WWW.PASJABAR.COM – Donald Trump kembali berkoar soal keinginan Amerika Serikat untuk merebut pulau terbesar di dunia, pulau Greenland.
Dalam jumpa pers pada Selasa (7/1), Trump menyatakan bahwa AS tak menutup kemungkinan untuk menggunakan kekuatan militer guna mengakuisisi wilayah otonom yang berada di bawah kerajaan Denmark tersebut.
“Saya tidak bisa meyakinkan Anda mengenai salah satu dari keduanya. Tapi saya bisa mengatakan bahwa kita membutuhkannya untuk keamanan ekonomi,” kata Trump saat ditanya apakah dia akan menggunakan kekuatan militer atau ekonomi untuk menguasai Greenland dan Terusan Panama.
Pada akhir Desember, Trump menyatakan niatnya untuk membeli Greenland demi keamanan nasional Amerika Serikat. Keinginan itu sudah dia umbar sejak 2019, namun belum kunjung terwujud karena ditolak Greenland dan Denmark.
Perdana Menteri Greenland, Mute Egede, telah menegaskan bahwa pulau di wilayah Arktik tersebut tidak untuk dijual. Denmark juga sudah menolak mentah-mentah wacana Trump dengan menyebutnya absurd.
Tak habis akal, Trump pun mengancam bakal mengenakan tarif pada Denmark jika menolak untuk menjual Greenland padanya.
Meski begitu, Perdana Menteri Denmark Mette Frederiksen tetap bersikeras bahwa Greenland tidak untuk dijual.
Greenland dan sejarahnya
Greenland merupakan pulau terbesar di dunia dengan luas 2.166.086 kilometer persegi.
Greenland adalah wilayah otonom Kerajaan Denmark, yang sempat berada di bawah koloni Denmark hingga tahun 1953.
Pada 2009, Kerajaan Denmark memberinya status otonom sehingga memungkinkannya membentuk pemerintahan sendiri dan membuat kebijakan domestik secara mandiri.
Secara geografis, Greenland merupakan bagian dari benua Amerika Utara.
Namun, politik dan budaya Greenland sejak lama dikaitkan dengan Eropa, khususnya Norwegia dan Denmark, karena sejarah kolonialisme di sana.
Greenland wilayah selatan dihuni oleh bangsa Norse pada abad ke-10 setelah sebelumnya mereka mendiami Islandia.
Pada abad ke-13, para pemukim Norse pun mulai berinteraksi dengan budaya Inuit Thule yang berkembang di Greenland utara.
Dilansir dari Britannica, pada abad ke-14, pemukiman Norse mengalami kemunduran, kemungkinan akibat mendinginnya iklim Greenland. Di abad ke-15, pemukiman itu pun tak lagi dihuni.
Selama abad ke-16 dan ke-17, pemburu paus Belanda dan Inggris melakukan perjalanan di laut sekitar Greenland. Mereka terkadang berinteraksi dengan penduduk setempat.
Namun, tidak ada upaya kolonisasi yang dilakukan. Hingga pada 1721, Hans Egede muncul dan mendirikan perusahaan dagang di dekat Nuuk (ibu kota Greenland saat ini) atas izin Kerajaan Denmark-Norwegia. Ini menjadi awal mula era kolonial Greenland.
Tahun 1814, ketika Denmark dan Norwegia berpisah, Greenland diserahkan kepada Denmark. Wilayah itu sepenuhnya terintegrasi dengan negara Denmark pada 1953.
Referendum
Di tahun 1979, referendum mengenai pemerintahan sendiri diadakan di Greenland dengan hasil 70 persen masyarakat ingin agar Greenland memiliki otonomi yang lebih besar.
Denmark pun memberikan status pemerintahan sendiri kepada Greenland sebagai hasilnya.
Pada November 2008, lebih dari 75 persen warga Greenland memberikan suara pada referendum tidak mengikat yang menyerukan otonomi lebih besar. Usulan itu pun disetujui Denmark.
Greenland kemudian menjadi wilayah otonom Denmark yang mulai mengambil alih tanggung jawab atas sejumlah urusan pemerintahan pada 2009.
Kendati begitu, Denmark tetap memegang kendali atas kewarganegaraan, kebijakan moneter, urusan luar negeri, serta pertahanan.
Saat ini, Greenland tengah mengupayakan kemerdekaan dari Denmark. Perdana Menteri Greenland Mute Egede mengatakan sudah saatnya rakyat Greenland mengambil langkah sendiri atas masa depannya.
“Sudah saatnya kita mengambil langkah dan membentuk masa depan kita sendiri, yang juga berkenaan dengan siapa kita akan bekerja sama erat, dan siapa saja mitra dagang kita,” ucapnya, seperti dikutip Reuters.
Kendati begitu, Egede tidak mengatakan kapan pemungutan suara akan dilakukan terkait upaya tersebut.
Lebih dari 56 ribu penduduk Greenland sendiri saat ini terbelah mengenai rencana kemerdekaan, utamanya terkait dampak terhadap standar hidup.