BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM – Mantan Kepala Bappelitbangda Kabupaten Bandung Barat (KBB), Rini Sartika, mempersoalkan penerbitan surat keputusan (SK) baru terkait rotasi-mutasi Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama (JPTP) di Pemerintah Kabupaten Bandung Barat.
Ia menduga SK tersebut diterbitkan untuk menutupi maladministrasi pada SK sebelumnya. Yang tidak mematuhi masa berlaku Surat Pertimbangan Teknis (Pertek) Badan Kepegawaian Negara (BKN).
SK baru ini terungkap saat proses dismissal gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung, Rabu (18/12/2024).
Sebelumnya, Rini hanya menerima Petikan Keputusan Nomor 100.3.3.2/Kep.644-BKPSDM tentang Perubahan Atas Keputusan Bupati Bandung Barat No. 560.
“Gugatan ke PTUN kita sedang dalam proses pengajuan. Baru kita tahu ada SK perubahan. Yang saya tahu itu terakhir ada petikan perubahan SK nomor 560. Baru pada saat di PTUN kemarin baru kita ditunjukkan SK-nya. Kenapa sebelumnya tidak pernah dikasih ke saya, katanya sudah diberikan tapi saya tidak pernah menerima SK baru itu,” ujar Rini Sartika saat ditemui, Kamis (19/12/2024).
Rini mengkritik Pj Bupati Bandung Barat yang tidak mencabut SK rotmut sebelumnya meskipun dinilai cacat hukum.
Sebaliknya, SK tersebut diubah dengan dalih perpanjangan Pertek, meskipun masa berlaku Pertek lama telah habis sebelum SK pertama diterbitkan.
“Disebutkan SK baru ini merupakan bagian tak terpisahkan dari SK sebelumnya. Jadi SK yang lama kalau seperti itu masih berlaku kalau tidak diubah. Dia tidak mencabut dan membatalkan tapi dia hanya merubah. Prakteknya diubah. Padahal di SK sebelumnya tidak ada Pertek. Jadi ini bukan merubah tapi menambahkan. Kalau menambahkan hal yang baru Pertek yang baru,” tegasnya.
Pelanggaran Waktu
Rini juga menyoroti pelanggaran waktu dalam penerbitan SK rotasi-mutasi tersebut.
“Tapi seperti ini (Pertek baru) rotmut saya pelantikan dulu baru Pertek. Katanya Pertek perpanjangan. Kalau perpanjang ada jeda waktu dua bulan kosong dari tanggal masa berlaku kalau mengacu Pertek yang lama. Harusnya pembatalan pencabutan SK yang lama dengan prosedur perizinan yang dipersyaratkan. Seperti Pertek yang berlaku dan surat kementerian,” tambahnya.
Selain itu, ia mempertanyakan dalih “human error” yang digunakan sebagai alasan cacat administrasi dalam proses rotmut tersebut.
“Terkait human error yang disampaikan kepada Kemendagri. Dalam surat yang dikeluarkan Kemendagri itu muncul human error. Saya pertanyakan human error ini apa, siapa, bagaimana, dan apa tindak lanjutnya. Human error terkait pengetikan, kenapa bisa terjadi human error, terus siapa yang mengetiknya. Lalu tindakannya apa karena dia merugikan dan menyalahi aturan,” tandas Rini.
Pendamping hukum Rini, M. Isa Fajri, mengatakan bahwa proses dismissal gugatan terkait rotasi-mutasi pejabat eselon II di lingkungan Pemkab Bandung Barat masih berjalan.
“Jika produk hukum yang diajukan ke pengadilan benar produk tergugat dalam hal ini Bupati Bandung Barat, maka gugatannya akan diterima oleh hakim PTUN. Konteks gugatannya adalah perbaikan administrasi dalam sistem pemerintahan,” jelas Isa.
Isa menegaskan bahwa administrasi pemerintahan seharusnya berjalan sesuai Undang-Undang dan peraturan yang berlaku.
“Karena pemerintah yang membuat Undang-Undang, dia yang menetapkan dan mengkaji, tapi mereka sendiri tidak menerapkan sistem ini dengan baik kepada internalnya maupun kepada eksternal. Karena kalau mekanisme sesuai dengan Undang-Undang kita nggak jadi soal. Tapi yang kita sayang kalau membuat, merubah, dan merencanakan sesuatu tanpa dasar,” ungkapnya.
Isa juga menyatakan bahwa dismissal akan dilanjutkan pada 24 Desember 2024. Namun, ia berharap Pj Bupati Bandung Barat segera menyadari kekeliruan dalam proses rotasi-mutasi ini.
“Kemarin yang hadir dari bagian hukum Pemkab Bandung Barat ada dua orang. Sebelumnya sama Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Bandung Barat. Pertemuan selanjutnya tanggal 24. Mudah-mudahan menjadi kebaikan bersama sebelum gugatan dibacakan oleh pengadilan,” tambahnya.
Gugatan
Rini Sartika, yang kini menjabat sebagai Staf Ahli Bidang Ekonomi dan Keuangan, menggugat Bupati Bandung Barat karena SK rotasi-mutasi tidak mencantumkan Pertek BKN, yang menjadi salah satu syarat utama.
Masa berlaku Pertek dari BKN hanya sampai 28 Agustus 2024, sedangkan pelantikan pejabat dilakukan pada 2 September 2024.
Hal ini melanggar ketentuan yang tercantum dalam Surat Plt Kepala BKN Nomor 20157/R-AK.02.02/SD/K/2024, yang menyatakan bahwa Pertek tidak berlaku jika keputusan rotasi-mutasi belum diterbitkan hingga masa berlaku Pertek habis.
Selain itu, rotasi empat pejabat ini dinilai tidak sesuai dengan Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria (NSPK) Manajemen Aparatur Sipil Negara, serta justru menyebabkan rangkap jabatan di lingkungan Pemkab Bandung Barat. (uby)