HEADLINE

Aweuhan Pasundan: Bagian I Politik & Geopolitik “Relevansi Pemikiran Djuanda”

ADVERTISEMENT

Oleh: Ketua Umum PB Paguyuban Pasundan Prof. Dr. H. M. Didi Turmudzi, M.Si.

Ketua Umum Paguyuban Pasundan Prof. Dr. H. M. Didi Turmudzi, M.Si. (foto: pasjabar)

BANUDNG, WWW.PASJABAR.COM – Sejarah menunjukkan bahwa Ir H Juanda Kartawidjaja adalah sosok multidimensi dengan visi yang jauh ke depan. Dia adalah manusia Sunda, religius, pendidik, teknokrat, dan negarawan. Juanda adalah seorang guru formal maupun guru bagi banyak tokoh. Sebagai guru formal, dia aktif dalam organisasi Muhammadiyah, dan pernah menjadi Direktur Sekolah Menengah Moehammadjjah Djakarta hingga 1937.

Sebagai manusia Sunda, pandangannya bisa kita tangkap dari pernyataannya dalam acara “Pangemoet-ngemoet Ngadegna Pagoejoeban Pasoendan 25 Taoen (1940)”.

Halna Pasoendan pohara katarikna koe oeroesan pangadjaran djeung didikan pikeun Rahajat, dilantarankeun koe toedjoeanana noe ngaradegkeun eta Pagoejoeban, nja eta: ngadjoengdjoeng bangsa Indonesia pikeun ngoedag angen-angenna noe leuwih loehoer tina hal papar€ntahan nagara, €conomie djeung sociaal. Ngarangsodkeun harkat daradjat bangsana sina sadjadjar djeung bangsa2 noe sawawa.” (Paguyuban Pasundan: PP sangat tertarik terhadap masalah pengajaran dan pendidikan untuk rakyat, sebab berkaitan dengan tujuan pendirian paguyuban tersebut, yaitu untuk menjunjung bangsa Indonesia agar bisa mencapai cita-cita luhur dalam hal pemerintahan, ekonomi dan sasial, serta meningkatkan martabat bangsa agar sejajar dengan bangsa-bangsa yang telah dewasa).

Ketertarikannya bergabung dengan PP menurut buku Ir H Djuanda (2001) adalah karena, “Perkenalannya dengan Otto Iskandar Dinata dan para anggota pengurus organisasi itu.” Namun, besar kemungkinan sebelumnya sejak menjadi mahasiswa THS (ITB sekarang) atau bahkan masa-masa sekolah menengahnya, ia telah bersentuhan dengan PP melalui salah satu medianya, Sipatahoenan. Dalam Ensiklopedi Sunda disebutkan bahwa Djuanda ”sebagai mahasiswa lambat laun tertarik kepada masalah kemasyarakatan dan politik berkat membaca surat kabar Sipatahoenan dan mendengarkan pidato Ir Soekarno, Ketua PNI.

Di lain pihak, Soekarno juga jatuh hati kepada tokoh kalem kelahiran Tasikmalaya, 14 Januari 1911 ini. Sejak tahun 1946 hingga 1962, Soekarno menugaskan dia dalam berbagai posisi, menteri perhubungan, menteri pekerjaan umum, menteri pertahanan, menteri perecanaan, dan perdana menteri. Bila Soekarno ke luar negeri, Djuanda adalah pelaksana tugas presiden. Tidak heran, almarhum dijuluki sebagai “Menteri Maraton,” yaitu tokoh yang terus-menerus diberi kepercayaan.

Sebagai menteri dengan portofolio ekonomi, infrastruktur, dan pertahanan Djuanda bisa mengadministrasi pembangunan dengan baik. Dia memimpin pengambilalihan kereta api dari Jepang, membangun pelabuhan udara Angkatan Laut di Surabaya, Bendungan Jatiluhur, dan lain-lain. Bisa dikatakan, dia adalah arsitek ekonomi Indonesia. Ketika Juanda wafat pada 7 November 1963, Soekarno sangat kehilangan. Robert Cribb dan Audrey Kahin dalam Kamus Sejarah Indonesia menulis, sepeninggal Djuanda, Soekarno tak punya lagi kebijakan ekonomi pada era akhir Demokrasi Terpimpin.

Pada 13 Desember 1957, Perdana Menteri Djuanda kepada dunia mengumumkan bahwa segala perairan di sekitar, di antara, dan yang menghubungkan pulau-pulau di dalamnya, dengan tidak memandang luas atau lebarnya, merupakan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Deklarasi Juanda ini digodok oleh Kol Laut RMS Pirngadi, Mochtar Kusumaatmadja, dan Hasjim Djalal.

