BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM – Forum Guru besar ITB memberikan pandangannya terkait fenomena yang tengah ramai, yakni upaya untuk mendapatkan jabatan profesor oleh berbagai kalangan dengan cara tak wajar dan melanggar etika.
Ketua Forum Guru Besar ITB, Prof Mindriany Syafila menyampaikan bahwa profesor atau guru besar ini jabatan fungsional akademik tertinggi bagi dosen tetap di perguruan tinggi, bukan gelar akademis.
“Dengan jabatan fungsional akademik tertinggi, seorang profesor memiliki tanggung jawab tidak saja dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan pembinaan komunitas keilmuan di perguruan tinggi, tetapi juga sebagai panutan moral bagi masyarakat akademis dan masyarakat luas. Sebab, untuk memperoleh jabatan profesor, seorang dosen harus menunjukkan pencapaian ilmiah yang luar biasa dan dilakukan dengan cara yang berintegritas tinggi, sehingga dibutuhkan waktu cukup panjang,” ujarnya.
Namun, dalam beberapa tahun terakhir ini, adanya kondisi yang memprihatinkan masyarakat akademik terkait berbagai kasus dosen tetap maupun dosen tidak tetap yang berupaya mendapatkan jabatan profesor dengan cara tidak wajar dan melanggar etika dengan waktu yang relatif singkat.
Dengan segala cara digunakan agar mendapatkan jabatan profesor sehingga terjadi pelanggaran integritas akademik, misal dari plagiarisme, pembajakan nama, pemalsuan dokumen, penulisan artikel di jurnal predator, pabrikasi artikel, hingga penggunaan jasa joki artikel.
“Akibatnya, bisnis bimbingan penulisan artikel ilmiah tumbuh subur di Indonesia. Bahkan karya ilmiah yang seharusnya dihasilkan dari proses yang menjunjung tinggi integritas akademik dan objektivitas, kualitas, dan nilai etika akademis, kini kehilangan nilai ilmiahnya,” ucapnya.
Mereka pun berpandangan, profesor jabatan fungsional akademik tertinggi bagi dosen tetap, yang didapatkan melalui pelaksanaan Tri Darma Perguruan Tinggi, yaitu penelitian, pengajaran dan pengabdian kepada masyarakat, yang gagasan-gagasan yang dihasilkannya dituangkan ke dalam karya ilmiah bermutu tinggi, untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan bermanfaat bagi masyarakat.
“Kedua, jabatan profesor diperoleh melalui sebuah proses penilaian yang terstruktur, bertahap, berjenjang, dan bertanggung jawab, dengan menjaga secara ketat kualitas, objektivitas serta reputasi karya ilmiah yang dihasilkan, sehingga memerlukan waktu yang cukup panjang untuk mendapatkannya sehingga memiliki status dan martabat akademik yang tinggi,” ujarnya.
Ketiga, di samping tanggung jawab dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan pembinaan komunitas akademik, seorang profesor adalah penjaga moral di sebuah perguruan tinggi.
Oleh karena itu, mendapatkan jabatan profesor harus dilakukan dengan cara-cara yang menjunjung tinggi nilai-nilai moral, khususnya integritas akademik.
“Terakhir, memperoleh jabatan profesor dengan cara yang tidak etis akan merusak kepercayaan masyarakat Indonesia dan internasional terhadap integritas jabatan tersebut, serta secara signifikan menurunkan standar akademik dan reputasi institusi pendidikan tinggi di Indonesia, yang pada akhirnya akan berdampak negatif pada seluruh ekosistem pendidikan dan penelitian di negara ini. Sebutan profesor atau guru besar hanya berlaku saat seorang profesor masih aktif melaksanakan Tri Darma Perguruan Tinggi,” pungkasnya. (rif)
BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM – Aksi korporasi bank bjb kembali mencatatkan pencapaian gemilang. Obligasi Keberlanjutan atau Sustainability…
BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM - Persib Bandung kontra Borneo FC dalam lanjutan Liga 1 2024/2025 berangsung sengit. Tampil…
BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM -- Wakil Ketua DPR RI Cucun Syamsurijal melaporkan MA anggota DPRD Kabupaten Bandung…
KABUPATEN BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM -- Wakil Ketua DPP PKB, Cucun Syamsurijal mengatakan jika pesta demokrasi (Pilkada)…
WWW.PASJABAR.COM -- Ketua Umum PSSI, Erick Thohir, memberikan pernyataan terkait peluang kiper Como 1907, Emil…
WWW.PASJABAR.COM -- Insting Shin Tae-yong sebagai pelatih terbukti dengan memasang Marselino Ferdinan sebagai starter saat…