lain lebih besar dibanding negara sendiri.
Dalam hal penghasilan misalnya, sambung Tifatul, di negara lain peneliti Indonesia digaji sangat besar. Sebut saja peneliti Indonesia di Singapura. Tidak hanya gaji yang lebih besar dibanding dengan yang mereka terima di Indonesia.
Mereka juga diberikan tiket pesawat gratis pulang pergi setiap akhir bulan untuk bisa kembali ke Indonesia, serta berbagai fasilitas lainnya.
“Saya pernah bicara dengan mendiang Lee Kwan Yew (mantan Perdana Menteri Singapura). Dia sempat katakan, dia sadar bahwa tidak semua orang Singapura itu pintar. Tapi kepintaran itu bisa dia peroleh dari negara lain, terutama negara yang terdekat dari mereka, salah satunya Indonesia. Jadi ini buat kepentingan Singapura,” bebernya.
“Buktinya tahun 2005 Singapura pernah menjadi investor terbesar di Indonesia. Coba lihat, negara dengan penduduk 5 juta jiwa, menguasai negara dengan jumlah penduduk 250 juta. Hebat. Jadi ini salah satunya karena faktor expert kita yang kurang kita hargai SDM-nya,” tegasnya. (ytn)