HEADLINE

Aweuhan Pasundan: Bagian I Politik & Geopolitik “Masyarakat Sipil dan Kontrol Publik”

ADVERTISEMENT

Oleh: Ketua Umum PB Paguyuban Pasundan Prof. Dr. H. M. Didi Turmudzi, M.Si.

Ketua Umum Paguyuban Pasundan Prof. Dr. H. M. Didi Turmudzi, M.Si. (foto: pasjabar)

BANDUNG, WWW.PASJABAR.COMPersoalan pemilu bukan hanya persoalan pemerintah dan apalagi urusan parpol semata, tapi merupakan urusan semua warga negara yang peduli dan menjadi langkah pertaruhan bagi perbaikan kehidupan bangsa ke depan

Banyak hal yang membuat kita khawatir terhadap pelaksanaan Pemilu 2004. Selain aturan yang multiinterpretasi sehingga bisa disalahtafsirkan, sistem pemilihan umum dan model pencoblosan yang relatif baru, kesiapan para peserta pemilu (parpol dan kandidat DPD) yang sering menjadi polemik karena dinilai “bermasalah” atau “cacat moral” dengan kasus ijazah “aspal” serta pemahaman dan kondisi masyarakat pemilik sendiri yang masih rendah.

Memang tidak banyak waktu lagi yang tersisa, karena 11 Maret 2004 sudah masuk masa kampanye dan tanggal 5 April 2004 adalah hari pencoblosan. Bagi OPP – terlebih bagi caleg – sejak itu merupakan harihari penuh ketegangan untuk meneliti hari demi hari perhitungan suara, apakah masih dapat “hoki” dan dipercaya rakyat atau tidak. Dan proses pemilu bagi DPR/DPRD dan DPD itu akan berakhir dengan dilakukannya sumpah jabatan anggota legislatif secara bertahap yang berakhir bulan September, menurut jadwal KPU.

Tapi bagi masyarakat itu bukan akhir dari “semua perjalanan” panjang pemilu, karena pemilu yang lebih “hot” justru akan segera dimulai yaitu pemilu presiden dan wakil presiden. Bahkan gaungnya telah terasa sejak akhir tahun lalu dengan dilakukannya konvensi, “road Show” maupun talk show dan bahkan polling di media massa. Pemilu kali ini memang sangat bersejarah karena untuk pertama kalinya, Indonesia menyelenggarakan pemilihan presiden/wakil presiden secara langsung.

Pemilihan presiden/wapres langsung tentu saja sangat penting bagi proses pemurnian dan pendewasaan berdemokrasi, di mana rakyat akan menentukan sendiri pilihan secara langsung bukan wakilnya. Sebab telah terbukti dari pemilu 1999 di mana aspirasi dan pilihan rakyat berbeda dengan aspirasi dan pilihan wakilnya, di mana Megawati dengan PDIP-nya yang memperoleh 35 persen suara kalah oleh Gus Dur dengan PKB-nya yang memperoleh 7 persen suara sehingga sempat duduk sebagai presiden.

Belajar dari “kesalahan sejarah” itu, dalam pemilu kali ini digelar pemilu langsung. Kesalahan itu adalah suatu proses pembelajaran untuk bisa dikoreksi dan menjadi lebih baik. Sebab demokrasi sendiri harus dilihat bukan sebagai sesuatu yang taken for granted bahkan tujuan, tapi ja adalah suatu proses. Di mana proses aktualisasi kedaulatan rakyat itu secara bertahap menemukan formatnya dan terlembagakan secara formal.

Meskipun demokrasi itu merupakan suatu sistem global dan bernilai universal tetapi di tingkat implementasi dipengaruhi oleh nilai dan sistem yang bersifat lokal dan parsial sehingga memerlukan proses adaptasi dan akulturasi.

Peran masyarakat sipil

Menghadapi pemilu ini memang banyak menimbulkan beberapa kekhawatiran. Parpol belum berfungsi secara maksimal, misalnya dalam melakukan fungsi komunikasi politik dan pendidikan politik. Selama ini parpol hanya semata-mata berhubungan dengan rakyat ketika memerlukan dukungan dan suaranya. Setelah itu rakyat tidak pernah lagi dihiraukan bahkan sering merupakan objek saja.

Padahal di tengah rendahnya kinerja pemerintah dalam mengemban amanat reformasi serta tugas KPU dalam mensosialisasikan pemilu, parpol dapat mengambil peran dalam melakukan komunikasi dan pendidikan politik terhadap rakyat. Sehingga rakyat mempunyai pemahaman memadai dan dapat terhndar dari kesalahan dalam proses pemilu nanti.

Upaya ini dapat memberi keuntungan timbal balik baik bagi masyarakat sendiri maupun bagi parpol, sebab bukankah dengan cara ini citra parpol akan terangkat dan dengan demikian simpati akan mengalir pada parpol tersebut.

Tapi sayangnya hal itu tidak dilakukan parpol. Oleh karena itu tumpuan dalam proses pendidikan politik ini dapat diharapkan dari kekuatan masyarakat sipil baik dari LSM, masyarakat kampus, pers maupun kekuatan ormas besar seperti Muhammadiyah dan NU.

Tidak ada kata terlambat dalam melakukan ini ketimbang tidak sama sekali. Sebab rendahnya partisipasi politik dalam pemilu dan apalagi banyaknya surat suara yang tidak sah akan mengurangi legitimasi hasil pemilu nanti. Dan upaya untuk menghilangkan atau mengurangi kesalahan itu masih cukup terbuka meskipun dengan tenggang waktu yang tinggal sedikit lagi.

