HEADLINE

Polemik Gaji Hakim

ADVERTISEMENT
Dosen Yayasan Pendidikan Tinggi Pasundan Dpk FH UNPAS, Firdaus Arifin. (foto: pasjabar)

Oleh: Dosen Yayasan Pendidikan Tinggi Pasundan Dpk FH UNPAS, Firdaus Arifin (Polemik Gaji Hakim)

BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM – Hakim di seluruh Indonesia akan menggelar aksi cuti bersama pada 7-11 Oktober 2024 sebagai bentuk protes karena kesejahteraan mereka telah lama terabaikan. Para hakim dari berbagai daerah akan pergi ke Jakarta untuk menggelar aksi simbolis, memprotes kondisi kesejahteraan dan independensi hakim. Polemik mengenai kenaikan gaji hakim bukanlah isu baru dalam konteks peradilan di Indonesia.

Sejak reformasi, tuntutan untuk memperbaiki kesejahteraan para hakim kerap muncul, mencerminkan kebutuhan mendasar dari profesi yang memiliki tanggung jawab besar dalam menjaga keadilan dan penegakan hukum. Namun, tuntutan tersebut sering kali bertemu dengan realitas politik dan anggaran yang membuatnya tak mudah diwujudkan. Dalam situasi ini, penting untuk mempertimbangkan berbagai perspektif agar solusi yang diambil tidak hanya menguntungkan hakim sebagai individu, tetapi juga memperkuat sistem peradilan secara keseluruhan.

Pilar Keadilan

Dalam sistem ketatanegaraan, hakim memegang peranan vital sebagai penegak keadilan yang harus berdiri di atas segala kepentingan. Keputusan yang hakim ambil memiliki dampak luas terhadap masyarakat, negara, dan bahkan terhadap kehidupan individu yang terlibat dalam sengketa hukum. Oleh karena itu, sudah semestinya kesejahteraan para hakim menjadi prioritas negara, sebagaimana ditegaskan dalam UUD 1945 Pasal 24 ayat (1) yang menyebutkan bahwa kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan yang merdeka, untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Independensi ini tak mungkin terwujud tanpa adanya jaminan kesejahteraan bagi para hakim.

Namun, ada paradoks yang terjadi. Di satu sisi, kita menuntut hakim untuk bersikap adil, independen, dan tidak mudah terpengaruh oleh tekanan eksternal. Di sisi lain, kesejahteraan hakim kerap kali diabaikan. Dengan gaji yang dinilai banyak pihak tidak sebanding dengan tanggung jawab yang diemban, kondisi ini menimbulkan pertanyaan besar: bagaimana mungkin kita mengharapkan kinerja yang maksimal dari seorang hakim jika kesejahteraannya tak memadai?

Independensi Hakim

Kesejahteraan hakim erat kaitannya dengan independensi peradilan. Hakim yang merasa cukup secara finansial akan lebih mudah menjaga jarak dari potensi intervensi atau tekanan pihak luar, termasuk tekanan politik dan ekonomi. Kenaikan gaji seharusnya menjadi instrumen untuk memastikan bahwa hakim tidak tergoda oleh iming-iming korupsi, suap, atau intervensi yang berpotensi mengganggu independensi mereka dalam mengambil keputusan.

Dalam konteks ini, Peraturan Pemerintah No. 94 Tahun 2012 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Hakim yang Berada di Bawah Mahkamah Agung menjadi acuan penting. Peraturan ini memberikan landasan hukum yang jelas mengenai hak keuangan yang harus diterima oleh para hakim, termasuk tunjangan-tunjangan yang terkait dengan jabatan mereka. Namun, dengan perkembangan ekonomi dan kebutuhan hidup yang terus meningkat, banyak pihak merasa bahwa regulasi ini perlu diperbaharui agar tetap relevan dengan kondisi saat ini.

Banyak studi memperlihatkan bahwa gaji yang layak bagi aparat peradilan berkontribusi terhadap penguatan integritas lembaga peradilan. Tidak hanya di Indonesia, di banyak negara, reformasi peradilan sering dimulai dengan meningkatkan kesejahteraan hakim. Langkah ini bukan semata-mata untuk memberi insentif ekonomi, tetapi juga sebagai upaya untuk memperkuat posisi moral dan etika hakim di mata masyarakat.

