HEADLINE

Menunggu Hadirnya Seorang “Negarawan” Dalam Pilkada Serentak 2024

ADVERTISEMENT
Dr. H. Deden Ramdan, M.Si, Dosen Ilmu Komunikasi FISIP Unpas (foto: pasjabar)

Oleh: Dr. H. Deden Ramdan, M.Si, Dosen Ilmu Komunikasi FISIP Unpas (Negarawan dalam Pilkada Serentak 2024)

BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM – Dalam aksi ini, selain melakukan orasi, massa juga membentangkan spanduk dengan tulisan pembebasan terhadap Palestina. Pilkada serentak 2024 yang akan berlangsung Rabu, 27 November 2024 diharapkan berjalan aman, lancar, dan kondusif tanpa ada kendala berarti. Yang paling penting dari perhelatan demokrasi ini adalah, mampukah hasil dari pilkada ini melahirkan Bupati, Walikota, dan Gubernur yang mencerminkan sosok negarawan?

Hal ini penting karena terkait dengan sikap kenegarawanan di kalangan masyarakat berkembang kesan: alih-alih persepsi positif yang hadir. Malah sikap minor cenderung negatif terhadap pejabat publik. Sikap tersebut terus mengalir dan tertuju pada perilaku pejabat di Indonesia, mulai dari gaya hidup mewah hingga perilaku yang cenderung korup serta tidak memiliki sikap kenegarawanan yang sejatinya harus mengedepankan kepentingan rakyat.

Fenomena yang terjadi menunjukkan bahwa jarang pejabat publik bersikap sebagai negarawan. Sebaliknya, kebanyakan adalah politikus yang lebih mementingkan keperluan pribadi, golongan, dan partainya. Tidak sedikit pejabat di Indonesia yang korup, melanggar aturan, dan mengabaikan etika publik. Padahal, mereka seharusnya memberi contoh dan teladan yang baik. Kepentingan kelompok atau partai kadang kala mengalahkan kepentingan negara, sehingga pada gilirannya negara dan rakyatlah yang dirugikan. Pejabat juga kerap mencampuradukkan urusan pribadi dan dinas, yang akhirnya merugikan kepentingan umum.

Pejabat Publik

Tatkala berbicara tentang perilaku pejabat publik, seolah tidak ada habisnya untuk dibincangkan. Misalnya, soal gaya hidup mewah pejabat yang disorot karena di saat rakyat masih banyak yang membutuhkan dan berkekurangan, di sisi lain fasilitas pejabat berlimpahan, gaya hidup mewah menjadi pilihan, dan celakanya gaya hidup mewah ini dipertontonkan kepada publik tanpa merasa bersalah, seolah itu dianggap lumrah dan wajar.

Ada praktik terbaik yang bisa diadopsi di mana pejabat Indonesia dapat meniru Singapura, yang mampu tumbuh dengan sangat maju karena pejabat publiknya hidup sewajarnya dan memiliki *political will* yang baik. Perdana Menteri Singapura, sebuah negara yang masuk kategori paling tertib dalam berpemerintahan dan rapi birokrasinya, Lee Hsien Loong, mengatakan bahwa kunci keberhasilannya dalam memimpin negara bersimbol Singa itu adalah dari segi remunerasi: pejabat negara harus digaji cukup, tetapi selain itu, mereka juga harus mematuhi etika publik, peka terhadap kondisi masyarakatnya, dan menjadi negarawan yang berorientasi pada kepentingan rakyat seutuhnya.

Secara definisi, etika pejabat publik adalah norma atau standar yang menentukan baik atau buruk, benar atau salah, terkait tindakan, perilaku, atau kebijakan publik. Etika publik muncul sebagai upaya memperbaiki pelayanan publik yang buruk akibat konflik dan korupsi.

Beberapa sikap dan kepribadian yang harus dipegang oleh pejabat publik dalam pelayanan publik. Antara lain: jujur dalam melaksanakan tugas, mengutamakan kepentingan publik daripada kepentingan pribadi, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme.

