JAKARTA, WWW.PASJABAR.COM — Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyimpulkan bahwa telah terjadi perselingkuhan antara Putri Candrawathi dengan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J di Magelang, Jawa Tengah pada Kamis 7 Juli 2022 silam.
“Sekira sore hari di rumah saksi Ferdy Sambo di Magelang, terjadi perselingkuhan antara korban Nofriansyah Yosua Hutabarat dengan saksi Putri Candrawathi,” kata tim JPU di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (16/1/2023).
Hal itu disimpulkan melalui keterangan saksi Putri Candrawathi nomor 210, keterangan Kuat Ma’ruf nomor 124, 125, dan 50. Serta keterangan Aji Febriyanto selaku ahli poligraf, dan berita acara pemeriksaan poligraf.
Dilansir dari ANTARA, Tim JPU dalam perkara dugaan pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J) juga menilai bahwa Kuat Ma’ruf mengetahui Yosua keluar dari kamar tidur Putri yang berada di lantai dua rumah Magelang. Sehingga mengakibatkan keributan antara Kuat dan Yosua.
Keributan tersebut dibuktikan dengan peristiwa Kuat Ma’ruf yang mengejar Yosua sambil membawa sebilah pisau dapur.
“Bahwa benar korban Nofriansyah Yosua Hutabarat keluar dari kamar saksi Putri Candrawathi di lantai dua rumah Magelang. Diketahui oleh terdakwa Kuat Ma’ruf. Sehingga terjadi keributan antara terdakwa Kuat Ma’ruf dan korban Nofriansyah Yosua Hutabarat. Hal itu akibatkan terdakwa Kuat Ma’ruf mengejar korban Nofriansyah Yosua Hutabarat dengan menggunakan pisau dapur,” jelas jaksa.
Kuat Ma’ruf Bantah Ikut Rencanakan Pembunuhan
Tim Jaksa Penuntut Umum membantah keterangan terdakwa kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J), Kuat Ma’ruf, yang mengatakan bahwa dirinya tidak ikut merencanakan pembunuhan Brigadir J bersama Ferdy Sambo dan terdakwa lainnya.
“Kami membantah keterangan tersebut karena berdasarkan keterangan saksi Rifaizal Samual dan saksi Sulap Abo dari Polres Metro Jakarta Selatan yang telah melakukan ‘interview‘ kepada terdakwa Kuat Ma’ruf di Duren Tiga bahwa telah terjadi tembak menembak antara saksi Richard Eliezer dengan korban Nofriansyah Yosua Hutabarat,” kata Tim Jaksa Penuntut Umum di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta.
Dalam persidangan sebelumnya, Kuat Ma’ruf menyampaikan bahwa dirinya baru mengetahui skenario tembak-menembak di Kantor Provos setelah diberitahu oleh Ferdy Sambo.
Akan tetapi, berdasarkan kesaksian mantan Kanit 1 SatReskrim Polres Metro Jakarta Selatan Rifaizal Samual dan mantan anggota Reskrimum Polres Metro Jakarta Selatan Sulap Abo, Kuat Ma’ruf telah menyampaikan skenario tembak-menembak sejak diperiksa di Duren Tiga.
Kuat Ma’ruf menceritakan kepada Samual dan Sulap Abo bahwa dirinya sedang menutup balkon lantai dua dan mendengar suara tembakan. Setelah mendengar suara tembakan, Kuat Ma’ruf kemudian tiarap.
“Keterangan saksi Rifaizal Samual dan saksi Sulap Abo tersebut sesuai dengan keterangan saksi Benny Ali dan Susanto Haris dari Provos. Mereka berasal dari dua instansi berbeda serta tidak berkomunikasi sebelumnya,” ucap jaksa.
“Dengan demikian, tidak mungkin terdakwa Kuat Ma’ruf tidak mengetahui dan tidak terlibat dalam perampasan nyawa korban Nofriansyah Yosua Hutabarat,” kata jaksa melanjutkan.
Kuat Ma’ruf Dihukum 8 Tahun Penjara
Atas perbuatannya, Tim Jaksa Penuntut Umum menuntut Kuat Ma’ruf hukuman pidana penjara selama delapan tahun.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Kuat Ma’ruf dengan pidana penjara selama delapan tahun,” ucap Jaksa Penuntut Umum Rudy Irmawan saat membacakan tuntutan di hadapan Ketua Majelis Hakim Wahyu Iman Santoso, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta.
Selain Kuat Ma’ruf, empat terdakwa lainnya adalah Ricky Rizal, Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, dan Richard Eliezer. Kelima terdakwa ini didakwa melanggar Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (ran)