BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM — Guru Besar Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM Prof. Dr. Catur Sugiyanto, M.A., menilai dengan terpilihnya Indonesia menjadi presidensi G-20 berarti menjadi tuan rumah perhelatan besar yang berlangsung selama satu tahun.
Hal ini tentunya berdampak, untuk jangka pendek selama satu tahun maupun jangka panjang. Indonesia akan menerima banyak tamu asing (delegasi anggota G-20, maupun undangan lainnya) untuk melakukan banyak pertemuan.
“Tercatat ada 150 pertemuan atau lebih, sebagaimana telah mulai berlangsung di bulan Desember tahun lalu. Pertemuan-pertemuan ini akan mencapai puncak pada KTT di Bali nantinya,” jelasnya seperti dikutip PASJABAR dari laman ugm, Sabtu (29/1/2022).
Dengan banyaknya pertemuan tentu berdampak pada bisnis. Kedatangan para tamu (delegasi) dengan berbagai pertemuan akan berpengaruh pada tingkat hunian hotel, restoran, travel dan event organizer lainnya.
Meski begitu, menurut Catur, dampak jangka panjang yang justru sebenarnya sangat diharapkan Indonesia. Dipercaya menjadi presidensi G-20 akan sangat berdampak baik dan memperlihatkan citra baik pemerintah Indonesia saat ini.
Dengan kepercayaan menjadi tuan rumah delegasi bisa berdampak positif terhadap kepercayaan mengenai kestabilan ekonomi dan politik Indonesia. Kepercayaan ini menjadi hal penting bagi investor, turis, dan bagi pihak-pihak lain yang berhubungan dengan Indonesia.
“Tentunya menjadi presidensi G-20 berarti menjadi leader di dalam pembahasan berbagai isu atau masalah dunia saat ini,” ujarnya.
Keluar dari dampak pandemi
Dalam berbagai pembahasan isu tersebut, kata Catur, pembahasan dikelompokkan menjadi jalur keuangan dan jalur Sherpa. Dalam hal ini maka kepercayaan diri para pemimpin (kebanyakan para Menteri) di dalam membahas berbagai isu seperti persoalan perdagangan, investasi, pertanian, lingkungan, UMKM dan lain-lain tentunya masih dikaitkan dengan berbagai strategi bagaimana bisa keluar dari dampak pandemi.
“Disinilah menjadi peluang bagi kita untuk kemungkinan memasukkan nilai-nilai, norma atau kearifan lokal atau budaya yang kita junjung tinggi guna meningkatkan pengaruh Indonesia di dalam menyelesaikan berbagai permasalahan penting sekarang ini. Jika kemudian norma-norma tersebut mampu diterapkan di negara-negara anggota G-20, tentu akan meningkatkan derajat pengaruh Indonesia dan tingkat penerimaan Indonesia di negara-negara anggota G-20,” terangnya.
Lebih lanjut Catur menguraikan untuk pengaruh dalam negeri dengan berbagai pertemuan pembahasan berbagai isu, akan menjadi referensi yang baik bagi strategi pembangunan Indonesia. Indonesia juga bisa berkaca berbagai cara bagaimana negara-negara anggota G-20 menyelesaikan berbagai permasalahan sekarang.
“Artinya, kita menjadi lebih terbuka, menerima kritik dan masukan, berdiskusi mengenai berbagai permasalahan dengan sesama anggota G-20. Kita perlu mendisiplinkan di dalam membuat kebijakan di dalam negeri supaya pada akhir masa kepemimpinan betul-betul dinilai bahwa kita memang pantas atau dalam bahasa Jawa Sembodo untuk menjadi leader , contoh, panutan bagi negara-negara anggota G-20,” urainya. (*/ytn)