Pengumuman ini tentu ditentang dunia, terutama oleh Amerika, Inggris, Australia, Jepang, dan Selandia Baru. Negara-negara ini sangat berkepentingan untuk mengeksploitasi laut-laut luar maupun laut antarpulau nusantara. Sepeninggal Djuanda, Mochtar dan Hasjim memperjuangkan konsep ini dalam perdebatan Konvensi Hukum Laut (UNCLOS) III yang berlangsung 1973 hingga 1982. Konvensi yang menggantikan Konvensi Hukum Laut 1958 ini menerima Deklarasi Djuanda. Luas NKRI bertambah, dari 2 juta kilometer persegi menjadi 5,1 juta km persegi.

Meski sudah menjadi tokoh nasional dan negarawan, Djuanda tetap memperhatikan nasib Tatar Sunda dan Ki Sunda. Dalam hal ini, antara lain, dia aktif sebagai Ketua Panitia Penolong Korban Kekacauan di Jawa Barat akibat pemberontakan DII/TII. Bersama antara lain dengan Sanusi Harjadinata, Didi Kartasasmita, Syafruddin Prawiranegara, dan Iwa Kusumasumantri, mendirikan Yayasan Pembangunan Jawa Barat pada 10 April 1956. Sebagaimana dicatat Ensiklopedi Sunda, pendirian yayasan tersebut, sebagai pengupayaan kesejahteraan serta pembangunan di Jawa Barat, juga untuk memelihara, melestarikan, dan mengembangkan kebudayaan daerah Sunda untuk kejayaan nasional Indonesia.

Kekinian

Sekarang ini Indonesia sedang menghadapi persoalan domestik dan internasional. Persoalan dalam negeri di antaranya pembangunan infrastruktur seperti jalan, rel kereta, bandara, bendungan, dan pembangkit listrik. Berbagai negara seperti Cina, Amerika, Jepang, dan negeri-negeri Timur Tengah melihat Indonesia sebagai lahan investasi yang menarik. Selain itu, pemerintah juga sedang mengamankan wilayah laut dari pencurian ikan.

Persoalan internasional yang sangat dekat sekarang adalah menguatnya Cina di kawasan Asia Pasifik. Satu dekade lalu, Cina masib disibukkan dengan pembangunan dalam negerinya sehingga tidak punya cukup waktu untuk bersuara keras dalam sengketa wilayah laut di Laut Cina Selatan. Kini Beijing dengan angkatan lautnya yang sangat kuat, sudah hadir di kawasan ini. Laut Cina Selatan bisa menjadi bara api.

Melihat perkembangan domestik dan regional ini, sangat terasa betapa visi Djuanda yang oleh majalah Kementerian Keuangan dijuluki Satu Nama dengan Seribu Jasa” ini, masih sangat relevan.

Mengadministrasi pembangun infrastruktur, mengelelola keuangan, sambil menjaga kedaulatan bangsa di tengah gejolak dunia adalah upaya yang tidak mudah. Ada baiknya para pengelola negara ini membaca bagaimana seorang Djuanda bisa mengelola pembangunan di tengah suasana pemberontakan dalam negeri, kesulitan keuangan, dan dalam tekanan perang dingin Barat vs Timur.

Presiden ke-5 Megawati Soekarnoputri dengan Keppres No 126 Tahun 2001, mencanangkan tanggal 13 Desember sebagai Hari Nusantara. Paguyuban Pasundan berharap agar nilai-nilai Djuanda ini terus digali, disosialisasikan, dan dibudayakan karena Djuanda adalah sosok manusia Indonesia seutuhnya, setia pada akar budaya, religius, cerdas, dan negarawan. (han)

Hanna Hanifah

Recent Posts

Gustavo Franca Ungkap Kondisi Persib

BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM - Persib Bandung tengah bersiap menghadapi Lion City Sailors dalam pertemuan leg kedua…

35 menit ago

Persib Bandung Buru 3 Poin di Kandang Lion City Sailors

BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM - Perjalanan Persib Bandung di AFC Champions League Two (ACL 2) bakal berlanjut.…

2 jam ago

ASEAN Futsal Championship 2024, Indonesia Juara Grup B

WWW.PASJABAR.COM -- Timnas Indonesia memastikan satu tiket ke babak semifinal sebagai Juara Grup B ASEAN…

8 jam ago

Shafira Azis Menjadi Versi Terbaik Diri

BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM-- Shafira Aziz, atau yang kerap dipanggil Fira, adalah seorang gadis berasal dari Bandung…

8 jam ago

Naturalisasi Kevin Diks Berjalan Mulus

WWW.PASJABAR.COM -- Yunus Nusi, Sekertaris Jendral PSSI mengatakan jika proses naturalisasi calon pemain Timnas Indonsia…

9 jam ago

Striker Keturunan jadi Incaran PSSI Selanjutnya

WWW.PASJABAR.COM -- Beberapa pemain keturunan Indonesia yang berkiprah di luar negeri dengan posisi striker jadi…

10 jam ago