Tantangan Fiskal dan Politik

Meski urgensi peningkatan gaji hakim jelas, tantangan yang dihadapi cukup kompleks, terutama dari segi politik dan fiskal. Kebijakan fiskal negara, terutama pasca-pandemi, mengalami tekanan luar biasa dengan prioritas pada pemulihan ekonomi dan penyediaan layanan publik. Dalam situasi ini, mengalokasikan anggaran besar untuk kenaikan gaji hakim dianggap kurang populer di kalangan elit politik maupun publik.

Selain itu, kenaikan gaji hakim juga kerap dipolitisasi, terutama dalam konteks hubungan antara lembaga eksekutif dan yudikatif. Jika tidak hati-hati, tuntutan kenaikan gaji bisa digunakan sebagai alat politik oleh pihak tertentu, baik untuk mendapatkan dukungan hakim atau, sebaliknya, untuk melemahkan lembaga peradilan dengan menuduh mereka terlalu menuntut hak tanpa memperbaiki kualitas peradilan.

Keadilan dan Efisiensi

Terlepas dari polemik yang ada, kenaikan gaji hakim haruslah dilihat dalam kerangka besar pembenahan peradilan secara menyeluruh. Perbaikan kesejahteraan hakim hendaknya dibarengi dengan peningkatan efisiensi dan akuntabilitas sistem peradilan. Kenaikan gaji tanpa adanya reformasi kelembagaan yang jelas hanya akan menimbulkan kesenjangan antara harapan dan kenyataan.

Upaya untuk meningkatkan kinerja peradilan, baik dari segi efisiensi waktu penanganan kasus maupun integritas dalam pengambilan keputusan, harus berjalan seiring dengan peningkatan kesejahteraan. Publik memiliki hak untuk menuntut hakim yang profesional, tetapi hakim juga berhak mendapatkan kondisi yang memadai untuk bekerja secara optimal.

Kesejahteraan Hakim

Pada akhirnya, kesejahteraan hakim harus dipandang sebagai salah satu pilar penting dalam reformasi peradilan. Jika negara serius ingin memperbaiki sistem hukum, maka perhatian terhadap kondisi hakim tidak bisa diabaikan. Reformasi yang menyeluruh, baik dari segi kelembagaan, sistem rekrutmen, maupun kesejahteraan finansial hakim, menjadi langkah penting menuju peradilan yang lebih adil, efisien, dan dipercaya oleh masyarakat.

Kenaikan gaji bukan sekadar soal angka, tetapi cerminan dari penghargaan negara terhadap peran vital para hakim dalam menjaga keadilan. Jika kita menginginkan sistem peradilan yang bersih dan independen, maka sudah saatnya negara berinvestasi lebih dalam kesejahteraan hakim. Di tengah berbagai tantangan yang ada, perdebatan soal kenaikan gaji ini seharusnya dilihat sebagai langkah strategis untuk memperkuat pilar-pilar peradilan yang adil dan merata bagi semua. (han)

Hanna Hanifah

Recent Posts

Shin Tae-yong Tidak Ingin Anak Asuhnya Terbebani Masa Lalu

WWW.PASJABAR.COM -- Pelatih timnas Indonesia Shin Tae-yong (STY) mengatakan tidak ingin anak-anak asuhnya terbebani memori…

19 menit ago

Persib Bandung Menolak untuk Menyerah

BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM – Persib Bandung tersungkur dalam perjalanannya di AFC Champions League Two (ACL 2).…

50 menit ago

Pasang Badan Pelatih Bojan Hodak untuk Victor Igbonefo

BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM – Victor Igbonefo belakangan ini jadi sorotan. Itu karena bek Persib Bandung itu…

2 jam ago

Disertasi Zaini Abdilah : Pengaruh Remunerasi Pola Karier dan Kompetensi Terhadap OCB Serta Implikasinya Pada Kinerja ASN

BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM – Hari ini, Rabu (9/10/2024) dilaksanakan sidang Disertasi, Zaini Abdilah. Dengan judul Pengaruh…

2 jam ago

Fluktuasi Harga Pangan: Cabai Turun, Minyak Goreng Naik

BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM – Badan Pangan Nasional (Bapanas) mencatat perubahan harga sejumlah komoditas pangan pada Rabu…

3 jam ago

Disdik Kab Purwakarta Gencarkan Program TdBA

KAB PURWAKARTA, WWW.PASJABAR.COM – Disdik Kab Purwakarta Gencarkan Program TdBA. Yakni program (Tatanen di Bale…

3 jam ago