Oleh: Ketua Umum PB Paguyuban Pasundan Prof. Dr. H. M. Didi Turmudzi, M.Si.
BANUDNG, WWW.PASJABAR.COM – Pada suatu hari Rasullullah saw. terlihat murka tatkala terjadi pertengkaran antara Abu Dzar dan Bilal. Saat itu, Abu Dzar menghina Bilal dengan kata-kata, “Hai anak haram dari perempuan hitam”.
Rasulullah saw. segera menepuk bahu Abu Dzar, seraya berkata, “Terlalu, terlalu. Tidak ada kelebihan orang putih atas orang hitam, kecuali atas amal saleh”. Saat itu, Abu Dzar segera menjatuhkan dirinya ke tanah, diratakannya pipinya dengan tanah dan meminta Bilal menginjak kepalanya sebagai tebusan atas kesombongannya sebab kesombongan dalam Islam adalah dosa besar.
Dalam sejarah, tercatat para penguasa otoriter yang penuh kesombongan dengan kekuasaan, akhirnya jatuh tersungkur tanpa kehormatan seperti Firaun, Hitler, Musolini, Marcos, dan lain-lain. Ini baru hukuman di dunia.
Sedangkan hukuman di akhirat, tentu lebih pedih sebagaimana disabdakan Rasullulah saw., “Akan dihimpun orang yang sewenangwenang dan takabur pada hari kiamat sebagai butir-butir debu. Mereka akan diinjak-injak manusia, karena sangat hinanya di sisi Allah SWT.”
Kelebihan yang dimiliki seseorang atau sekelompok orang harus dipahami sebagai amanah semata, sehingga ja dapat menjalankannya justru dengan penuh ke-tawadhu-an bukan kesombongan. Karena berbagai kelebihan itu pada dasarnya adalah semata karunia Allah SWT.
Perasaan sombong atau merasa benar sendiri justru sering menjadi sumber perpecahan di antara umat, karena rendahnya sikap toleransi dan aling menghargai perbedaan. Hal ini sudah terbukti dalam sejarah, bahwa mat Islam sangat sulit disatukan dalam satu pandangan atau mazhab semata. Karena itu, menjadi sesuatu yang mustahil kalau bukan disebabkan mukjizat Allah SWT.
Dalam kaitan ini, patut kita renungi firman-Nya, “Sesungguhnya kaum Muslimin ini bersaudara”, atau “Dan berpegang teguhlah kepada tali Allah dan jangan berpecah belah”.
Sudah terbukti bahwa perpecahan di kalangan umat Islam adalah salah satu sumber kelemahan, sehingga musuh-musuh Islam dengan leluasa menghinakan umat Islam.
Lihatlah, bagaimana negara kecil Israel dengan sewenang-wenang menggempur umat Islam di Lebanon yang notabene negara-negara di sekitarnya adalah negara-negara berpenduduk mayoritas Muslim. Akan tetapi, para pemimpinnya justru terpana tanpa bisa berbuat apa-apa dan hanya menjadi penonton terhadap pembantaian saudaranya.
Oleh karena itu, kita di Indonesia mestinya banyak belajar dari sejarah dan pengalaman negara lain bagaimana kesatuan umat ini harus dibangun, sehingga menjadi satu kekuatan dari tauhidul ibadah menjadi tauhidul ummah, dari kesatuan ibadah ini akan melahirkan kesatuan umat.
Lihatlah bagaimana ibadah-ibadah ritual dalam Islam menunjukkan hal itu. Janganlah karena perbedaan-perbedaan kecil dan parsial seperti perbedaan pendapat, organisasi, partai, dan pemimpin, lalu kesatuan umat terpecah dan berkeping. Akibatnya, umat menjadi lemah dan terpuruk sehingga hilanglah kilauan emas kejayaannya.
Terlebih kita di Jawa Barat yang masyarakatnya mayoritas Muslim, harus menjadi contoh bagaimana kesatuan umat Islam ini dibangun. Hal ini selaras pula dengan salah satu filosofi Sunda yang senapas untuk membangun kesatuan umat ini, “sing untut raut sauyunan, sa babad sapihanean, ka cai jadi saleuwi ka darat jadi salogak”.
Kesatuan umat ini perlu untuk membangun bangsa dan masyarakat dari berbagai masalah dan kendala. Berbagai bencana di tanah air dan terakhir di Pangandaran, mestinya menjadi pelajaran dan pertobatan kolektif untuk menjadikan hari esok yang lebih baik. (han)