BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM– Gerakan Mahasiswa (GEMA) Pasundan menggelar Pasundan Berdiskusi Jilid IX yang bertajuk ” Urgensi pemindahan ibu kota negara, perlukah?” belum lama ini secara virtual.
Dalam kegiatan ini GEMA Pasundan menghadirkan anggota DPR-RI komisi I sekaligus Pansus IKN, Mayjen TNI Dr. H. TB Hasanuddin, S.E., M.M.
Kepala Staff kajian isu strategis GEMA Pasundan M. Arpan mengungkapkan bahwa dalam pembahasannya TB Hasanuddin menjelaskan bahwa Sejarah Ibukota Negara Republik Indonesia yang dimana hasil dari warisan kolonial Belanda dari pengembangan kota pelabuhan Jayakarta pada tahun 1619 dan di beri nama Batavia oleh kolonial Belanda pada 4 Maret 1621.
Setelah itu pada saat Jepang menduduki Indonesia nama Batavia pun berubah menjadi Jakarta hingga kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 menjadi Ibu Kota Negara.
Pada Tahun 1945 – 1949 status ibu kota Negara sempat berpindah ke D.I. Yogyakarta. Kemudian secara de jure baru di tetapkan sebagai Ibu Kota NKRI melalui Penetapan Presiden No. 2 Tahun 1961, UU PNPS No. 2 Tahun 1961 serta melalui UU No. 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Melihat dari pada Jakarta sekarang yang dimana menjadi titik central bagi perkembangan Indonesia yang hampir 50% lebih, baik itu dibidang ekonomi pembangunan, Pendidikan, industri, dan lain sebagainya.
“Namun di balik hal itu banyak juga yang menjadi polemik Jakarta ini sekarang sebagai Ibu Kota Negara Indonesia. Banyak permasalah yang terjadi hingga Pemerintah mengeluarkan opsi atau rencana untuk pemindahan Ibu Kota Negara Indonesia ini,” tuturnya.
Dari mulai Jakarta sebagai kota dengan kepadatan penduduk yang kian meningkat, di perkirakan ada 11,25 juta jiwa pada Juni 2021.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri.
“Selain itu yang dimana Jakarta dikenal sebagai salah satu Kota Termacet di Indonesia juga menjadi indikator yang diperhitungkan,” ulasnya.
Di samping itu, sambung Arpan, udara Jakarta dan sumber kekayaan alam yang ada didalam nya sudah hampir semua tercemar, Sebanyak 61% air sungai, 57% air waduk, dan 12% air tanah telah tercemar berat (Penelitian LIPI, 2019).
“Selain itu melihat dari pada letak geologis Jakarta itu dihimpit oleh dua Gunung yang statusnya masih aktif dan melihat potensi ketinggian dataran Jakarta itu berpotensi mengalami bencana besar seperti banjir dan lainnya. Hal itu pun menjadi sebuah pertimbangan yang besar kenapa Ibu Kota negara harus di pindahkan,” paparnya.
Melihat itu semua, maka pemerintah mempertimbangkan terkait Pemindahan Ibu kota negara, dampak apa saja yang mungkin akan terjadi dengan pemindahannya ibu kota negara ini, diantaranya, mendorong pemerataan Pembangunan dan pertumbuhan ekonomi terkhusus di wilayah Timur Indonesia, menjadi kan IKN sebagai tata kelola ruang berkelanjutan serta memperkecil potensi bencana alam yang berdampak bagi Ibu Kota Negara.
“Demikian hasil diskusi kami mengenai urgensi pemindahan ibu kota. Kami akan selalu memberikan ruang ruang pencerdasan untuk mahasiswa, pemuda dan masyarakat guna untuk menjadi penerang dalam kegelapan,” pungkasnya. (tiwi)