WWW.PASJABAR.COM — Ketegangan di Timur Tengah semakin meningkat setelah Israel melancarkan serangan ke wilayah Tepi Barat yang diduduki. Pada Minggu (23/2/2025), untuk pertama kalinya dalam beberapa dekade terakhir, tank-tank Israel bergerak ke kawasan tersebut.
Keesokan harinya, Senin (24/2/2025), tank dan buldoser militer Israel mulai memasuki kamp pengungsi Jenin, yang selama ini menjadi basis milisi bersenjata Palestina.
Menurut laporan militer Israel, operasi ini melibatkan pasukan Brigade Infanteri Nahal dan Unit Komando Duvdevan di beberapa desa sekitar Jenin.
Media Israel KAN menyebut pengerahan ini sebagai bagian dari strategi yang lebih luas untuk memperluas operasi militer di Tepi Barat.
Aksi militer ini menimbulkan ketakutan di kalangan warga Palestina.
Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, menyatakan bahwa pasukan mereka akan tetap berada di kawasan tersebut selama tahun mendatang.
Sementara Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menegaskan bahwa keberadaan militer Israel akan berlangsung “selama diperlukan”.
40.000 Warga Palestina Dipaksa Keluar
Serangan Israel tidak hanya terbatas pada pergerakan militer, tetapi juga berdampak besar pada warga sipil.
Pasukan Israel dilaporkan telah memaksa 40.000 warga Palestina meninggalkan kamp-kamp pengungsi di Jenin dan Tulkarm, melarang mereka kembali ke rumah masing-masing.
Anadolu Agency melaporkan bahwa operasi ini menandai pertama kalinya dalam 20 tahun terakhir tank Israel ditempatkan di Tepi Barat.
Katz mengatakan pasukan Israel akan terus menempati kamp-kamp pengungsi Palestina untuk memastikan warga yang terusir tidak kembali.
“Saya telah menginstruksikan pasukan untuk bersiap tinggal di kamp-kamp ini selama satu tahun dan tidak mengizinkan penduduk untuk kembali,” ujar Katz seperti dikutip Middle East Monitor.
Bahkan, aktivitas UNRWA di kamp-kamp tersebut telah dihentikan, memperburuk kondisi kemanusiaan bagi pengungsi Palestina.
Israel Tunda Pembebasan Tahanan Palestina
Di tengah ketegangan yang semakin memanas, Israel juga menunda pembebasan lebih dari 600 tahanan Palestina yang sebelumnya dijadwalkan untuk dibebaskan pada Sabtu lalu.
Keputusan ini diambil setelah Hamas menyerahkan enam sandera Israel dari Gaza.
Israel beralasan bahwa pembebasan para tahanan Palestina harus menunggu kepastian mengenai sandera Israel lainnya.
Kantor Perdana Menteri Netanyahu menyebut bahwa pembebasan akan dilakukan hanya jika Hamas menjamin pelepasan sandera tanpa “upacara yang memalukan”.
Sementara itu, Hamas menuntut pembebasan 620 warga Palestina serta tambahan tahanan lainnya sebagai syarat pertukaran.
Kondisi ini semakin memperumit perundingan internasional terkait gencatan senjata.
Meskipun ada upaya untuk memperpanjang perjanjian gencatan senjata tahap pertama selama 42 hari, Israel tetap bersikap skeptis terhadap keberlanjutannya.
Krisis Kemanusiaan di Gaza
Di tengah gejolak konflik, Gaza kembali mengalami krisis kemanusiaan.
Tiga anak Palestina dilaporkan meninggal akibat cuaca dingin ekstrem di pengungsian terbuka.
Perang yang berkepanjangan telah membuat ribuan keluarga kehilangan tempat tinggal, sementara infrastruktur dasar seperti listrik dan air bersih semakin sulit diakses.
Kota Khan Younis kini dikelilingi oleh kehancuran, dengan ribuan warga Palestina hidup di bawah tenda darurat selama lebih dari satu setengah tahun.
Anak-anak dan lansia menjadi kelompok paling rentan menghadapi cuaca ekstrem dan minimnya fasilitas kemanusiaan.
Situasi di Timur Tengah terus berkembang dengan banyak pihak menekan Amerika Serikat untuk mengambil langkah tegas terhadap sekutunya, Israel.
Namun hingga kini, belum ada tanda-tanda gencatan senjata yang permanen dalam konflik yang terus berkecamuk ini.