Etika publik memiliki beberapa fungsi, yaitu:

  1. Sebagai bantuan dalam menimbang pilihan sarana kebijakan publik.
  2. Sebagai alat evaluasi yang memperhitungkan konsekuensi etisnya.
  3. Menjembatani antara norma moral dan tindakan faktual.

Pelanggaran etika administrasi publik disebut juga maladministrasi. Maladministrasi merupakan suatu praktik yang menyimpang dari etika administrasi atau suatu praktik administrasi yang pada gilirannya akan menggerus kepercayaan publik dan menjauhkan dari pencapaian tujuan administrasi.

Arti Negarawan

Memahami arti “negarawan” mungkin banyak yang belum memahami apa itu “negarawan” atau “kenegarawanan.” Dalam kesempatan ini, penulis mencoba mengupas arti dari kata “negarawan” dengan mengacu pada beberapa sumber, yaitu: negarawan (plural: negarawan-negarawan; posesif ku, mu, nya; partikula: kah, lah) ahli dalam kenegaraan; ahli dalam menjalankan negara (pemerintahan); pemimpin politik yang secara taat asas menyusun kebijakan negara dengan suatu pandangan ke depan atau mengelola masalah negara dengan kebijaksanaan dan kewibawaan. Beliau merupakan pahlawan besar dan negarawan agung (sumber: https://id.wiktionary.org/wiki/negarawan). Selanjutnya, dalam kamus elektronik Bahasa Indonesia disebutkan: negarawan/ne·ga·ra·wan/n ahli dalam kenegaraan; ahli dalam menjalankan negara (pemerintahan); pemimpin politik yang secara taat asas menyusun kebijakan negara dengan suatu pandangan ke depan atau mengelola masalah negara dengan kebijaksanaan dan kewibawaan. Beliau merupakan pahlawan besar dan agung; kenegarawanan/ke·ne·ga·ra·wan·an/n hal yang berhubungan dengan orang-orang yang mengurus suatu negara: sikap amat diperlukan dalam menghadapi persoalan kemasyarakatan (sumber: KBBI http://kbbi.web.id/negarawan) diunduh 10-12-2015).

Menyimak kutipan dari kedua sumber tadi, dalam perspektif pemerintahan, bahwa negarawan adalah ahli dan paham akan kenegaraan atau ahli di dalam tata kelola pemerintahan, arif dan bijaksana dalam merumuskan program-program pemerintahan, serta loyal terhadap bangsa dan negara. Dengan pemahaman yang demikian, seorang paslon yang berhasil terpilih sebagai Kepala Daerah nantinya harus mampu memahami dan memaknai istilah “kenegarawanan.” Menjadi seorang negarawan dituntut tanggung jawab yang lebih besar daripada warga negara lainnya. Maka dari itu, ia harus memiliki jiwa yang tangguh, sikap mental yang mumpuni, dan yang paling penting adalah dipercaya publik. Predikat kenegarawanan harus dipegang teguh oleh yang bersangkutan karena mereka adalah figur publik.

Good Governance

Hal ini perlu untuk menampik kesan bahwa ada perbedaan antara negarawan era dulu dengan era sekarang. Negarawan zaman dulu dipenjara dulu baru menjabat, sementara negarawan sekarang menjabat dulu kemudian dipenjara. Artinya, negarawan zaman dulu berjuang lebih dahulu karena menghadapi pemerintahan kolonial/penjajah yang ingin menindas orang pribumi. Mereka dipenjara akibat semangat dan motivasi tinggi untuk merdeka, dan setelah Indonesia merdeka, barulah mereka menjabat. Itu adalah negarawan masa lalu. Sedangkan sekarang, mereka menjabat dahulu, lalu dipenjara akibat kesalahan yang melanggar hukum.

