BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM – Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Kemendukbangga)/BKKBN mengungkapkan bahwa ghosting atau memutuskan komunikasi tanpa penjelasan serta Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) menjadi faktor penyebab perceraian di Indonesia.
Menurut Direktur Bina Ketahanan Remaja Kemendukbangga/BKKBN, Edi Setiawan, ghosting menjadi penyebab 8,4 persen kasus perceraian.
Sementara itu, KDRT hanya dilaporkan pada 1,3 persen kasus, meski jumlah sebenarnya diperkirakan lebih tinggi.
“Ada salah satu pihak yang ditinggal pergi atau ghosting sebesar 8,4 persen, juga kasus KDRT, tetapi ini angkanya kecil karena yang dilaporkan sekian persen saja, sedangkan kasus sebenarnya jauh lebih besar dari 1,3 persen,” kata Edi dalam keterangan resmi di Jakarta, Senin (17/2/2025), dilansir dari Antara.
Penurunan Kasus Perceraian di Indonesia
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), kasus perceraian di Indonesia pada 2024 tercatat sebanyak 408.347 kasus, mengalami penurunan dari 467 ribu kasus pada 2023 dan 516 ribu kasus pada 2022.
Edi menjelaskan bahwa sebagian besar perceraian disebabkan oleh pertengkaran dan perselisihan dalam rumah tangga.
“Ini fakta yang kita dapat dari Kementerian Agama, ternyata kasus cerai itu disebabkan karena sebagian besar pertengkaran dan perselisihan dalam keluarga sebesar 61,7 persen, memang ada masalah ekonomi seperempat atau 20 persen-nya,” ujarnya.
Edi juga menyoroti pentingnya calon pengantin mengenal kepribadian pasangan sebelum menikah untuk mengurangi risiko perceraian.
Ia menjelaskan bahwa sejumlah perceraian terjadi karena kurangnya pemahaman terhadap karakter pasangan.
“Ada yang mabuk-mabukan, bahaya juga nih, artinya dia (istri) belum kenal dengan suaminya, suami mabuk-mabukan tapi sudah telanjur menikah. Karena itu kenali dulu pasangan kalian. Menikah itu bukan soal tinggal bersama, melainkan soal hidup bersama, bagaimana kita melakukan adaptasi dan penyesuaian dengan pasangan kita,” ucapnya.
Persiapan Pernikahan untuk Menekan Angka Perceraian
Deputi Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga (KSPK) Kemendukbangga/BKKBN, Nopian Andusti, menyatakan bahwa persiapan pernikahan sangat penting dalam menurunkan angka perceraian di Indonesia.
Ia menegaskan bahwa pernikahan memerlukan kesiapan dalam berbagai aspek. Seperti kesehatan fisik, mental, finansial, spiritual, serta keterampilan membangun rumah tangga yang harmonis.
“Persiapan pernikahan sangat penting untuk menurunkan angka perceraian di Indonesia karena pernikahan merupakan fase penting dalam kehidupan yang membutuhkan banyak kesiapan, baik dari segi kesehatan fisik, mental, finansial, spiritual, maupun keterampilan dalam membangun rumah tangga yang harmonis dan sakinah,” kata Nopian saat mewakili Mendukbangga Wihaji.
Nopian juga menekankan pentingnya peran ayah dalam rumah tangga, yang tidak hanya sebagai pencari nafkah. Tetapi juga mencakup pengasuhan anak, dukungan emosional, dan pengambilan keputusan bersama.
“Kecenderungan sebagian besar para suami hanya berperan sebagai pencari nafkah, tetapi kurang dalam kesempatan untuk memiliki tanggung jawab pada partisipasi pengasuhan anak dan berbagi peran untuk membangun rumah tangga yang harmonis secara seimbang,” tuturnya.
10 Dimensi Kesiapan Berkeluarga
Menurut Kemendukbangga/BKKBN, terdapat 10 dimensi kesiapan berkeluarga yang perlu diperhatikan sebelum menikah:
- Kesiapan usia sesuai batas ideal menikah (21 tahun untuk perempuan dan 25 tahun bagi laki-laki).
- Kesiapan finansial.
- Kesiapan emosi.
- Kesiapan sosial.
- Kesiapan moral.
- Kesiapan mental.
- Kesiapan interpersonal.
- Kesiapan fisik.
- Kesiapan intelektual.
- Keterampilan hidup.
Aplikasi Elsimil untuk Calon Pengantin
Kemendukbangga/BKKBN memperkenalkan aplikasi Elektronik Siap Nikah dan Siap Hamil (Elsimil) sebagai sarana edukasi kesiapan menikah, skrining kesehatan, dan pendampingan bagi calon pengantin.
Aplikasi ini diharapkan mampu membantu calon pengantin dalam mempersiapkan pernikahan yang sehat serta kelahiran bayi yang sehat.
Selain persiapan pernikahan dan penggunaan aplikasi Elsimil, edukasi pra-nikah menjadi langkah efektif untuk mencegah perceraian di Indonesia.
Edukasi pra-nikah membantu pasangan dalam memahami hak dan kewajiban pernikahan, mengelola konflik, serta mengembangkan komunikasi yang sehat. (han)