BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bandung melalui Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) menggelar sosialisasi terkait arah kebijakan penataan desa kepada perangkat desa di 125 desa di Kabupaten Bandung.
Selain itu, sosialisasi ini juga membahas Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 2017 tentang Penataan Desa.
Sosialisasi ini ditujukan kepada kepala desa, sekretaris desa, Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD), sekretaris BPD, serta perwakilan dua dusun dari masing-masing desa.
Bupati Bandung Dadang Supriatna, melalui Kepala DPMD Kabupaten Bandung Tata Irawan Subandi, menyampaikan bahwa sosialisasi ini dilakukan secara bertahap di seluruh wilayah Kabupaten Bandung.
“Pada hari Senin (3/3/2025), kami melaksanakan sosialisasi arah kebijakan penataan desa terhadap 16 desa di Kabupaten Bandung. Dari 125 desa yang menjadi sasaran sosialisasi,” ujar Tata Irawan setelah kegiatan sosialisasi di Kecamatan Banjaran.
Adapun ke-16 desa yang telah mengikuti sosialisasi adalah Desa Lebakwangi, Arjasari, dan Pinggirsari di Kecamatan Arjasari; Desa Pangalengan, Margamulya, Margamukti, Pulosari, Lamajang, Warnasari, Sukaluyu, dan Margaluyu di Kecamatan Pangalengan; Desa Banjaranwetan, Ciapus, Banjaran, dan Sindangpanon di Kecamatan Banjaran; serta Desa Jagabaya di Kecamatan Cimaung.
“Desa-desa lainnya akan mengikuti sosialisasi secara bertahap dalam beberapa hari ke depan. Besok, Selasa (4/3/2025), sosialisasi akan dilaksanakan di Kecamatan Margahayu. Kami berharap dalam satu pekan ke depan kegiatan ini bisa selesai,” tambahnya.
Program Prioritas Bupati Bandung
Tata Irawan menegaskan bahwa sosialisasi ini merupakan salah satu program prioritas Bupati Bandung Dadang Supriatna untuk periode 2025-2029.
Penataan desa yang dibahas dalam sosialisasi ini mencakup pemekaran desa. Di mana satu desa induk dapat berkembang menjadi dua desa atau lebih. Sesuai dengan Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa.
“Manfaat pemekaran desa di antaranya adalah meningkatkan pelayanan, pemerataan pembangunan, dan kesejahteraan masyarakat,” jelasnya.
Ia juga memaparkan sejumlah syarat yang harus dipenuhi dalam proses pemekaran desa.
“Pertama, desa harus memiliki usia minimal lima tahun. Kedua, jumlah penduduk harus memenuhi persyaratan. Ketiga, akses transportasi antarwilayah harus tersedia. Keempat, adanya kehidupan sosial budaya yang harmonis sesuai adat istiadat desa,” jelas Tata Irawan.
Selain itu, desa juga harus memiliki potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia, batas wilayah yang ditetapkan secara resmi. Serta sarana dan prasarana pemerintahan desa dan pelayanan publik yang memadai.
“Tersedianya dana operasional, penghasilan tetap, dan tunjangan bagi perangkat desa juga menjadi persyaratan penting. Selain itu, cakupan wilayah desa harus terdiri atas dusun atau sebutan lainnya,” tambahnya.
Namun, menurut Tata Irawan, hal yang paling krusial dalam pemekaran desa adalah adanya musyawarah desa.
“Karena dengan adanya musyawarah desa, seluruh warga dapat mencapai kesepakatan bersama,” ujarnya.
Lebih lanjut, ia menjelaskan tahapan pemekaran desa. Yang meliputi tahap persiapan, perencanaan, pengajuan dan penetapan, pelaksanaan, serta evaluasi dan monitoring.
“Dengan tercapainya pemekaran desa, ada beberapa manfaat yang bisa diperoleh. Di antaranya meningkatkan kemampuan desa dalam mengelola sumber daya. Meningkatkan kualitas hidup masyarakat, meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pemerintahan. Serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemerintahan desa,” terangnya.
