BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM – Paduan Angklung dan Arumba SMA Pasundan 2 yang dikenal dengan nama “Panda” telah menjadi salah satu kegiatan unggulan di SMA Pasundan 2 Bandung yang didirikan sejak 7 November 2008.
Saat tampil, Panda dari SMA Pasundan 2 Bandung ini mempertahankan format orchestra angklung Padaeng dari Daeng Soetigna.
Panda dari SMA Pasundan 2 Bandung menampilkan aransemen dengan teknik keterpaduan dalam orchestra.
Ady Lukito, seorang tenaga pendidik yang telah menjadi pembina ekstrakurikuler ini selama 17 tahun menggabungkan alat musik tradisional angklung dan arumba.
Menciptakan harmoni seni yang menarik perhatian generasi muda.
Menurut Ady, awalnya ekskul ini hanya berfokus pada angklung. Namun, atas permintaan kepala sekolah, arumba (alunan rumpun bambu)—alat musik tradisional berbahan bambu—juga diperkenalkan untuk memberikan variasi.
Arumba yang biasanya dimainkan dengan genre lembut dimodifikasi menjadi lebih fleksibel, mampu memainkan berbagai genre lagu untuk menyesuaikan selera musik anak sekolah.
“Jadi Panda itu gabungan dari angklung dan arumba.” jelasnya.
Banyak tantangan yang dihadapi oleh Ady, namun ia berpegang pada satu filosofi, yaitu Panda SATU, yang berarti Panda Sajiwa saTujuan.
Tentunya yang menekankan kebersamaan dalam menghasilkan karya seni musik yang bisa dinikmati semua orang.
Ia juga menambahkan bahwa setiap anggota Panda harus menjalankan falsafah Panda SILA, yaitu Ikhlas, Nikmati, Rasakan, Syukuri, dan Hasil.
“Falsafah ini harus dipegang oleh anggota Panda setiap kali mengikuti lomba atau event. Mereka terlebih dahulu harus ikhlas melepaskan segala bentuk masalah yang sedang dirasakan, karena hal itu akan berpengaruh pada penampilan.” tuturnya.
Bagi Ady, angklung bukan hanya sekadar alat musik.
“Angklung itu sakral, karena berasal dari bambu yang merupakan benda hidup. Bermain angklung melibatkan rasa dan harmonisasi antara jiwa pemain dan alat musik itu sendiri.” jelasnya.
Awal Permulaan
Dalam upaya melestarikan angklung, Ady sudah memulainya sejak 2008.
“Sejak 2008 kita sudah mengenalkan angklung ke masyarakat. Salah satunya adalah saat pertama kali adanya Car Free Day di Bandung. Selain itu, setiap hari sabtu atau minggu, kami bermain di depan sekolah, namun ini diwakilkan oleh pemain arumba.” ungkapnya.
Arsya, seorang siswi yang kini menjadi konduktor di Panda, mengaku bergabung karena kecintaannya pada angklung sejak SD.
“Angklung Panda ini sudah menjadi keluarga kedua. Saya belajar banyak tentang musik dan juga memperluas relasi dengan teman lintas kelas, angkatan, dan juga alumni,” katanya.
Pengalaman paling berkesan bagi Arsya adalah saat petama kali menjadi konduktor dan berhasil memenangkan perlombaan.
Hal serupa diungkapkan oleh Beby, salah satu anggota Panda. Ia menyebut ekskul ini sebagai tempat untuk refreshing setelah lelah beraktivitas di sekolah.
“Lewat ekskul ini, saya sering ikut lomba dan belajar kerjasama tim. Di sini saya menemukan keluarga baru,” ungkapnya.
Harapan besar juga disampaikan oleh salah satu anggota Panda.
“Semoga angklung lebih aktif di sekolah-sekolah lain, karena ini salah satu budaya di Indonesia yang harus dilestarikan, dan generasi muda bisa cinta dengan budaya sendiri, khususnya angklung ini. Kalau untuk angklung Panda ini semoga kedepannya makin solid.” tutup Beby. (hanna/salma)