BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM – Persatuan Perusahaan Air Minum Seluruh Indonesia (Perpamsi) mengungkapkan tantangan besar dalam mencapai target akses air minum aman yang ditetapkan oleh Presiden RI Prabowo Subianto.
Target tersebut mencakup peningkatan layanan air minum dari 22 persen menjadi 40 persen pada tahun 2029.
“Jika pencapaian 22 persen ini memakan waktu lebih dari 70 tahun, maka mengejar tambahan 18 persen dalam lima tahun membutuhkan kecepatan luar biasa. BUMD Air Minum (AM) bukan hanya harus berjalan cepat, tetapi harus ‘berlari’,” ujar Direktur Eksekutif Perpamsi, Subekti.
Namun, Perpamsi menyebutkan bahwa tantangan untuk mencapai 40 persen akses air minum aman tidaklah mudah.
PDAM atau BUMD AM masih menghadapi berbagai kendala, termasuk tarif yang belum full cost recovery (FCR), angka kehilangan air atau non revenue water (NRW) yang tinggi, keterbatasan sumber air, pencemaran air baku, serta dampak perubahan iklim.
Regulasi
Selain itu, regulasi menjadi tantangan besar lainnya. Setidaknya ada tiga produk hukum yang dinilai menghambat pencapaian target 40 persen akses air minum aman.
Pertama, Permen PUPR No. 3/2023 yang mengatur tata cara perizinan sumber daya air, namun memberikan sanksi administratif yang berlaku surut sejak 1 November 2019.
“Hal ini bertentangan dengan prinsip hukum yang berlaku umum di Indonesia,” jelas Subekti.
Kedua, Permen ESDM No. 14/2024 yang menghilangkan kewajiban swasta untuk mendapatkan rekomendasi dari BUMD AM sebelum melakukan pengeboran air tanah.
Akibatnya, BUMD AM kehilangan kontrol atas sumber daya yang menjadi tanggung jawab mereka, serta berpotensi memicu eksploitasi air tanah yang tidak terkendali.
“Penghilangan syarat rekomendasi ini menghilangkan kesempatan pemerintah untuk melayani lebih banyak masyarakat yang membutuhkan air bersih. Dampaknya, penurunan permukaan air tanah dan intrusi air laut sudah terjadi di beberapa daerah pesisir,” lanjutnya.
Ketiga, PP No. 5/2021 yang membatasi pengambilan air tanah hingga 20 persen dari potensi mata air yang tersedia.
Subekti menyebutkan bahwa batasan ini tidak memperhitungkan kebutuhan nyata masyarakat, terutama di daerah yang sangat bergantung pada layanan air bersih perpipaan.
“Dampaknya jelas, pelayanan air minum bagi jutaan penduduk akan terganggu. Ketentuan ini menciptakan ketidakpastian bagi BUMD AM dan berdampak pada kualitas layanan. Dengan keterbatasan akses terhadap sumber air baku, kami terpaksa mencari alternatif yang sering kali lebih mahal dan kurang efisien,” pungkasnya. (rif)