Barangkali timbul pertanyaan kenapa masyarakat sipil harus terlibat? Hal ini jelas bahwa persoalan pemilu bukan hanya persoalan pemerintah dan apalagi urusan parpol semata, tapi merupakan urusan semua warga negara yang peduli dan menjadi langkah pertaruhan bagi perbaikan kehidupan bangsa ke depan. Oleh karena itu tidak seharusnya persoalan ini hanya diberikan dan menjadi tanggung jawab pemerintah dan parpol saja tetapi merupakan tanggung jawab kita semua sebagai suatu bangsa.

Memang banyak kekecewaan yang dialamatkan kepada perilaku anggota parlemen dan parpol, tapi dalam suatu negara demokrasi sangat mustahil menghilangkan keberadaan mereka karena itu merupakan bagian dari jantung demokrasi sendiri. Dalam kaitan ini diperlukan kedewasan dan daya kritis masyarakat dalam menilai perilaku anggota parlemen dan parpolnya yang diwujudkan dalam proses pemilu nanti, Oleh karena itu diperlukan pemilu yang benar-benar Luber dan Jurdil, sehingga anggota parlemen yang dapat masuk ke sana dapat terseleksi dengan ketat.

Dalam hubungan ini, satu elemen penting kekuatan masyarakat sipil dapat terlibat langsung dalam proses pemilu melalui kelembagaan pemantau pemilu yang terutama akan bekerja saat pencoblosan dan saat penghitungan suara serta melaporkan berbagai kecurangan dan pelanggaran yang dilakukan parpol kepada Panwaslu yang akan menindaklanjutinya.

Pemantau pemilu

Keberadaan pemantau pemilu ini sebenarnya telah diakui secara internasional, bahwa dalam pelaksanaan pemilu perlu adanya para pemantau independen, baik domestik maupun luar, yang merupakan bagian penting dari kelengkapan organisasi penyelenggara pemilu yang dilakukan oleh KPU. Secara formal, hal ini misalnya ditegaskan dalam UU No. 12/2003 tentang Pemilu di mana pada pasal 35 dijelaskan bahwa Pemantau Pemilu harus bersifat independen, memunyai sumber dana sendiri dan memperoleh akreditasi dari KPU.

Adapun fungsi utama pemantau pemilu di antaranya adalah: Pertama, sebagai bagian dari kontrol masyarakat terhadap penyelenggara pemilu. Kedua, untuk membantu aparatur pengawasan – dalam hal ini Panwaslu – dalam penyelenggaraan pemilu, Ketiga, memberikan opini tentang penyelenggaraan pemilu.

Sejak reformasi bergulir, cukup banyak lembaga pemantau independen di Indonesia yang didirikan oleh kalangan masyarakat sipil dan LSM seperti KIPP, JPPR, JAMPPI dan salah satunya yang cukup penting adalah Forum Rektor Indonesia (FRI) yang dibentuk tahun 1998 di Bandung dan mulai melakukan pemantauan pada pemilu 1999 dan akan melakukan hal yang sama pada pemilu 2004 ini.

FRI dalam melaksanakan kerjanya tentu saja memunyai jaringan yang cukup luas di seluruh tanah air dengan banyaknya kampus di berbagai provinsi dan kabupaten/kota yang ikut terlibat. Hal ini tentunya memberikan kepercayaan kepada pihak asing sehingga lembaga donor seperti UNDP memberikan bantuan dalam pelaksanaan operasional kegiatannya.

Dalam pemilu 2004 ini, FRI mempunyai target untuk melakukan pembentukan opini pemantau yang dibangun secara bertahap mulai dari tingkat TPS ke kabupaten/kota lalu ke wilayah dan disatukan secara nasional sebagai opini nasional FRI tentang Pemilu 2004, yang akan dipublikasikan pada hari keempat setelah pemilu.

Mengingat operasional pekerjaan yang pada saat pemilu akan melibatkan sekitar 160.000 pemantau, maka FRI dalam tabulasi secara paralel akan bekerja sama dengan NDI dan LP3ES serta kegiatan di tingkat kecamatan dengan melibatkan LSM.

Kehadiran lembaga pemantau seperti FRI diharapkan akan memberikan kontribusi penting bagi peningkatan kualitas dan kredibilitas selama proses dan hasil pemilu 2004 ini sehingga secara keseluruhan akan semakin meningkatkan kualitas demokrasi di tanah air tercinta ini. Semoga. (han)

Hanna Hanifah

Recent Posts

Pelantikan Pj Wali Kota Bandung: A Koswara Siap Lanjutkan Program Kerja

BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM - Penjabat (Pj) Gubernur Jawa Barat, Bey Triadi Machmudin, telah melantik A Koswara…

6 menit ago

Pestapora 2024: Pertamina Fastron Hadirkan Edukasi Otomotif di Tengah Festival Musik

BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM - Pertamina Fastron siap memeriahkan festival musik Pestapora 2024, yang akan diadakan di…

44 menit ago

Harga Pangan Naik: Cabai Rawit Merah Sentuh Rp46.000 per Kg

BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM - Harga beberapa komoditas pangan mengalami kenaikan pada Jumat (20/9/2024) pagi. Dilansir dari…

2 jam ago

Dedi Mulyadi Tekankan Pentingnya Keadilan dalam Dialog Kebhinekaan di Bandung

BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM - Bakal calon Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menghadiri acara Dialog Kebhinekaan di…

4 jam ago

RSUD dan Dinsos Bandung Gelar Khitanan Massal untuk 60 Anak

BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM - Dinas Sosial (Dinsos) Kota Bandung bersama dengan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)…

4 jam ago

Keseimbangan Hubungan Antarmanusia

Oleh: Prof. Dr. H. Ali Anwar, M.Si (Ketua Bidang Agama Paguyuban Pasundan) BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM — Ajaran…

7 jam ago