BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM — Guru Besar Bidang Kimia Organik Fakultas MIPA Unpad Prof. Dikdik Kurnia, M.Sc., PhD, mengungkapkan Indonesia perlu lebih banyak melakukan riset mengenai pengembangan obat herbal. Pasalnya, Indonesia memiliki potensi keanekaragaman hayati.
Kementerian Kesehatan RI mencatat setidaknya terdapat 19.871 tanaman obat yang digunakan sebagai ramuan tradisional. Sebanyak 16.218 di antaranya telah diidentifikasi. Dari hasil identifikasi tersebut, baru sekitar 9.600 spesies yang diketahui memiliki khasiat obat. Sebanyak 200 spesies telah digunakan sebagai bahan baku industri obat tradisional.
“Ini sudah diakui banyak negara bahwa Indonesia dengan iklim tropisnya merupakan salah satu sumber tanaman obat yang sangat penting di dunia,” katanya seperti dikutip PASJABAR dari laman unpad, Selasa (31/5/2022).
“Jika dilihat persentasenya, pengembangan tanaman herbal menjadi obat relatif masih sangat kecil,” imbuhnya.
Lebih lanjut guru besar pada Departemen Kimia FMIPA Unpad ini memaparkan, saat ini Indonesia berada pada peringkat 19 negara pengekspor obat herbal dengan pangsa pasar sebesar 0,61 persen pada tahun 2019.
Nilai ekspor tersebut meningkat menjadi 14.08 persen pada periode Januari-September 2020 dengan pemasukan sebesar USD 9,64 juta. Negara pengimpor produk biofarmasi Indonesia didominasi oleh India (62,30%), Singapura (6,15%), Jepang (5,08%), Malaysia (3,15%), dan Vietnam (3,17%).
Diakuinya, pengembangan riset mengenai obat herbal juga bukanlah hal mudah. Namun, hal ini bisa disiasati menggunakan pendekatan etnofarmakologi. Melalui pendekatan tersebut, riset bisa dilakukan dengan memilih bahan baku yang sudah pernah dilakukan atau dicoba oleh nenek moyang.
“Kita bisa menggali dengan pendekatan etnobotani-etnofarmakologi, tanaman apa yang sering digunakan nenek moyang untuk pengobatan tradisional. Itu merupakan pendekatan yang paling mudah untuk kita lakukan,” tuturnya.
Ia menjelaskan, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah melakukan regulasi untuk menetapkan obat herbal menjadi salah satu yang direkomendasikan untuk mendukung kesehatan masyarakat selain obat modern. Di beberapa negara, obat herbal sudah diberikan sebagai resep yang diberikan oleh dokter.
“Di Jepang, dokter sudah memberikan resep dua jenis: apakah mau obat herbal atau obat modern. Kedua-duanya diakui pemerintah,” sambungnya.
Indonesia, lanjutnya, bisa menerapkan kebijakan tersebut, sehingga masyarakat akan diberikan pilihan untuk menggunakan obat herbal yang sudah tesertifikasi atau obat modern.
Penggunaan obat modern, khususnya antibiotik, di Indonesia sebagian besar masih didominasi produk impor. Impor antibiotik yang masih tinggi akan membebani ekonomi negara.
“Tentunya ketika impor terus dilakukan, pada akhirnya di satu sisi kesehatan masyarakat akan rusak karena resistensi, di sisi lain negara juga tidak akan bisa mandiri untuk mengembangkan obat sendiri,” tutupnya. (*/ytn)
BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM – Penculikan anak di Kota Bandung, Kamis (21/11/2024) terekam kamera CCTV. Penculikan anak…
BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM – Striker PERSIB asal Brasil, David Da Silva absen karena terkena virus. Hal…
JAKARTA, WWW.PASJABAR.COM -- Untuk memperkuat bisnis, bank bjb menjalin berbagai sinergi strategis demi memberikan manfaat…
BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM – Aksi korporasi bank bjb kembali mencatatkan pencapaian gemilang. Obligasi Keberlanjutan atau Sustainability…
BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM - Persib Bandung kontra Borneo FC dalam lanjutan Liga 1 2024/2025 berangsung sengit. Tampil…
BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM -- Wakil Ketua DPR RI Cucun Syamsurijal melaporkan MA anggota DPRD Kabupaten Bandung…