BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM – Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati, menjelaskan bahwa fenomena hujan deras yang terjadi selama musim kemarau belakangan ini bukanlah hal yang aneh dalam iklim Indonesia.
Menurutnya, kondisi tersebut adalah hal yang normal mengingat posisi geografis Indonesia yang berada di antara dua benua (Australia dan Asia) serta dua samudra (Pasifik dan Hindia)
Dwikorita menyatakan bahwa Indonesia mengalami dua musim yang berbeda, yaitu musim hujan yang dipengaruhi oleh angin monsun barat dari Benua Asia, dan musim kemarau yang terkait dengan angin monsun timur kering dari Australia.
“Letak geografis ini menjadikan Indonesia memiliki dua musim yang berbeda, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Angin monsun barat dari Benua Asia membuat Indonesia mengalami musim hujan. Sementara secara umum, musim kemarau di Indonesia berkaitan dengan aktifnya angin monsun timur dari Australia yang bersifat kering,” ungkap Dwikorita, dilansir dari situs resmi BMKG.
Meskipun berada dalam musim kemarau, hujan masih dapat terjadi di beberapa tempat dengan curah kurang dari 50 mm per dasarian dan minimal tiga dasarian berturut-turut.
Berdasarkan pemantauan BMKG hingga akhir Juni 2024, sekitar 43% zona musim di Indonesia sedang mengalami musim kemarau, dengan puncaknya diperkirakan terjadi pada Juli dan Agustus 2024 di sebagian besar wilayah.
Meskipun demikian, musim kemarau tidak selalu berarti cuaca kering dan panas karena faktor-faktor lain seperti El Nino/La Nina, Madden Julian Oscillation, dan suhu permukaan laut juga mempengaruhi keragaman iklim di Indonesia.
Dalam beberapa hari terakhir, terjadi hujan lebat di beberapa wilayah seperti Banten, Jawa Barat, Jakarta, dan Maluku, yang disebabkan oleh dinamika atmosfer skala regional seperti fenomena Madden Julian Oscillation (MJO), Gelombang Rossby Ekuatorial, dan Gelombang Kelvin.
MJO adalah aktivitas dinamika atmosfer yang terjadi di wilayah tropis, di mana terdapat pergerakan sistem awan hujan yang bergerak di sepanjang khatulistiwa, dari Samudra Hindia sebelah timur Afrika ke Samudra Pasifik dan melewati wilayah Benua Maritim Indonesia.
Fenomena ini, tambah dia, sifatnya temporal dan akan terulang setiap 30 hingga 60 hari di sepanjang wilayah Khatulistiwa.
MJO sendiri, lanjut Dwikorita, memiliki perbedaan dalam skala ruang dan waktu dengan musim kemarau. Jika musim kemarau terjadi di sebagian besar wilayah Indonesia dan berlangsung selama berbulan-bulan, maka MJO hanya terjadi di wilayah yang dilewatinya dan hanya berlangsung dalam hitungan beberapa hari hingga beberapa minggu.
Fenomena MJO ini bisa mempengaruhi pola cuaca dengan meningkatkan kemungkinan adanya periode hujan yang lebih intens, sekalipun itu di musim kemarau.
“Dalam beberapa hari terakhir, terjadi fenomena cuaca MJO yang aktif di sekitar wilayah Samudra Hindia dan mempengaruhi pembentukan awan hujan terutama di wilayah Indonesia bagian barat. Pada periode tanggal 3 – 6 Juli 2024, gelombang atmosfer MJO, Rossby Equatorial, dan Kelvin aktif di Indonesia bagian tengah dan selatan,” jelasnya.
Fenomena MJO ini telah terdeteksi sejak 28 Juni, sehingga sejak tanggal tersebut BMKG telah mengeluarkan Peringatan Dini potensi hujan lebat.
“Nah, daerah-daerah seperti Sumatra bagian selatan, Jawa (termasuk Jabodetabek), Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua bagian selatan mengalami kondisi atmosfer yang mendukung pembentukan awan hujan, sehingga curah hujan meningkat di wilayah-wilayah tersebut,” tambahnya.
Guswanto, Deputi Bidang Meteorologi BMKG, menambahkan bahwa analisis terbaru menunjukkan potensi peningkatan curah hujan yang signifikan di beberapa wilayah Indonesia dengan intensitas sedang hingga lebat yang disertai kilat/petir dan angin kencang di sebagian wilayah Indonesia.
Pada tanggal 8 – 10 Juli 2024, hujan ini diperkirakan terjadi di sebagian besar wilayah Sumatra, Jawa bagian barat, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Maluku Utara, dan Papua.
Sementara itu, pada tanggal 11 – 14 Juli 2024, potensi hujan sedang-lebat diperkirakan terjadi di wilayah Sumatra bagian utara, sebagian besar Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Maluku Utara, dan Papua.
Faktor seperti MJO, Gelombang Kelvin, Rossby Equatorial, dan suhu permukaan laut yang hangat berkontribusi terhadap kondisi ini.
Meskipun sebagian wilayah telah memasuki musim kemarau, BMKG tetap mengimbau masyarakat untuk waspada terhadap potensi cuaca ekstrem seperti hujan lebat, kilat/petir, angin kencang, dan bahkan hujan es yang masih bisa terjadi di beberapa tempat. (han)
BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM - Badan Pangan Nasional (Bapanas) melaporkan bahwa harga sejumlah komoditas pangan mengalami fluktuasi…
BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM-- Erna Sari Gusmaati, atau akrab disapa Erna, adalah seorang gadis penuh semangat yang…
BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM - Petugas kepolisian menurunkan pasukan Brimob untuk bersiaga di sejumlah kecamatan rawan banjir…
BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM - Kementerian Sosial (Kemensos) bertindak cepat menangani dampak bencana banjir dan tanah longsor…
BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM - Memasuki masa tenang Pilkada Serentak 2024, ribuan alat peraga kampanye (APK) ditertibkan…
Oleh : Ketua Umum Paguyuban Pasundan Prof. Dr. H. M. Didi Turmudzi, M.Si. BANDUNG,…