HEADLINE

Habis Pilkada, Terbitlah Sengketa

ADVERTISEMENT

Oleh: Firdaus Arifin

(Dosen YPT Pasundan Dpk. FH Unpas)

Pilkada serentak, sebagai salah satu instrumen demokrasi lokal, sejatinya merupakan perwujudan dari kedaulatan rakyat. Namun, tak jarang, euforia pesta demokrasi ini berujung pada residu berupa sengketa.

Fenomena ini bukan sekadar anomali, melainkan telah menjadi pola yang hampir dapat diprediksi.

Pilkada 2024 diperkirakan tidak akan lepas dari dinamika serupa, mengingat kompleksitas sistem pemilu kita dan pelbagai kepentingan politik yang melingkupinya.

Sengketa hasil pilkada, secara normatif, merupakan bagian dari mekanisme demokrasi untuk menyelesaikan konflik.

Namun, jika sengketa ini terus berulang dalam intensitas yang tinggi, hal itu mengindikasikan adanya problematika yang lebih dalam.

Alih-alih menjadi alat penyelesaian, sengketa justru kerap digunakan sebagai instrumen delegitimasi terhadap hasil pilkada itu sendiri.

Hal ini menjadi tantangan besar bagi demokrasi kita, yang seharusnya menjunjung tinggi keadilan dan transparansi.

Sengketa yang Berulang: Simtom Demokrasi yang Belum Matang

Sengketa pilkada yang kerap terjadi tidak semata-mata mencerminkan konflik antara kandidat. Fenomena ini adalah gambaran dari sejumlah persoalan sistemik dalam tata kelola pilkada di Indonesia diantaranya yaitu: Pertama, Regulasi yang Kompleks dan Tidak Adaptif.

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada menjadi salah satu rujukan utama dalam mengelola konflik pemilu.

Salah satu klausul krusialnya adalah ketentuan mengenai ambang batas selisih suara sebagai syarat pengajuan sengketa. Aturan ini awalnya dirancang untuk menyaring gugatan yang tidak relevan atau asal-asalan.

Namun, dalam praktiknya, aturan ini justru membuka ruang bagi manipulasi data dan mendorong munculnya konflik baru.

Kandidat yang merasa dirugikan sering kali tidak hanya berfokus pada pelanggaran substantif, tetapi juga mencoba memperbesar angka pelanggaran administratif untuk memenuhi syarat ambang batas.

Fenomena ini menunjukkan bagaimana regulasi yang terlalu teknis justru berisiko menciptakan ketidakadilan substantif, terutama ketika pelanggaran yang lebih besar seperti politik uang atau intimidasi tidak dapat dibuktikan hanya dengan angka.

Kedua, Politik Uang dan Manipulasi Data. Politik uang telah menjadi penyakit kronis dalam demokrasi kita.

Dalam konteks sengketa, politik uang sering digunakan untuk membeli dukungan, baik dari pemilih maupun penyelenggara di tingkat lokal.

Selain itu, manipulasi data pemilu melalui perubahan hasil di tingkat rekapitulasi berjenjang juga menjadi isu yang sulit diatasi.

Dampaknya, sengketa hasil pilkada kerap menjadi arena pertarungan tidak hanya soal angka, tetapi juga legitimasi moral para kandidat.

Ketiga, Pengawasan yang Lemah dan Tidak Efektif. Bawaslu sebagai lembaga pengawas pemilu memiliki tugas berat untuk memastikan proses pemilu berlangsung jujur dan adil.

Namun, kapasitas dan independensi pengawas di tingkat daerah sering kali menjadi sorotan.

Dalam beberapa kasus, pengawas lokal justru terlibat dalam praktik kecurangan, baik karena tekanan politik maupun kepentingan finansial.

Lemahnya pengawasan ini menciptakan ruang bagi pelanggaran untuk terjadi, yang kemudian menjadi bahan utama dalam sengketa.

Dilema Penyelesaian: Keadilan Prosedural vs. Substansial

Dalam penyelesaian sengketa pilkada, terdapat dua pendekatan utama yang sering menjadi perdebatan: keadilan prosedural dan keadilan substansial.

  1. Mahkamah Konstitusi: Penjaga Angka atau Penegak Demokrasi?

Mahkamah Konstitusi (MK) memainkan peran kunci dalam menyelesaikan sengketa hasil pilkada.

Namun, tugas ini tidaklah mudah, mengingat MK sering kali dihadapkan pada dilema antara fokus pada angka atau menggali lebih dalam untuk mencari keadilan substantif.

Di satu sisi, MK dibatasi oleh aturan yang mengharuskannya memprioritaskan keabsahan angka hasil pemilu.

Namun, di sisi lain, tuntutan publik terhadap penegakan keadilan substantif, seperti pengungkapan kecurangan besar, menjadi semakin kuat.

Jika MK terlalu kaku dalam pendekatan prosedural, keadilan substantif sering kali terabaikan.

Sebaliknya, jika MK terlalu jauh masuk ke substansi, ada risiko melampaui kewenangannya sebagai pengadilan konstitusi.

