Oleh: Ketua Umum PB Paguyuban Pasundan Prof. Dr. H. M. Didi Turmudzi, M.Si.
BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM – Persoalan pendidikan adalah diskursus abadi dalam kehidupan kita. Menyediakan pendidikan terbaik selalu menjadi obsesi para pengelola pendidikan, baik sebelum maupun setelah kemerdekaan Republik Indonesia. Harus diakui, hingga saat ini kita masih mencari-cari karakter pendidikan nasional yang implementasinya sejauh ini bergantung pada visi Menteri Pendidikan yang tengah menjabat. Fakta ganti menteri ganti kurikulum membuat capaian karakter pendidikan nasional itu semakin sulit.
Kebijakan pendidikan di tingkat nasional memang tak bisa dipisahkan dari kebijakan dan kepentingan politik. Pada masa Orde Lama, visi besar Soekarno bellum ditunjang oleh kemampuan menyediakan sarana dan prasarana pendidikan yang memadai. Ketika pembangunan gencar dijalankan pada era Soeharto, demi stabilitas politik, implementasi pendidikan nasional diseragamkan sedemikian rupa sehingga menutup munculnya keunikan masing-masing wilayah di Indonesia. Setelah reformasi, euforia untuk menonjolkan keunikan lokalitas ternyata belum ditunjang oleh SDM tenaga pendidikan yang mumpuni. Itulah lingkaran rumit realitas pendidikan kita.
Tulisan ini tidak bermaksud menyalahkan satu era atau tokoh, sebab hal tersebut tidaklah menyelesaikan masalah. Setiap era dan pemimpin memiliki tantangan yang harus direspons pada masanya. Saya ingin menawarkan pemikiran bagaimana kita mulai mengurai kerumitan tersebut.
Ketika Presiden Joko Widodo menetapkan pembangunan Blok Gas Masela di daratan, pada saat bersamaan diinstruksikan pula agar Menteri Ristekdikti menyiapkan sarana dan prasarana perguruan tinggi untuk ketersediaan SDM lokal saat pembangunan proyek tersebut berjalan. Namun, hal yang sama tidak terdengar ketika ia meresmikan pembangunan kereta api cepat Jakarta-Bandung. Mungkin dalam benak presiden dan para pembantunya, “Urang Sunda mah geus ngalarti, teu kudu dipapatahan deui” (Orang Sunda sudah sama mengerti, tak perlu diajari lagi).
Menurut kajian banyak pakar, proyek kereta api cepat itu akan memberikan dampak sangat signifikan, selain dampak positif di bidang ekonomi juga dampak negatif terjadinya perubahan budaya yang sangat cepat terhadap masyarakat Jawa Barat. Lembaga pendidikan di Jabar, mau tidak mau, harus memberikan perhatian pada perubahan yang akan terjadi. Anak-anak Sunda harus siap menjadi tuan rumah dari berjalannya proyek tersebut.
Begitu pula dalam pembangunan Bandara Internasional Kertajati atau pelabuhan internasional pengganti Tanjung Priok, kita belum mendapat kepastian program penyiapan SDM yang simultan dari pemerintah pusat. Baik bandara maupun pelabuhan, memerlukan SDM teknis yang berkualifikasi. Tukang pel atau cuci pesawat dan kapal besar tentu tidak sama dengan tenaga kebersihan biasa. Semua memerlukan pendidikan keahlian yang memadai. Jangan sampai tenaga teknis semacam ini pun terpaksa mengundang tenaga asing.
Kita mendesak pemerintah pusat agar lebih komunikatif dalam proyek-proyek nasional yang dilaksanakan di Jabar. Inohong-inohong asal Jabar di Jakarta sudah seharusnya ngalarti, mau membagi informasi yang lengkap kepada jejaring di daerah. Demikian pula pemerintahan di Jabar, harus lebih progresif untuk mengejar informasi terkait dengan pembangunan nasional di wilayahnya. Dengan informasi yang utuh itulah kita dapat menentukan SDM semacam apa yang diperlukan dan lembaga pendidikan dapat mengantisipasinya dengan penyesuaian kurikulum yang tepat. Pendidikan kita memang berpacu dengan pembangunan. Namun, apa pun jenis proyeknya, kesiapan SDM lokal tak bisa ditawar lagi.
Melihat kompleksitas tantangan yang ada dan yang akan datang, dirasakan perlunya kesadaran bersama di antara pengelola pendidikan di Jabar. Sudah saatnya ada pembagian peran, siapa menyiapkan apa agar semua tantangan itu, khususnya di wilayah Jawa Barat, dapat dihadapi oleh SDM setempat. Berbagai pihak yang berkepentingan dan berkewenangan perlu bertemu untuk membagi peran tersebut.
Secara umum, pengembangan masing-masing kabupaten/kota di Jawa Barat sudah terpetakan sesuai dengan potensi SDA dan kepentingan nasional. Sudah dapat diterawang kabupaten mana yang akan mengembangkan aspek kelautan dengan pembangunan pelabuhannya dan kota mana yang lebih bertumpu pada sektor jasa. Paguyuban Pasundan sendiri sangat menyadari tidak mungkin merespons semua perbedaan target pembangunan itu. Oleh karena itu, pembagian peran di antara para pengelola pendidikan menjadi sangat penting.
Pada satu sisi kita ingin mengakselerasi pembangunan baik infrastruktur maupun suprastruktur di Jawa Barat. Namun, di sisi lain, kita tidak ingin generasi masa depan Sunda diwarisi beban utang dan moral. Kita ingin memastikan pembangunan hari ini merupakan kebutuhan masa depan anak cucu kita, dan lembaga-lembaga pendidikan hari ini mampu memberikan respons yang tepat.
Itulah sebagian dari tantangan pendidikan kita. Lembaga-lembaga yang kita kelola harus selalu siap menyesuaikan diri dengan perubahan zaman, sesuatu yang tidak mudah untuk dilaksanakan. Tugas kita hari ini adalah memberikan bekal terbaik bagi generasi masa depan. Selamat Hari Pendidikan Nasional! (han)
BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM – Aksi korporasi bank bjb kembali mencatatkan pencapaian gemilang. Obligasi Keberlanjutan atau Sustainability…
BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM - Persib Bandung kontra Borneo FC dalam lanjutan Liga 1 2024/2025 berangsung sengit. Tampil…
BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM -- Wakil Ketua DPR RI Cucun Syamsurijal melaporkan MA anggota DPRD Kabupaten Bandung…
KABUPATEN BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM -- Wakil Ketua DPP PKB, Cucun Syamsurijal mengatakan jika pesta demokrasi (Pilkada)…
WWW.PASJABAR.COM -- Ketua Umum PSSI, Erick Thohir, memberikan pernyataan terkait peluang kiper Como 1907, Emil…
WWW.PASJABAR.COM -- Insting Shin Tae-yong sebagai pelatih terbukti dengan memasang Marselino Ferdinan sebagai starter saat…