Oleh: Ketua Umum Pengurus Besar Paguyuban Pasundan, Prof. Dr. H. M. Didi Turmudzi, M.Si
BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM – (BANDUNG, (PR).) Adagium Islam dan Sunda ibarat gula dan manisnya (gula jeung peueutna) harus kembali diaktualisasikan dalam kondisi umat dan kebangsaan hari ini. Kemiskinan dan kebodohan yang masih menjadi masalah keumatan dan kebangsaan saat ini menanti respons dari sinergi umat Islam yang juga warga Sunda di Jawa Barat.
Demikian disampaikan Ketua Umum Paguyuban Pasundan M Didi Turmudzi dalam perbincangan di ruang kerjanya, Selasa (30/8/2016). Didi menyampaikan, pada Jumat (26/8/2016), Paguyuban Pasundan mengundang ormas Islam di Jabar untuk berdiskusi memperbincangan masalah keumatan dan kegelisahan yang dialami umat Islam saat ini.
Hadir pada diskusi tersebut Ketua Umum Majelis Ulama Jabar Rahmat Syafei, unsur pimpinan ormas Islam antara lain dari Syarikat Islam, Pemuda Muhammadiyah Wilayah Jabar, Nahdlatul Ulama, Persatuan Umat Islam, Persis, Dewan Dakwah Islamiyah, perwakilan dari Pesantren Daarut Tauhid, dll. Pada diskusi tersebut disepakati untuk menggelar pertemuan rutin dua bulanan untuk memperkuat solidaritas.
“Paguyuban Pasundan amat merasakan kegelisahan umat Islam, khususnya di Jabar. Kami teringat dengan adagium bahwa Islam dan Sunda itu seperti gula dan manisnya, tak mungkin terpisahkan. Saat ini, di tengah krisis sosial yang memprihatinkan, harus terus diupayakan membangun kesepahaman dan sinergi,” ucap Didi Turmudzi.
Ia menegaskan, mayoritas rakyat Indonesia masih mengalami kemiskinan dan kebodohan. “Karena Islam mayoritas, maka mayoritas mereka yang masih miskin dan bodoh itu adalah bagian dari umat Islam. Inilah agenda keumatan dan kebangsaan terbesar yang saat ini harus kita selesaikan,” ujarnya.
Oleh karena itu, salah satu solusi yang ditawarkan pada diskusi tersebut adalah pola dakwah ke depan harus berorientasi ekonomi. “Keterampilan, mutu sumber daya manusia, memupuk sikap ulet dan pantang menyerah adalah keharusan bagi umat Islam. Jangan sampai terus terjadi mereka yang minoritas justru menguasai mayoritas sumbersumber ekonomi bangsa ini,” ucap Didi Turmudzi.
Toleransi
Lebih jauh disampaikan, umat Islam di Jabar sangat gelisah dengan penstigmaan intoleransi di Jabar yang dinilai tinggi. “Padahal dari dulu umat Islam di Jabar dikenal sangat santun, toleran, someah hade ka semah. Sigma ini sangat mengganggu sehingga kita berkehendak untuk menguatkan solidaritas. Akur jeung dulur, ngajaga lembur, panceg dina galur,” ucapnya.
Didi mengatakan, semua pihak mesti bersikap objektif saat bicara ihwal toleransi. “Justru di negara atau wilayah di mana umat Islam gminoritas, mereka mendapatkan perlakuan diskriminatif. Padahal, di negara yang mayoritas Islam, semua dilindungi dan terjadi toleransi. Ini harus menjadi perhatian,” kata Didi Turmudzi.
Persoalan lain yang dikritisi adalah penguasaan lahan yang kini juga menjadi persoalan pelik. “UUD atau konstitusi melarang penguasaan tanah oleh pihak asing. Namun, dalam UU Agraria ada celah untuk itu. Kami sudah meminta gubernur, bupati, dan wali kota di Jabar untuk memoratorium tanah-tanah yang tersisa di Jabar, jangan sampai jatuh ke pihak yang ke depan bisa menyengsarakan masyarakat,” ucapnya.
Pemerintah diminta untuk segera turun tangan dalam menyelesaikan persoalan sosial yang dapat membahayakan keutuhan NKRI. “Mari kita bergandengan tangan, bersilaturahmi membicarakan persoalan bangsa dan segera dicari solusinya,” tuturnya. (han)