Kendala dan Solusi Pemekaran Desa
Tata Irawan juga mengungkapkan beberapa kendala dalam pemekaran desa. Seperti sulitnya pengurusan administrasi kependudukan dan bukti kepemilikan aset.
“Namun tentu kami memiliki solusinya. Yaitu perubahan administrasi kependudukan akan difasilitasi oleh pemerintah daerah. Melalui Disdukcapil Kabupaten Bandung,” jelasnya.
Ia juga menyebutkan bahwa ketimpangan pembangunan antar desa menjadi kendala lain yang harus diatasi.
“Solusinya adalah dengan mempererat hubungan antara pemerintah provinsi, pemerintah daerah, hingga pemerintah desa,” katanya.
Selain itu, keterbatasan sumber daya manusia dan keuangan juga menjadi tantangan dalam pemekaran desa.
“Solusinya adalah dengan melakukan pengangkatan perangkat desa untuk desa yang baru. Sehingga juga dapat membuka peluang kerja bagi warga desa tersebut,” ungkapnya.
Adapun kendala lainnya mencakup kurangnya pemahaman masyarakat, tantangan dalam pembangunan infrastruktur. Pengaturan batas wilayah yang belum jelas, pembagian sumber daya alam dan aset desa. Serta potensi konflik sosial dan politik yang dapat mempengaruhi stabilitas pemerintahan desa.
Berpegang pada Prinsip Bangun Desa dari Bawah
Tata Irawan menegaskan bahwa arah kebijakan penataan desa Kabupaten Bandung periode 2025-2029 mengacu pada prinsip “membangun dari desa dan dari bawah”.
Guna pemerataan ekonomi dan pengentasan kemiskinan, sebagaimana tercantum dalam Asta Cita Presiden.
“Lalu dalam misi ketiga Bupati Bandung, yang bertujuan untuk mengoptimalkan tata kelola pemerintahan. Guna mewujudkan pelayanan publik yang partisipatif, transparan, dan akuntabel,” katanya.
Lebih lanjut, kebijakan ini juga sejalan dengan rencana strategis DPMD Kabupaten Bandung. Dalam meningkatkan tata kelola pemerintahan desa.
“Arah kebijakan ini meliputi pembentukan, penghapusan, penggabungan, dan perubahan status desa,” ujarnya.
Dalam rencana aksi, Pemkab Bandung menargetkan terbentuknya 127 desa baru. Di 30 kecamatan serta perubahan status beberapa desa menjadi kelurahan.
“Dengan pemekaran desa, diharapkan pelayanan publik lebih optimal dan pembangunan semakin merata,” tambahnya.
Terkait urgensi pemekaran desa, Tata Irawan menjelaskan bahwa ada empat faktor utama yang menjadi pertimbangan.
“Pertama, kepadatan penduduk. Seperti yang terjadi di Desa Cinunuk, Kecamatan Cileunyi, yang memiliki jumlah penduduk mencapai 49.542 jiwa,” katanya.
Kedua, luas wilayah yang besar, yang dapat menghambat pembangunan infrastruktur. Karena alokasi APBD menjadi kurang fokus.
“Ketiga, kualitas pelayanan publik, di mana jumlah aparat desa yang terbatas tidak sebanding dengan jumlah penduduk yang besar. Sehingga berdampak pada pelayanan yang kurang optimal,” jelasnya.
Keempat, perlunya peningkatan pengelolaan sumber daya alam dan potensi desa.
“Dengan pemekaran desa, pengelolaan sumber daya dan potensi lokal dapat ditingkatkan. Melalui optimalisasi kinerja BUMDes (Badan Usaha Milik Desa). Dengan demikian, akan ada lebih banyak unit BUMDes. Yang dapat menjangkau lebih banyak segmen masyarakat,” pungkasnya. (fal)