BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM – Saat ini harga beras mengalami kenaikan di berbagai pasar tradisional di Indonesia. Harga beras medium kini mencapai harga Rp18.000-Rp20.000 perkilogramnya. Harga tersebut melampaui harga eceran tertinggi (HET) yang telah ditetapkan pemerintah.
Dengan kenaikan harga beras ini, Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung pun menggelar operasi pasar beras murah untuk meringankan beban warganya. Akibat mahalnya harga beras saat ini, warga pun rela mengantre berjam-jam bahkan datang lebih pagi untuk mendapatkan beras dengan harga yang lebih murah.
Pengamat Ekonomi Universitas Pasundan Acuviarta, S.E., M.E. menanggapi kenaikan harga beras saat ini. Menurutnya faktor naiknya harga beras adalah gabungan dari produksi hingga tata kelola perdagangan.
Dari sisi produksi, El Nino menyebabkan musim tanam mundur yang berdampak pada penundaan dan penurunan produksi padi. Sementara dari sisi tata kelola, kebijakan impor dan distribusi juga memainkan peran penting dalam menentukan harga beras.
“Salah satunya faktor El Nino, stok tidak mencukupi meski data statistik mengatakan cukup. Posisi stok di Bulog atau masyarakat jelas masih kurang,” kata Acuviarta yang Pasjabar lansir dari unpas.ac.id pada Selasa (27/2/2024).
Acu mengatakan keterlambatan pemerintah menempuh kebijakan impor beras atau inside lag juga menyebabkan kelangkaan di pasaran. Sehingga berakibat pada peningkatan harga.
Momen Pemilu Disinyalir Membuat Harga Beras Naik
Menurutnya momentum Pemilu bersamaan dengan maraknya program Bantuan Sosial (Bansos) disinyalir menjadi indikasi naiknya harga beras.
“Bansos mengambil beras dari pasar pemasok lokal, sehingga mengakibatkan kelangkaan. Paling tidak, (seharusnya) Bansos ini dari beras impor,” ujarnya.
Ia menekankan, tingginya harga beras dan pangan lainnya tidak bisa dibiarkan, terlebih pertengahan Maret sudah memasuki bulan Ramadan. Pasokan beras Bulog yang serapannya hanya sedikit harus dimaksimalkan saat panen raya.
“Yang mesti dioptimalkan adalah pengendalian dan pengawasan oleh Satgas Pangan, karena pasti ada praktik pedagang yang menimbun. Spekulan (tindakan pelaku pasar untuk mencari keuntungan besar) menjelang bansos meningkat, sehingga harga penjualan naik,” paparnya.
“Oknum spekulan kerap memanfaatkan momentum. Berkaca pada bansos untuk menekan angka stunting, harga telur tiba-tiba melejit. Agar belanja pemerintah naik, maka harga juga didorong naik oleh oknum perdagangan besar,” tambahnya.
Acu berharap, tidak hanya menindak pelaku usaha yang menimbun, namun dalam jangka pendek, operasi pasar murah juga bisa diadakan secara merata di berbagai daerah. (*/ran)