BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM — Angka inflasi Kota Bandung tinggi, Pemkot Bandung pun evaluasi rencana kenaikan tarif layanan Perumda Tirtawening Kota Bandung.
“Ya inflasi Kota Bandung memang tinggi, dan kenaikan tarif layanan Perumda Tirtawening menyumbang inlasi sekitar 1,77 persen. Sehingga kami memutuskan untuk menunda kenaikan tarif ini, untuk segera melakukan evaluasi,” ujar Wali Kota Bandung, Yana Mulyana.
Yana mengatakan, kenaikan tarif ini memang bukan sesuatu hal yang mudah, di satu sisi Perumda Tirtawening belum pernah melakukan kenaikan tarif sejak sekitar 10 tahun yang lalu. Di sisi lain, warga tengah dilanda kesulitan ekonomi. Sehingga kenaikan salah satu kebutuhan pokok, bukanlah hal yang mudah.
“Namun, harus dipahami bahwa 1 kubik air itu, tidak sama dengan 1 liter, melainkan 1.000 liter. Sehingga, jika kenaikan tarif sebear Rp9.000 per kubik, berarti satu liternya hanya naik Rp9,” papar Yana.
Selain itu, Yana mengatakan Perumda Tirtawening juga memiliki berapa komponen yang harus dipertimbangkan. Seperti pelayanan air bersih, penggunaan air minimal dan tarif layanan air limbah.
Meski demikian, Yana mengatakan pihaknya meminta Perumda Tirtawening untuk melakukan evaluasi terkait kenaikan tarif ini. Kemungkinan memang akan ditunda, namun ada pilihan lain dengan tetap menaikkan tarif. Tetapi besarannya akan dievaluasi lagi.
“Kalaupun tarif tetap akan naik, kemungkinan besarannya tidak akan seperti sekarang,” tuturnya.
Kapan Tarif Akan Berubah?
Disinggung kapan kenaikan tarif ini akan berubah, Yana mengatakan belum tahu persis, karena sekarang masih dalam tahap evaluasi. Sehingga kemungkinan besar untuk tagihan Februari, tarif yang berlaku masih sama seperti sekarang.
Dikonfirmasi terpisah, Direktur Utam (Dirut) Perumda Tirtawening Kota Bandung Sonny Samili mengaku sudah melakukan pengamatan selama sekitar dua bulan kenaikan tarif diberlakukan.
Dari pelanggan yang datang ke loket di Jl Badaksinga, yang datang datang 6.110 pelanggan. Untuk yang datang dan langsung bayar 4.520 pelanggan atau setara dengan 74 persen.
“Bahkan mereka tidak mempertanyakan kenaikan tarif ini,” terang Sonny.
Sekitar 720 pelanggan atau 11 persen lainnya datang ke loket, lalu mempertanyakan kenaikan. Kemudian menyesalkan kenaikan dilakukan tanpa melakukan ssialisasi secara besar-besaran, namun tetap membayar.
“Di sini, kami menyimpulkan bahwa, sosialisasi paling efektif memang ketika kita bertemu langsung dengan pelanggan,” tambahnya.
Sisanya, sekitar 15 persen menurut Sonny datang, namun kembali lagi karena tidak membawa uang cukup untuk membayar tagihan. Walaupun pada akhirnya mereka tetap melakukan pembayaran.
14 Persen Pelanggan Tidak Membayar Tagihan
Dari seluruh pelanggan Perumda Tirtawening, Sonny mengatakan ada sekitar 14 persen, atau sekitar 19 ribu pelanggan yang tidak membayar tagihan selama dua tahun.
“Mereka ini, merupakan pelanggan yang tidak membayar tagihan, meskipun tarif naik, turun atau tetap. Sementara dari hasil survei, ada pelanggan yang telat bayar sebanyak 1 persen, karena mereka tidak mengetahui kenaikan. Namun, pada akhirnya mereka tetap membayar,” bebernya.
Sonny mengakui, untuk sementara, evaluasi yang bisa dilakukan olehnya baru tahap pengamatan survei langsung di lapangan. Selain survei langsung ke pelanggan, Sonny mengakui memang ada beberapa keluhan yang disampikan warga melalui media sosial. Namun ketika yang bersangkutan diminta nomor pelanggan, mereka tidak memberikan.
“Kalau tidak memberikan nomor pelanggan, kami menganggap mereka memang bukan pelanggan kami,” tegasnya.
Untuk itu, Sonny menegaskan, keluhan yang disampaikan lewat media ssosial memang akan dipertimbangkan. Namun, pihaknya jelas menganggap kondisi di lapangan merupakan yang paling nyata.
Pada akhirnya, apapun keputusan Wali Kota sebagai pimpinan, Sonny mengatakan pihaknya tetap akan menghormati keputusan tersebut.
“Perumda Tirtawening akan dukung kebijakan Wali Kota, apapun itu,” tuturnya. (put)