Bandung, WWW.PASJABAR.COM – Dilan 1990 membuktikan kesuksesannya sebagai film terlaris sepanjang 2018. Film yang diadaptasi dari novel karya Pidi Baiq itu mengantongi lebih dari 6,3 juta penonton hingga akhir penayangannya.
Popularitas film Dilan 1990 melahirkan berbagai spekulasi tentang siapa sosok di balik dua tokoh utama film tersebut, Milea dan Dilan, juga alasan Pidi Baiq menulis novel Dilan 1990.
Inspirasi hingga hal-hal yang memengaruhi penulisan novel trilogi Dilan, diceritakan Pidi Baiq dalam Webinar Inspirasi Modul Nusantara dan Bedah Buku Dilan: Dia adalah Dilanku Tahun 1990 yang diselenggarakan Universitas Pasundan, Sabtu (12/11/2022).
Tak hanya bercerita tentang percintaan, novel Dilan juga menyisipkan nilai agama, heroisme, sosial, seni, budaya, dan kisah-kisah anak muda.
Novel Dilan banyak diburu karena mengisahkan romansa anak SMA yang tidak biasa dengan latar belakang 1990-an dan sensasi humor yang agak nyeleneh.
Bahasa yang digunakan juga ringan untuk dibaca, hingga penggambaran tokoh Dilan dan Milea yang inspiratif, dilihat dari percintaan, kesetiakawanan, sampai pandangan hidup.
Baginya, tidak ada cara khusus untuk mendapatkan ide. Pidi Baiq mengatakan, ide cerita novel Dilan justru muncul dan dipengaruhi situasi saat dia berada di Rusia.
“Ketika di Rusia, saya merindukan Bandung. Saya berpikir mengapa saya rindu Bandung, khususnya tempat tinggal saya, Ciwastra. Padahal, secara visual Ciwastra tidak lebih indah dari Rusia,” katanya.
Menurutnya, untuk membuat sebuah karya, tidak cukup jika hanya memikirkan selera sendiri, tapi juga selera masyarakat. Bisa jadi, percintaan remaja era 1990-an dan setting Kota Bandung yang khas menjadi pembeda novel Dilan dengan novel lainnya.
“Kenapa Ciwastra, bukan Rusia? Karena di sanalah saya jatuh cinta, berantem, bolos sekolah, dan putus cinta. Ciwastra jadi tempat yang memberikan cerita masa remaja, sehingga Ciwastra lebih terlibat dalam hidup saya,” jelasnya.
Dasar pemikiran itulah yang melahirkan kutipan ikonik “Dan Bandung, bagiku, bukan cuma masalah geografis, lebih jauh dari itu melibatkan perasaan, yang bersamaku ketika sunyi” yang terpampang di tembok jembatan dekat alun-alun Bandung.
“Dibanding teori, yang terpenting dari sebuah cerita adalah emosi. Waktu produksi film Dilan, saya yang mengatur emosinya, karena saya yang tahu. Meski ada kekurangan teknis, setidaknya penonton tetap bisa menikmatinya karena emosional,” tambahnya. (*/Nis)
JAKARTA, WWW.PASJABAR.COM -- Untuk memperkuat bisnis, bank bjb menjalin berbagai sinergi strategis demi memberikan manfaat…
BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM – Aksi korporasi bank bjb kembali mencatatkan pencapaian gemilang. Obligasi Keberlanjutan atau Sustainability…
BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM - Persib Bandung kontra Borneo FC dalam lanjutan Liga 1 2024/2025 berangsung sengit. Tampil…
BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM -- Wakil Ketua DPR RI Cucun Syamsurijal melaporkan MA anggota DPRD Kabupaten Bandung…
KABUPATEN BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM -- Wakil Ketua DPP PKB, Cucun Syamsurijal mengatakan jika pesta demokrasi (Pilkada)…
WWW.PASJABAR.COM -- Ketua Umum PSSI, Erick Thohir, memberikan pernyataan terkait peluang kiper Como 1907, Emil…