BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM – Pascasarjana Universitas Pasundan (Unpas) kembali melahirkan doktor baru dalam bidang Ilmu Hukum.
Hana Krisnamurti resmi meraih gelar doktor setelah berhasil mempertahankan disertasinya dalam Sidang Promosi Doktor yang digelar pada Kamis (13/3/2025) di Aula Mandalasaba Dr. Djoenjoenan, Gedung Paguyuban Pasundan, Kota Bandung.
Sidang dipimpin oleh Prof. Dr. H. Bambang Heru P, M.S. selaku Ketua Sidang, dengan tim promotor yang terdiri dari Prof. Dr. Anthon F. Susanto, S.H., M.Hum. (Promotor) dan Dr. Hj. Dewi Asri Yustia, S.H., M.Hum. (Co-Promotor).
Sementara itu, para penguji terdiri dari Dr. Siti Rodiah, S.H., M.H., serta Prof. Dr. Hj. Mien Rukmini, S.H., M.S.
Hana mengangkat disertasi berjudul “Hermeneutika Keadilan dan Kemanusiaan dalam Konsep Permaafan Hakim (Judicial Pardon) Dihubungkan dengan Profesionalisme Hakim.”
Dalam penelitiannya, ia membahas konsep Permaafan Hakim (Judicial Pardon) yang diatur dalam Pasal 54 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP.
Asas ini memungkinkan hakim memberikan permaafan kepada terdakwa yang terbukti bersalah.
Namun, tanpa standar yang jelas, penerapannya berpotensi menimbulkan ketidakadilan dan penyalahgunaan kewenangan (abuse of power).
Oleh karena itu, diperlukan kajian mendalam mengenai parameter hukum dan batasan penggunaan permaafan hakim.
“Saya melakukan penelitian ini dengan tujuan meningkatkan kualitas penegakan hukum, terutama dalam putusan hakim. Sehingga asas keadilan dan kemanusiaan yang diharapkan dapat tercapai,” ungkap Hana saat diwawancarai usai sidang.
Metode dan Hasil Penelitian
Dalam penelitian ini, Hana menggunakan pendekatan yuridis normatif dan analisis yuridis kualitatif.
- Pendekatan yuridis normatif digunakan karena penelitian ini berfokus pada kajian peraturan perundang-undangan.
- Analisis yuridis kualitatif dilakukan dengan menelaah asas hukum dan prinsip hermeneutika dalam penerapan Permaafan Hakim (Judicial Pardon) berdasarkan perspektif Asas Kemanfaatan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Permaafan Hakim (Judicial Pardon) merupakan bentuk koreksi terhadap asas legalitas agar sistem hukum lebih fleksibel dan humanis.
Namun, diperlukan standar parameter dan mekanisme pengawasan. Untuk memastikan penerapannya tetap selaras dengan nilai keadilan, kemanusiaan, dan profesionalisme hakim.
Sebagai solusi, Hana merekomendasikan:
- Sinkronisasi regulasi dalam peraturan perundang-undangan,
- Penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang tata cara penerapan Permaafan Hakim,
- Revisi Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, serta
- Perbaikan mekanisme pengawasan terhadap putusan hakim agar prinsip keadilan tetap terjaga.
Atas pencapaian akademiknya, Hana dinyatakan lulus dengan IPK 3,90 dan meraih yudisium cumlaude. Menjadikannya lulusan ke-121 dalam Program Doktor Ilmu Hukum Pascasarjana Unpas.
Harapan untuk Penegakan Hukum yang Berkeadilan
Dalam sesi wawancara, Hana berharap hasil penelitiannya dapat menjadi referensi bagi akademisi, mahasiswa, serta para praktisi hukum dalam memahami kompleksitas Permaafan Hakim (Judicial Pardon).
“Saya berharap penelitian ini dapat meningkatkan profesionalisme hakim dalam menjatuhkan putusan. Hakim harus lebih bertanggung jawab, berintegritas, dan independent. Sehingga sistem hukum kita semakin adil dan transparan,” katanya.
Selain itu, Hana juga menyampaikan apresiasinya terhadap Pascasarjana Unpas.
“Alhamdulillah, saya bersyukur bisa menempuh pendidikan doktoral di Unpas. Pelayanan akademiknya luar biasa. Baik dari tenaga pengajar maupun administrasi. Saya harap Unpas terus berkembang dan menjadi perguruan tinggi unggulan di Indonesia,” tuturnya. (han)