Bandung, WWW.PASJABAR.COM – Masyarakat di Desa Gorontalo, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, dihadapkan dengan permasalahan krisis air bersih.
Terdapat kandungan kapur yang tinggi dalam sumur yang menjadi sumber air masyarakat setempat.
Berangkat dari permasalahan tersebut, dosen Oseanografi ITB tergerak untuk melakukan pengabdian pada masyarakat di Desa Gorontalo, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, NTT.
Pengabdian tersebut mengangkat judul “Pembuatan Komodorosis (Seawater Extraction dengan Prinsip Reverse Osmosis) di Wilayah Pesisir Timur Indonesia.”
“Komodorosis ini adalah alat yang digunakan untuk mengekstraksi air laut dengan menerapkan konsep reverse osmosis. Nama ‘Komodo’ kami ambil agar dapat merepresentasikan wilayah yang kami fokuskan, yakni di Kecamatan Komodo. Sementara reverse osmosis sendiri merupakan proses pemisahan pelarut yang memiliki konsentrasi zat tinggi (air laut), melalui membrane semipermeable yang memiliki kerapatan nano mikron, ke zat yang memiliki konsentrasi lebih rendah (air tawar),” ungkap Dr.rer.nat. Rima Rachmayani, S.Si., M.Si., selaku ketua peneliti.
Kegiatan pengabdian masyarakat ini mendapat dukungan penuh dari Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) ITB.
Dalam pelaksanaannya, ia berkolaborasi dengan 3 dosen lainnya, yakni Prof. Dr.Eng. Nining Sari Ningsih, MS., dan Dr. Lamona Irmudyawati Bernawis, M.Sc., dari Oseanografi ITB, serta Dr. Dyah Wulandari Putri, S.T., M.T., dari Teknik Lingkungan ITB. Selain itu, kegiatan ini juga menggandeng beberapa mahasiswa Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian 2020.
Alat ini berhasil dikembangkan berkat ide awal para mahasiswa tersebut dalam tugas mata kuliah Pengantar Rekayasa dan Desain (PRD) saat duduk di bangku TPB.
Tim sudah melakukan pengujian Komodorosis dengan menggunakan sampel air dari Pantai Ancol, Jakarta Utara dan Pantai Karangsong, Indramayu.
Total Dissolved Solids (TDS) yang terkandung mulanya mencapai 1.500 mg/L. Namun ketika dimasukkan ke dalam alat ini, TDS tersebut dapat ditekan hingga kurang dari 200 mg/L.
Selanjutnya Rima menjelaskan bahwa berdasarkan hasil pengujian di Laboratorium Kualitas Air Teknik Lingkungan ITB, ia optimistis jika diaplikasikan di Kecamatan Komodo, alat ini bisa berfungsi dengan baik dan dapat dihasilkan air bersih yang layak minum.
Pada 23-25 Oktober yang lalu, tim pengabdian tersebut telah menyambangi langsung Kecamatan Komodo dan melakukan pengujian.
Didapati TDS di pesisir Labuan Bajo berkisar 700 mg/L dan setelah dimasukkan ke dalam Komodorosis, nilainya berkurang menjadi 70-100 mg/L saja.
Hal ini sudah sesuai dengan standar baku mutu air minum yang ditetapkan oleh Permenkes
Alat Komodorosis yang diciptakan juga dilengkapi filter lainnya untuk menghalau UV, zat kapur, pasir, dan endapan.
Air yang dihasilkan tidak berasa dan berbau karena telah melewati karbon penyaring.
Selain itu, Komodorosis dikemas dalam bentuk dispenser dan memiliki pemanas di dalamnya, membuat air yang dihasilkan dapat langsung dikonsumsi.
Selain melakukan pengujian langsung, juga diadakan sosialisasi dampak perubahan lingkungan terhadap laut dan kaitannya dengan ketersediaan air bersih.
Sosialisasi tersebut dilangsungkan di Politeknik El Baju Commodus.
Pengabdian masyarakat ini juga menjalin mitra dengan Komodo Water, sebuah perusahaan socio-entrepreneur yang menaruh perhatian terhadap akses air minum sehat untuk masyarakat di kepulauan dengan memanfaatkan energi terbarukan.
Ke depannya, Rima berharap agar Komodorosis dapat dikembangkan lebih baik lagi.
“Semoga pengabdian masyarakat ini terus berkelanjutan dan kelak bisa menjadi percontohan bagi daerah-daerah yang juga tengah memerangi krisis air bersih,” terangnya ketika diwawancara reporter Humas ITB. (*/Nis)