  1. Peran Terbatas Bawaslu

Sebagai lembaga yang mengawasi pelaksanaan pemilu, Bawaslu sebenarnya memiliki kewenangan untuk menangani pelanggaran administratif dan etik selama pilkada.

Namun, kewenangan ini sering kali tidak diimbangi dengan kapasitas eksekusi yang memadai.

Misalnya, rekomendasi Bawaslu untuk mendiskualifikasi kandidat jarang diterapkan secara konsisten, baik karena tekanan politik maupun lemahnya bukti.

Selain itu, koordinasi antara Bawaslu dan MK juga sering kali menjadi kendala, sehingga banyak pelanggaran yang akhirnya tidak terselesaikan.

Menata Ulang Sistem Pemilu Lokal

Jika demokrasi lokal ingin menjadi fondasi yang kuat bagi demokrasi nasional, maka persoalan sengketa pilkada harus diselesaikan dengan pendekatan yang komprehensif. Beberapa langkah strategis dapat diambil untuk menata ulang sistem penyelesaian sengketa ini yaitu:

  1. Evaluasi Ambang Batas Sengketa

Regulasi tentang ambang batas pengajuan sengketa perlu dievaluasi ulang. Salah satu pendekatan yang bisa dipertimbangkan adalah memperluas definisi pelanggaran yang dapat menjadi dasar sengketa, tidak hanya terbatas pada selisih suara. Dengan demikian, pelanggaran serius seperti politik uang atau intimidasi dapat menjadi bahan gugatan, meskipun tidak memengaruhi angka secara langsung.

  1. Penguatan Bawaslu

Bawaslu perlu diperkuat, baik dari segi kapasitas sumber daya manusia maupun kewenangan hukumnya. Salah satu langkah penting adalah memberikan Bawaslu kewenangan untuk mengeksekusi rekomendasi terkait pelanggaran sistemik, termasuk pembatalan hasil pemilu jika terbukti ada kecurangan besar.

  1. Digitalisasi Proses Pemilu

Penggunaan teknologi dalam proses pemilu, seperti rekapitulasi suara elektronik, dapat menjadi solusi untuk mengurangi manipulasi data. Namun, digitalisasi ini harus disertai dengan mekanisme pengawasan yang ketat untuk mencegah potensi kecurangan baru.

  1. Edukasi Pemilih

Pendidikan politik kepada masyarakat menjadi kunci untuk menciptakan demokrasi yang lebih sehat. Pemilih yang cerdas dan kritis akan lebih sulit dimanipulasi, sehingga praktik politik uang dan intimidasi dapat diminimalisasi. Dalam jangka panjang, upaya ini akan mengurangi jumlah sengketa pilkada.

Epilog: Membangun Demokrasi yang Berkeadilan

Pilkada serentak bukan sekadar proses memilih pemimpin daerah, tetapi juga ujian bagi komitmen bangsa terhadap prinsip-prinsip keadilan dan integritas.

Jika sengketa pilkada terus menjadi pola yang berulang, maka demokrasi kita sedang menghadapi krisis legitimasi.

Namun, di balik setiap sengketa, selalu ada peluang untuk memperbaiki sistem.

Dengan reformasi regulasi, penguatan lembaga pengawas, dan pendidikan politik yang berkelanjutan, kita dapat membangun demokrasi lokal yang tidak hanya procedurally correct tetapi juga substantively justice.

Habis pilkada, jangan sampai hanya menyisakan sengketa; yang kita butuhkan adalah terbitnya keadilan dan legitimasi. (*)

 

 

Yatti Chahyati

Recent Posts

Bey Machmudin Lantik 272 Duta Integritas di WJYC 2024

BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM - Penjabat Gubernur Jawa Barat, Bey Machmudin, resmi melantik 272 Duta Integritas Jawa…

7 menit ago

Buku Menjadi Guru Ala Nabi: Pedoman Pendidikan Islami

BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM – Dunia pendidikan Indonesia mendapatkan tambahan referensi yang berharga melalui hadirnya buku Menjadi…

54 menit ago

Delapan Daerah di Jabar Belum Ajukan Bantuan Siaga Bencana

BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM – Penjabat (Pj) Gubernur Jawa Barat, Bey Triadi Machmudin, menyampaikan bahwa ada delapan…

2 jam ago

Kesiapsiagaan Banjir: Sekda Bandung Ajak Masyarakat Jaga Kebersihan

BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM – Penjabat Sekretaris Daerah Kota Bandung, Dharmawan, mengimbau semua pihak untuk meningkatkan kepedulian…

3 jam ago

Pascasarjana Unpas Siapkan Program Magister Kesehatan

BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM – Pascasarjana Universitas Pasundan (Unpas) akan siapkan program Magister kesehatan. Hal tersebut diungkapkan…

3 jam ago

Tiga Pemain Luar Negeri Dipastikan Bergabung dengan Timnas Indonesia

BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM – Pelatih Tim Nasional (Timnas) Indonesia, Shin Tae-yong, memastikan tiga pemain yang berkarier…

4 jam ago