*)CAHAYA PASUNDAN
Oleh: Prof. Dr. H. Ali Anwar, M.Si (Ketua Bidang Agama Paguyuban Pasundan)
Islam merupakan nilai-nilai dasar yang diturunkan Allah untuk menjadi pedoman hidup manusia di muka bumi. Seseorang yang menerima dan menyatakan diri sebagai penganut Islam disebut muslim. Bentuk jamaknya adalah “muslimuun” atau umat Islam. Umat itu sendiri artinya komunitas yang dalam pengertian sebenarnya berbeda dengan arti komunitas (community) dalam pemikiran Barat. Umat merupakan kelompok orang-orang beriman yang bersatu atas dasar politik dan agama dan bersumber pada firman Tuhan serta sama-sama merasa bangga pada wahyu yang terakhir kali diturunkan kepada Rasul-Nya. (Marcel Bisard, hlm 194)
Secara etimologis, kata “ummat (ummah)” diambil dari kata “amma” yang mengandung arti: ikhtiar, Gerakan, kemajuan dan tujuan atau jalan. Dengan demikian, kata “ummat” dapat diartikan sebagai jalan yang nampak jelas dan sekelompok manusia menuju jalan tersebut.
Istilah yang hampir sepadan dengan kata “umat” sebagai suatu komunitas, seperti yang banyak digunakan dalam literatur Islam adalah berikut ini:
- Qabilah, istilah ini termasuk dalam istilah kuno, artinya menunjukan sekumpulan individu manusia yang memilih tujuan atau kiblat yang sama. Ikatan yang paling kuat antara individu dalam kelompok masyarakat ini adalah kesamaan kiblat atau arah yang dituju dan biasanya mereka berempat tinggal di padang gembalaan, karena setiap kabilah memiliki tempat tinggal di tempat gembalaannya.
- Qaum, kehidupan kelompok ini dibangun atas dasar menegakkan individu dengan berserikat dan bersatu dalam menyelesaikan suatu pekerjaan. Artinya, setiap anggota kaum mendalami suatu kawasan tertentu dan bersama-sama menunaikan pekerjaan yang sama.
- Sy’ab, “sya’aba”, dan “insyi’ab” semuanya berasal dari asal kata yang satu, artinya setiap anak manusia di muka bumi ini hidup bercabang-cabang. Setiap cabang mirip dengan cabang yang lain, artinya mereka terpisah menjadi beberapa kelompok, sedangkan masyarakat adalah cabang sekelompok manusia yang terpisah darinya.
- Thabaqah (strata atau kelas), adalah sekelompok manusia yang kehidupannya hampir sama. Mereka membentuk strata (lapisan atau kelas), kemudian menempati kehidupan, kedudukan, pekerjaan, indikasi sosial dan pendapatan materi yang mirip, bahkan sama, yang dalam istilah asing disebut dengan social class. Dengan demikian, ikatan mereka melalui persekutuan dalam pekerjaan, pendapatan, warna kehidupan, terutama posisi dan kedudukan mereka dalam masyarakat.
- Mujtama’ atau jami’ah, artinya kumpulan manusia atau suatu masyarakat suatu masyarakat di suatu tempat. Kata ini sekarang merupakan istilah di kalangan umum yang dikategorikan sebagai istilah ilmiah. Istilah popular yang sepadan dengan kata ini adalah sociate.
- Tha-ifah adalah perkumpulan manusia yang melingkari satu proses tertentu atau mengelilingi zona tertentu. Istilah ini dapat juga diartikan sekelompok manusia yang hidup di kawasan tertentu dan berpindah-pindah. Biasanya kawasan yang dihuninya adalah tempat gembalaan ternaknya.
Keenam istilah tersebut dalam pandangan etimologi sosiologis, memiliki kesamaan makna dengan istilah umat, yaitu suatu komunitas masyarakat. Akan tetapi, secara terminologis, umat memiliki perbedaan dengan keenam istilah tersebut. Perbedaannya seperti diungkapkan oleh Ali Syari’ati bahwa umat mengandung kemanusiaan yang maju dan berkembang atau bersifat dinamis, sedangkan istilah Qabilah, Qaum, Sy’ab, Thai-fah, Thabaqoh dan Mujtama, cenderung bersifat statis. Atas dasar itu, umat mengandung pengertian:
- Kesamaan visi dan misi
- Perjalanan ke arah visi dan misi tersebut, dan
- Keharusan adanya kepemimpinan dan petunjuk yang sama.
Dari pengertian tersebut, maka umat merupakan kumpulan manusia, yang sepakat dalam tujuan yang sama dan saling membantu agar bergerak kea rah tujuan yang diharapkan berdasarkan kepemimpinan yang sama.
Umat Islam bukanlah kelompok yang tertutup (eksklusif), tetapi kelompok yang sangat terbuka terhadap pihak lain bahkan terhadap perubahan-perubahan yang datang dari luar sepanjang sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam. Ajaran Islam sangat adaptif terhadap budaya masyarakat, bahkan pada waktu tertentu dapat mengadopsi nilai-nilai budaya (‘urf) sebagai bagian dari ajaran Islam. Dengan demikian, umat Islam merupakan masyarakat yang terbuka dan dinamis serta selalu berorientasi pada masa depan yang lebih baik tanpa meninggalkan nilai-nilai dasar yang menjadi pijakannya. (ran)