Bandung, WWW.PASJABAR.COM – Mempelajari bahasa dan sastra Indonesia belum menjadi aktivitas yang diminati oleh pelajar.
Meski sudah dipelajari sejak tingkat dasar, pelajaran bahasa dan sastra Indonesia masih dianggap sulit dan susah dimengerti.
Tidak heran jika masih banyak masyarakat yang salah dalam menerapkan kaidah berbahasa Indonesia.
Hal ini mendorong dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran untuk berupaya menggairahkan orang untuk belajar bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Upaya ini dilakukan bukan dengan metode pengajaran konvensional, melainkan menggunakan metode permainan.
Permainan bahasa dan sastra Indonesia tersebut dikembangkan Dr. Lina Meilinawati Rahayu, M.Hum., Prof. Aquarini Priyatna, M.A., M.Hum., PhD, dan Baban Banita, M.Hum.
Sejak 2019, ketiganya mengembangkan permainan “Kartusa” sebagai media pembelajaran bahasa dan sastra.
Lina menjelaskan, “Kartusa” dirancang sebagai media pembelajaran yang efektif.
Hal ini merupakan implementasi dari metode pembelajaran berbasis permainan/game based learning (GBL).
Dari rujukan referensi dijelaskan bahwa metode GBL berhasil diterapkan di berbagai negara.
Metode ini berhasil memotivasi peserta didik untuk tertarik mempelajari sesuatu.
Selain menerapkan metode GBL, “Kartusa” juga mengadaptasi permainan “Karuta” dari Jepang.
Permainan ini sangat diminati dan berhasil meningkatkan literasi masyarakat Jepang.
Dua rujukan ini kemudian menjadi pertimbangkan Lina dan tim untuk mengajarkan bahasa dan sastra lewat metode permainan.
“Di beberapa negara, GBL biasanya digunakan untuk belajar matematika dan berhasil memotivasi anak untuk ingin tahu. Untuk pelajaran bahasa Indonesia kita lihat masih belum banyak, untuk itu kita coba gunakan metode ini,” kata Lina.
Melalui hibah penelitian terapan dari Ditjen Dikti, perancangan “Kartusa” atau “Kartu Sastra” dilakukan.
Penelitian Berjalan 3 Tahun
Penelitian tersebut berjalan selama tiga tahun dan ditargetkan menghasilkan enam kartu permainan.
Di tahun pertama, Lina dan tim berhasil menyusun tiga jenis kartu, yaitu: satu set kartu tokoh sastra Indonesia dan karyanya, satu set kartu kosakata berupa kata-kata dari KBBI yang jarang digunakan, serta satu set kartu sinonim.
“Kenapa sinonim yang digunakan? Karena kemampuan sinonim merupakan kemampuan kognitif berbahasa,” imbuh Lina.
Di tahun kedua, ketiganya juga berhasil menyusun tiga jenis kartu, yaitu: satu set kartu antonim, satu set kartu pantun, dan satu set karmina atau pantun kilat.
Karmina dipilih agar pemian dapat mengenal kembali jenis karya sastra klasik.
Kendati enam kartu telah berhasil dirancang di tahun kedua berjalannya penelitian, Lina dan tim kemudian mencari model permainan apa lagi yang bisa digunakan sebagai media pembelajaran bahasa dan sastra.
Dari penelaahan ditemukan bahwa saat ini generasi ini menyukai permainan berbasis papan (board game).
Hal ini pun mendorong Lina dan tim untuk menyusun board game yang mengusung tema bahasa dan sastra.
Di tahun ketiga, tiga buah board game berhasil dirancang, yaitu: “Jelajah Sastra”, “Labirin Sandiwara”, dan “Jelajah Bahasa”.
Baban menuturkan, permainan ini menggunakan basis permainan yang umum dilakukan, seperti ular tangga, labirin, serta monopoli.
Selain itu, permainan ini juga bisa dimainkan oleh pelajar sekolah dasar, menengah, atas, hingga mahasiswa.
“Materi dari permainan bisa disesuaikan dengan kurikulumnya,” kata Baban.
Permainan Sudah Diujicoba
Lebih lanjut Baban mengatakan, permainan ini sudah diujicobakan baik kepada pelajar SMA hingga mahasiswa.
Diakuinya, banyak yang kesulitan saat memainkan atau menebak tokoh sastra hingga kutipan dari karya yang dibuatnya.
Karena itu, kartu ini diharapkan dapat mempermudah dan meningkatkan minat pelajar terhadap bahasa dan sastra.
“Selama ini pelajaran bahasa dan sastra Indonesia tidak begitu diminati. Hal ini menjadikan literasi kita masih rendah. Permainan ini diharapkan akan menarik minat mereka untuk lebih senang membaca,” tambah Lina.
Selain itu, lanjut Lina, metode permainan juga dapat mendorong kerja sama antara pemain, mampu berkompetisi secara adil, mengapresiasi setiap kemenangan ataupun kekalahan, hingga menghilangkan strata antar pemain.
Baban mengatakan, ke depan, “Kartusa” akan diadaptasi ke dalam bentuk digital.
Dengan berbentuk digital, permainan ini diharapkan dapat digunakan oleh banyak orang.
“Ke depan juga bisa dijadikan lomba dengan tingkat kesulitannya yang bisa disesuaikan,” ujarnya. (*/Nis)