Oleh: Prof. Dr. H. Ali Anwar, M.Si (Ketua Bidang Agama Paguyuban Pasundan)
Islam memiliki keistimewaan dan karakteristik tersendiri yang berbeda dengan agama lainnya di dunia. Di antara keistimewaan yang dimiliki oleh Islam, seperti yang diungkapkan oleh para agamawan Barat adalah berikut ini.
Dari keistimewaan yang dimiliki oleh agama Islam, lahirlah karakteristik atau ciri-ciri pemeluknya (umat Islam) yang meliputi berikut ini.
“Manusia itu adalah umat yang satu (setelah timbul perselisihan), maka Allah mengutus para nabi, sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan. Dan Allah menurunkan bersama kitab dengan benar untuk memberikan keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. Tidaklah berselisih tentang kitab itu, melainkan orang yang telah didatangkan kepada mereka Al-Kitab, yaitu setelah datang kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, karena dengki antara mereka sendiri. Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentang hal yang mereka perselisihkan itu dengan kehendak-Nya kepada jalan yang lurus.” (Q.S Al-Baqarah [2]:213)
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang peling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Q.S. Al-Hujurat [49]:13)
“Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Q.S. Al-Hujurat [49]:13)
Dari ayat di atas, dapat diungkapkan bahwa Islam mengembangkan kesatuan dan kesamaan, baik kesetaraan gender meupun ras dan etnik. Oleh karena itu, Islam sangat membenci diskriminasi gender dan diskriminasi rasial. Firman Allah SWT:
“Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik, dan sesungguhnya akan Kami berikan balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (Q.S. An-Nahl [16]:97)
Gambaran tentang persamaan dan kesetaraan terungkap pula pada pesan-pesan simbolik ritual Islam, seperti shalat dan haji. Kesamaan bacaan dan gerakan shalat dan kesamaan kedudukan jamaah pada shalat berjamaah mengisyaratkan persamaan dan kesetaraan manusia di hadapan Allah. Tidak ada perbedaan antara orang kaya dan orang miskin dalam shalat. Semua ruku dan sujud dan tunduk kepada imam. Demikian pula pada pelaksanaan ritual haji, semua orang berpakaian sama, kain ihram tanpa jahitan yang melambangkan kesamaan manusia di hadapan Allah. Dengan demikian, agama Islam, baik tersurat dalam teks ayat-ayat Al-Quran maupun tersirat dalam berbagai symbol ritual lebih berpihak pada persamaan dan kesetaraan serta antidiskriminasi.
“Dan bagi orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka.” (Q.S. Asy-Syura [42]:38)
Dalam ayat di atas tampak bahwa tegaknya masyarakat dapat tercapai manakala masyarakat menaati hukum-hukum Allah, menjalin hubungan yang konsisten, dan terus-menerus berhubungan dengan Allah melalui ibadah, serta menjaga dan mengembangkan hubungan sosial atas dasar saling memperhatikan dan kasih sayang.
“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat dengan takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Q.S Al-Maidah [5]:8)
Adil merupakan ciri dari ketakwaan. Oleh karena itu, keadilan yang dimiliki seseorang memiliki dampak sosial yang luas. Hukum yang ditegakkan secara adil akan berdampak pada lahirnya harapan dan optimisme masyarakat untuk menerima apa yang semestinya diterima. Dengan demikian, dalam masyarakat yang menjunjung tinggi keadilan akan lahir ketentraman dan kesentosaan.
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (pada masa jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah menjinakkan antara hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara dan kamu daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat kepadamu agar kamu mendapat petunjuk.” (Q.S. Ali Imran [3]: 103)
Dalam ayat di atas, hubungan dengan Allah dijadikan dasar bagi terwujudnya persatuan dan kesatuan umat juga merupakan faktor pemersatu dan menjadi dasar bagi kebersamaan dan persaudaraan di kalangan umat.
“Setiap kamu adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan ditanya (diminta pertanggungjawaban) terhadap apa yang dipimpinnya.” (H.R. Bukhari – Muslim)
Pentingnya kepemimpinan dalam Islam bukan hanya sekadar imbauan, tetapi lebih jauh menjadi kewajiban untuk ditegakkan dan ditaati.
“Hai orang-orang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya, dan Ulil Amri di antara kamu, kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (Q.S. An-Nisaa [4]: 59)
Taat kepada pimpinan merupakan kelanjutan dari taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Hal ini mengandung arti bahwa ketaatan kepada pimpinan bukan tanpa reserve dan membabi buta, tetapi kepemimpinan yang didasari nilai-nilai Ilahiyah yang menjadi misi Rasul.
“Hal orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum, mengolok-ngolokan kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) lebih baik daripada mereka yang mengolok-ngolokkan, dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olokkan) para wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita-wanita (yang mengolok-olokkan) dan jangan kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barang siapa yang tidak berobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” (Q.S. Al-Hujurat [49]: 11). (ran)
BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM - Pertamina Fastron siap memeriahkan festival musik Pestapora 2024, yang akan diadakan di…
BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM - Harga beberapa komoditas pangan mengalami kenaikan pada Jumat (20/9/2024) pagi. Dilansir dari…
BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM - Bakal calon Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menghadiri acara Dialog Kebhinekaan di…
BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM - Dinas Sosial (Dinsos) Kota Bandung bersama dengan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)…
Oleh: Prof. Dr. H. Ali Anwar, M.Si (Ketua Bidang Agama Paguyuban Pasundan) BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM — Ajaran…
BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM -- West Java Investment Summit 2024 yang sudah berjalan ke enam kalinya mencatatkan…