BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM — Ahli vulkanologi dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Dr. Mirzam Abdurachman, S.T., M.T., mengatakan jika erupsi Gunung Ruang bisa terjadi lagi di tahun 2036 mendatang.
Hal tersebut diungkapkannya setelah dirinya diskusi dengan Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI), mengenai erupsi Gunung Ruang yang hingga saat ini masih aktif.
Seperti dikutip dari siaran pers ITB, Selasa (7/5/2024) jika Gempa bumi yang terjadi di Pulau Doi pada tanggal 9-14 April 2024, diikuti dengan erupsi Gunung Ruang pada tanggal 16 April, membuka peluang untuk memprediksi letusan gunung berapi dalam jangka panjang.
Berdasarkan data letusan Gunung Ruang dari tahun 1808 hingga 1940, Dr. Mirzam menemukan pola siklus letusan dengan rata-rata 32,25 tahun. Analisis data ini menunjukkan bahwa letusan kuat tidak terjadi setiap tahun, dan tercatat pada tahun 1810, 1817, 1840, 1870, 1904, 1905, dan 1940. Jika pola ini berlanjut, letusan kuat berikutnya diprediksikan terjadi antara tahun 1972 dan 2036.
“Namun, perlu diingat bahwa pola ini tidak selalu tepat dan letusan besar dapat terjadi di luar periode prediksi. Hal ini terlihat pada tahun 2002 dan 2004, di mana terjadi letusan besar yang tidak sesuai dengan pola 32,25 tahun,” tuturnya.
Sehingga, menurutnya kita perlu selalu waspada terhadap kemungkinan terjadinya letusan sisa rentang periode 2004-2036. “Dua gempa kemarin yang diikuti erupsi Gunung Ruang sudah menjadi pertanda akan isi perut gunung ruang yang belum dikeluarkan sepenuhnya pada prediksi letusan periode 2004,” ucapnya.
Sementara itu, dijelaskannya jika Indonesia memiliki empat jalur gunung berapi (busur vulkanik) yang terbentuk di atas lempeng tektonik. Jalur-jalur ini, ketika dilihat dari atas, membentuk lengkungan atau busur.
Empat busur vulkanik di Indonesia adalah Busur Sunda, Busur Banda, Busur Halmahera, dan Busur Sangihe-Selebes. Gunung Ruang terletak di ujung utara Sulawesi Utara, mengarah ke Filipina, dan termasuk dalam Busur Sangihe-Selebes. Menariknya, dalam waktu yang berdekatan, beberapa gunung api lain di Indonesia juga mengalami erupsi.
Pertama, gunung-gunungapi yang terletak dalam busur vulkanik yang sama, seperti Gunung Merapi, Semeru, dan Marapi, cenderung mengalami erupsi bersamaan. Hal ini ibarat busur vulkanik yang bertindak sebagai “Event Organizer”. Lantaran mereka dipengaruhi oleh interaksi lempeng tektonik yang sama.
Kedua, gunungapi yang berada di busur vulkanik berbeda, seperti Gunung Lewatolo dan Ruang, dapat meletus bersamaan karena memiliki interval letusan yang berdekatan. Kesamaan waktu letusan ini merupakan fenomena alamiah yang tidak selalu terkait dengan interaksi lempeng tektonik.
Namun, beberapa busur ini sudah tidak relevan dan belum diperbarui, sehingga perlu dilakukan pemutakhiran data untuk memahami interkoneksi gunung api dengan lebih baik dan meningkatkan akurasi prediksi letusan.
Gunungapi meletus ketika keseimbangan dalam dapur magma terganggu, yang melibatkan tiga proses kritis, yakni di bawah, di dalam, dan di atas dapur magma.
Perlu diketahui, di bawah dapur magma, terjadi injeksi magma baru karena pergerakan lempeng tektonik, yang serupa dengan menambahkan air ke botol yang sudah penuh, yang pada akhirnya dapat menyebabkan tumpahnya magma.
Di dalam dapur magma, terjadi proses pendinginan magma yang menghasilkan kristalisasi, menciptakan ketidakseimbangan yang jika tidak terkendali dapat memicu erupsi. Meskipun ada pola dan siklus yang dapat diprediksi, terdapat juga faktor tak terduga seperti keruntuhan dinding dapur magma, seperti yang terjadi dalam kasus letusan Gunung Ontake di Jepang.
Di atas dapur magma, meskipun tidak secara langsung terhubung dengan tubuh gunung api, faktor eksternal seperti pelelehan es di puncak gunung (seperti yang terjadi di Gunung Fuji), badai (seperti pada Gunung Pinatubo), gelombang laut (seperti pada Gunung Gamalama), dan gempa bumi dapat memicu letusan. (*/tie)