BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM–Dalam rangka memperingati Hari Perempuan Internasional, Toko Buku Pelagia menggelar acara pembacaan surat perempuan pada Sabtu, (8/3/2025).
Acara ini menghadirkan lima perempuan dari berbagai latar belakang yang membacakan surat pilihan mereka dengan lantang: Ayu Oktariani, Foggy FF, Galuh Pangestri, Maradilla Dwi Ayundari, dan Nada Nadhifah.
Surat yang dibacakan bukan sekadar kumpulan kata, tetapi potret dari pemikiran, perasaan, dan perjuangan perempuan dalam berbagai konteks sosial.
Salah satu pembaca sekaligus penggagas acara, Galuh Pangestri menjelaskan bahwa surat dipilih sebagai medium karena sifatnya yang unik—lebih dari sekadar catatan pribadi, tetapi juga komunikasi dua arah yang memiliki dampak luas.
“Salah satu argumen dalam gerakan feminis adalah bahwa yang personal itu politis. Dengan membaca surat, kita melihat bagaimana pengalaman pribadi perempuan ternyata sangat berkaitan dengan isu sosial yang lebih besar,” ujar Galuh.
Menurutnya, surat menjadi alat komunikasi yang kuat karena menggambarkan hubungan antara penulis dan penerima. Di dalamnya terdapat refleksi, emosi, serta gagasan yang bisa menginspirasi perubahan sosial. Dari surat-surat yang dibacakan, muncul berbagai perspektif tentang perjuangan perempuan, mulai dari isu sosial, seni, hingga gerakan politik.
Selain itu, pemilihan surat dari berbagai tokoh perempuan juga dilakukan dengan sadar untuk mencerminkan keberagaman suara. Ada surat dari seniman, sastrawan, hingga aktivis gerakan perempuan. Salah satunya adalah Emma Goldman, seorang tokoh feminis anarkis yang gigih memperjuangkan hak-hak perempuan di awal abad ke-20.
Lebih dari sekadar acara seremonial, Galuh berharap momen seperti ini bisa menjadi wadah untuk memperkuat solidaritas perempuan. Ia menyoroti bagaimana perempuan sering kali ditempatkan dalam kompetisi satu sama lain, padahal kolaborasi justru bisa menjadi kekuatan utama.
“Kadang, tanpa sadar kita dikondisikan untuk bersaing. Tapi kesadaran kolaboratif itu penting. Seperti hari ini, kita ngobrol, berbagi pengalaman, dan saling menguatkan. Tidak harus selalu ada program besar, cukup dengan memiliki ruang untuk bercakap-cakap pun sudah menjadi bentuk pemberdayaan,” tambahnya.
Acara ini bukan hanya peringatan, tetapi juga ajakan untuk melihat bagaimana perempuan selama ini berkontribusi dalam berbagai aspek kehidupan. Melalui surat, suara mereka dihidupkan kembali, bukan sekadar kenangan, tetapi sebagai pemantik diskusi dan refleksi tentang posisi perempuan di masyarakat.
Toko Buku Pelagia sendiri berkomitmen untuk terus menghadirkan ruang bagi diskusi, literasi, dan kolaborasi. Dengan adanya acara seperti ini, harapannya semakin banyak perempuan yang merasa didengar, dipahami, dan terus bergerak bersama. (tiwi)