BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM – Permainan engklek dimodifikasi oleh Tim peneliti Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran. Hal ini bertujuan untuk mengembangkan literasi anak dengan menyenangkan.
Tim peneliti yang terdiri atas Dr. Taufik Ampera, M. Hum., Nani Darmayanti, M. Hum., Ph.D., dan Inu Isnaeni Sidiq, M.A., Ph.D. memberi nama permainan engklek modifikasi dengan “Engklek Rancagé”.
“Perbedaan dengan permainan engklek tradisional yaitu dalam permainan engklek modifikasi terdapat gambar-gambar dan muatan materi yang dapat meningkatkan literasi para pemain, keterampilan bercerita atau mendongeng, bernyanyi, mewarnai dan menggambar, termasuk bermain peran,” kata Taufik selaku ketua tim peneliti yang dilansir Pasjabar dari unpad.ac.id pada Sabtu (6/1/2024).
Taufik menjelaskan, modifikasi permainan engklek dibuat berdasarkan dua kelompok umur yang disesuaikan dengan perkembangan literasi anak, yaitu untuk usia 5-6 tahun dan 7 tahun ke atas.
Untuk anak usia 5-6 tahun, modifikasi permainan engklek dilakukan dengan menambahkan huruf dan angka pada setiap kotak. Hal ini bertujuan untuk memberikan stimulus kepada anak-anak tentang literasi membaca awal. Selain itu, permainan ini juga dapat menambah kosa kata anak-anak tentang berbagai hal yang ada di sekelilingnya.
Modifikasi permainan engklek untuk anak usia 5-6 tahun dilengkapi buku saku yang berisi tentang berbagai gambar yang umumnya dikenal anak, lagu anak, dan puisi anak.
“Selain pengembangan aspek bahasa dalam menstimulasi, dapat juga dikembangkan aspek lainnya seperti aspek moral dan agama, motorik, seni, sosial emosional dan kognitif anak,” jelas Taufik.
Untuk anak usia 7 tahun ke atas, modifikasi permainan ini dilakukan dengan cara menambahkan gambar-gambar pada setiap kotak sesuai dengan tema, seperti berbagai jenis hewan, bunga, alat transportasi, dan benda-benda ruang angkasa pada setiap bidang permainan. Tujuannya untuk meningkatkan literasi dan menggali potensi anak. Permainan juga dilengkapi buku ensiklopedi anak yang bersifat tematik.
“Modifikasi engklek bukan hanya berfungsi untuk mengembangkan aspek perkembangan sosial dan emosional, melainkan juga untuk mengembangkan budaya literasi, aspek kognitif, dan keterampilan bercerita (mendongeng), bernyanyi, menari dan berpuisi.” ungkap Taufik.
Terkait cara bermain, Taufik menjelaskan bahwa bermain Engklek Rancagé tidak banyak berbeda dengan permainan engklek tradisional.
“Cara melempar gaco dan melompat pada setiap bidang tetap sama dengan permainan engklek tradisional. Perbedaannya pada saat pemain gagal melempar gaco atau gaco keluar bidang permainan, serta pemain gagal melompat dalam melewati setiap bidang, maka pemain harus memilih salah satu kartu yang disediakan,” jelas Taufik.
Terdapat kartu bernomor 1,2,3 dan 4 yang masing-masing memiliki instruksi yang berbeda. Kartu nomor (1) tentang deskripsi gambar pada setiap kotak. Kartu nomor (2) tentang lagu setiap gambar pada setiap kotak. Kartu nomor (3) tentang dongeng atau puisi setiap gambar pada setiap kotak. Kartu nomor (4) tentang keterampilan menggambar atau mewarnai.
“Jika pemain memilih kartu nomor 2 maka pemain harus bernyanyi sesuai dengan gambar, misalnya menyanyikan lagu Naik Kereta Api. Jika pemain memilih kartu nomor 3 maka pemain harus mendongeng atau bercerita tentang gambar yang ada dalam kotak, misalnya dongeng Ayam Jago yang Cerdik, dan seterusnya. Setelah pemain melakukan kegiatan sesuai dengan kartu yang dipilihnya, permainan enklek dilanjutkan kembali pada pemain berikutnya,” jelas Taufik.
Melalui modifikasi engklek, tim peneliti menawarkan teknik belajar melalui bermain. Belajar melalui bermain merupakan satu teknik pengajaran dan pembelajaran yang dapat menumbuhkan kesan kepada anak sejak usia dini. Dengan melalui teknik ini juga akan memberikan kesenangan dan kepuasan kepada mereka dalam suatu kegiatan yang dipelajarinya.
Modifikasi permainan engklek telah disosialisasikan dan diujicobakan pada workshop “Modifikasi Permainan Tradisional Engklek untuk Meningkatkan Literasi Anak” pada 4 November 2023 di Aula Gedung B Fakultas Ilmu Budaya Unpad. Acara ini diikuti oleh 160 orang guru Taman Kanak-Kanak dari Ikatan Guru Taman Kanak-Kanak Indonesia (IGTKI)- PGRI Kecamatan Karawang Barat.
Dikatakan Taufik, permainan engklek dipilih karena tim melihat bahwa saat ini permainan tradisional, khususnya permainan engklek mulai tergeser dengan permainan modern berbasis teknologi.
“Untuk itu perlu dilakukan modifikasi terhadap permainan engklek agar mampu bersaing dengan permainan modern berbasis teknologi yang terkadang hanya bersifat individual sosial dan pasif.” ujar Taufik.
Lebih lanjut Taufik mengatakan bahwa modifikasi permainan tradisional dapat menjadi salah satu solusi untuk membuat permainan tradisional kembali eksis dan tidak menghilangkan nilai budaya dan karakternya.
“Mudah-mudahan hasil modifikasi permainan engklek ini dapat bermanfaat untuk meningkatkan literasi anak atau para pemain. Serta dapat memberikan sumbangan dalam pemajuan kebudayaan, khususnya pemajuan objek kebudayaan permainan tradisional,” harapnya. (*/ran)
BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM - Persib Bandung kontra Borneo FC dalam lanjutan Liga 1 2024/2025 berangsung sengit. Tampil…
BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM -- Wakil Ketua DPR RI Cucun Syamsurijal melaporkan MA anggota DPRD Kabupaten Bandung…
KABUPATEN BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM -- Wakil Ketua DPP PKB, Cucun Syamsurijal mengatakan jika pesta demokrasi (Pilkada)…
WWW.PASJABAR.COM -- Ketua Umum PSSI, Erick Thohir, memberikan pernyataan terkait peluang kiper Como 1907, Emil…
WWW.PASJABAR.COM -- Insting Shin Tae-yong sebagai pelatih terbukti dengan memasang Marselino Ferdinan sebagai starter saat…
KABUPATEN BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM -- Banjir kembali melanda Dayeuhkolot dan Bojongsoang meski sudah dibangun berbagai infrastruktur…