Bandung, WWW.PASJABAR.COM – Siapa yang tak kenal Chocodot Garut? Perpaduan antara cokelat dan dodol buatan Kiki Gumelar berhasil membuat nama Garut naik kelas dengan cara yang baru dan berbeda.
Kiki berhasil menggabungkan makanan modern tanpa meninggalkan ciri khas yang melekat pada Kota Garut.
Dari tangan kreatifnya, nama Chocodot sebagai brand cokelat lokal dari Garut kini makin dikenal luas. Sejak 2009, Kiki terus mengembangkan berbagai produk cokelat kekinian yang inovatif dan menarik.
Selain mengedepankan cita rasa yang berbeda, Chocodot juga dikenal karena namanya yang unik, seperti Cokelat Enteng Jodoh, Cokelat Hempas Panik, Cokelat Tolak Miskin, Cokelat Tahan Baper, Cokelat Pengobat Rindu, Cokelat Pereda Lebay, dan masih banyak varian lainnya.
Berkat Chocodot pula, pemilik PT Tama Cokelat Indonesia ini bisa menuntaskan sidang promosi doktor di program Doktor Ilmu Manajemen, Pascasarjana Universitas Pasundan, (26/9/2022). Belum lama ini, “Cokelat Gendis” Chocodot bahkan ikut eksis di film Lara Ati garapan Bayu Skak.
Disertasi yang disidangkan berjudul Analisis Strategi Keunggulan Bersaing Pemasaran Melalui Inovasi Produk Guna Meningkatkan Kinerja Pemasaran (Studi Kasus pada PT Tama Cokelat Indonesia di Kabupaten Garut).
“Saya mencoba menganalisis apa yang saya lakukan selama ini, karena pada dasarnya semua perusahaan harus mengedepankan inovasi agar bisnisnya tidak ketinggalan zaman,” katanya beberapa bulan lalu.
Seperti pebisnis lainnya, saat pandemi, Kiki juga mesti memutar otak dan melakukan inovasi produk. Chocodot yang semula berorientasi pada tourism, dialihkan ke daily consumption dan sekarang bergeser ke healthy product.
“Yang namanya usaha kan dinamis, inovasi seperti itulah yang harus disesuaikan. Dari disertasi saya, terbukti bahwa inovasi benar-benar meningkatkan pemasaran,” sambungnya.
Perluas Wawasan dan Relasi
Kendati sudah menjadi pengusaha mapan, Kiki terdorong untuk tetap melanjutkan studi S3 karena ingin memperluas wawasan keilmuannya.
“Sepanjang saya menjalankan usaha, saya sering diundang sebagai narasumber, mengisi undangan, atau menghadiri kelas. Walaupun dari segi praktik telah saya kuasai, tapi ternyata belum cukup dari segi keilmuan,” tuturnya.
Dengan belajar, Kiki bisa mendapatkan relasi baru dari berbagai profesi. Ia juga kerap diberi masukan terkait pengelolaan bisnis dari profesor dan dosen di Pascasarjana Unpas.
“Di awal menjalankan usaha, saya tidak memiliki konsultan, sehingga saya memilih berkonsultasi dengan orang-orang pemasaran. Tapi di Unpas saya betul-betul merasa terbimbing,” tutupnya. (*/Nis)