Oleh: Prof. Dr. H. Ali Anwar, M.Si (Ketua Bidang Agama Paguyuban Pasundan)
BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM — Salah satu ciri yang menonjol dalam konsep Islam adalah adanya prinsip keseimbangan dan keharmonisan hidup. Islam adalah agama lahir dan batin, serta agama dunia dan akhirat. Keharmonisan ini karena Islam sesuai dengan bentuk dan jenis penciptaan alam raya yang menggambarkan keseimbangan seperti yang diungkapkan Al-Quran dengan istilah fitrah. Firman Allah SWT:
“Dia (Allah) yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang. Adakah kamu melihat sesuatu yang tidak seimbang.” (Q.S. Al-Mulk [67] : 3)
Fitrah dalam ayat ini menggunakan kata “futhur’ yang diartikan seimbang, karena sifat fitrah itu sendiri adalah seimbang atau harmoni. Langit dan bumi adalah ciptaan Allah yang seimbang sehingga dapat terjadi harmoni di alam raya, seperti matahari, bulan, dan planet-planet yang menjadikan bumi berputar secara teratur dan melahirkan iklim dan cuaca yang seimbang sehingga layak dihuni manusia.
Keseimbangan ini merupakan ciri fitrah Allah pada umumnya. Demikian pula dengan fitrah manusia yang seimbang antara fisik dan jiwa, lahir dan batin, akal dan hati, sebagaimana dalam alam, ada langit dan bumi, siang dan malam, dan sebagainya. Kelestarian alam dan manusia juga terletak pada keseimbangan. Bumi akan tetap ada apabila antara lautan dan daratan, dataran rendah dan gunung-gunung tetap seimbang. Keseimbangan di bumi akan menyeimbangkan pula daya tarik menariknya dengan planet-planet lain sehingga tidak terjadi benturan yang dapat menghancurkan segalanya. Demikian pula, keseimbangan pada diri manusia. Manusia akan tetap terjaga kesehatannya apabila terjaga keseimbangannya antara bekerja dan istirahat, lahir dan batin, akal dan hati, bekerja dan ibadah, dunia dan akhirat.
Keseimbangan dan keharmonisan dalam konsep ajaran Islam mengandung implikasi bahwa Islam selalu berada pada garis tengah, tidak ekstrim pada salah satu pandangan Islam, tidak materialistis, dan tidak pula sosialis. Islam memandang hidup secara utuh dan seimbang antara realita dan idealita. Kehadiran Islam menjadikan umatnya sebagai saksi yang berada di garis tengah terhadap seluruh realitas kehidupan. Firman Allah SWT:
“Demikian pula Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat penengah, agar kamu menjadi saksi atas seluruh perbuatan manusia.” (Q.S. Al-Baqarah [2] :143)
(han)