Maka dari itu, pejabat publik pada era sekarang diharapkan mampu mengemban prinsip-prinsip good governance yang merupakan ciri pemerintahan modern yang diadopsi oleh banyak negara maju untuk mengelola pemerintahannya dengan dukungan visi dan misi. Hal ini kiranya bisa dijadikan rujukan oleh paslon yang memenangkan pilkada. Dengan menyesuaikan pada kondisi daerah masing-masing, untuk mengelola pemerintahannya, mengakomodasi aspirasi rakyat, serta memenuhi janji-janji kampanye sehingga tidak menjadi bumerang bagi dirinya.

Membangun “Green Government”

Paradigma pemerintahan sekarang menuntut dan mewajibkan semua negara di muka bumi untuk mengembangkan dan membangun “green government” atau pemerintahan hijau. Semua lembaga pemerintahan baik di tingkat nasional maupun daerah wajib untuk membangun green government ini dengan melakukan pembangunan berkelanjutan (sustainable development), memperhatikan lingkungan hidup, memberdayakan segala potensi yang ada, serta kearifan lokal yang ada di setiap daerah. Misalnya, di Bali dapat mengadopsi konsep Tri Hita Karana untuk mendukung green government sebagai tindak lanjut hasil KTT Iklim di Paris 2015. Untuk daerah-daerah yang mengandalkan PAD dari hasil tambang atau sumber daya alam lainnya, perlu mulai mencari alternatif lain agar sumber daya alam tetap terjaga. Misalnya, PAD dari hasil galian C atau pertambangan lainnya perlu diperhatikan dan bila perlu dibatasi agar tidak merusak alam.

Pilkada serentak 2024 yang akan dilaksanakan diharapkan berjalan dengan lancar, aman, dan kondusif serta menghasilkan Kepala Daerah yang mumpuni. Dari hasil pemilihan langsung oleh rakyat ini diharapkan lahir pasangan kepala daerah yang mampu mengemban tugas sesuai amanat konstitusi serta berpegang pada prinsip-prinsip good governance. Mengantisipasi dampak pemanasan global dan sebagai tindak lanjut KTT Iklim Paris 2015, konsep green government dapat diwujudkan. Lebih penting lagi, paslon yang terpilih dalam pilkada serentak 2024 ini diharapkan mampu melahirkan negarawan sejati yang didambakan masyarakat. Dengan kebijakan yang benar-benar menyentuh kebutuhan dan kepentingan rakyat seutuhnya. Semoga. (han)

Hanna Hanifah

Recent Posts

Sengit! Persib Kandaskan Borneo FC Lewat Gol Ciro Alves

BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM - Persib Bandung kontra Borneo FC dalam lanjutan Liga 1 2024/2025 berangsung sengit. Tampil…

37 menit ago

Cucun Syamsurijal Laporkan Anggota DPRD Kab. Bandung

BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM -- Wakil Ketua DPR RI Cucun Syamsurijal melaporkan MA anggota DPRD Kabupaten Bandung…

46 menit ago

Cucun Syamsurijal: Pilkada Ibarat Sepak Bola

KABUPATEN BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM -- Wakil Ketua DPP PKB, Cucun Syamsurijal mengatakan jika pesta demokrasi (Pilkada)…

2 jam ago

Peluang Emil Audero di Timnas Indonesia Kata Erick Thohir

WWW.PASJABAR.COM -- Ketua Umum PSSI, Erick Thohir, memberikan pernyataan terkait peluang kiper Como 1907, Emil…

3 jam ago

Insting Shin Tae-yong Terbukti di Laga Kontra Arab

WWW.PASJABAR.COM -- Insting Shin Tae-yong sebagai pelatih terbukti dengan memasang Marselino Ferdinan sebagai starter saat…

4 jam ago

Dayeuhkolot & Bojongsoang Banjir, PR Serius Untuk Semua

KABUPATEN BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM -- Banjir kembali melanda Dayeuhkolot dan Bojongsoang meski sudah dibangun berbagai infrastruktur…

5 jam ago