www.pasjabar.com — Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali mencetak rekor terendah sepanjang masa.
Berdasarkan data Refinitiv, Minggu pagi (6/4/2025) pukul 08.10 WIB, rupiah menyentuh angka Rp17.059 per dolar AS.
Angka ini terjadi di pasar non-deliverable forward (NDF).
Ini merupakan sinyal kuat bahwa pelemahan rupiah sangat mungkin berlanjut saat pasar spot kembali dibuka usai libur Lebaran.
Sebagai perbandingan, pada penutupan perdagangan terakhir sebelum libur panjang, Kamis (27/3/2025), rupiah masih berada di posisi Rp16.555 per dolar AS.
Dengan demikian, rupiah berpotensi mengalami tekanan signifikan hingga ratusan poin saat perdagangan pekan depan dimulai.
Pasar NDF memang tidak beroperasi di Indonesia, melainkan di pusat-pusat keuangan global seperti Singapura, Hong Kong, New York, dan London.
Meski begitu, pergerakan NDF kerap memengaruhi psikologis pelaku pasar dan harga di pasar spot.
Indonesia Jadi Korban Baru Tarif Trump
Pelemahan tajam rupiah ini tak lepas dari gejolak global, khususnya kebijakan dagang terbaru dari Presiden AS Donald Trump.
Dalam kebijakan terbarunya, Trump menetapkan tarif timbal balik hingga 32% terhadap produk asal Indonesia karena dianggap menyumbang defisit perdagangan bagi AS.
Langkah ini diyakini bakal berdampak serius bagi ekspor Indonesia. Barang-barang Indonesia yang masuk ke pasar AS akan menjadi jauh lebih mahal, membuat konsumen di Negeri Paman Sam beralih ke produk lokal.
Imbasnya, devisa dari ekspor bisa menurun dan mempersempit pasokan dolar AS di dalam negeri—yang otomatis menekan nilai tukar rupiah lebih dalam lagi.
Bank Indonesia Siapkan Langkah Stabilitas
Menanggapi situasi ini, Bank Indonesia (BI) menyatakan komitmennya untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.
Kepala Departemen Komunikasi BI, Ramdan Denny Prakoso, menyebut bahwa pihaknya terus memantau dampak kebijakan tarif Trump yang diumumkan pada 2 April 2025, termasuk retaliasi dari China dua hari kemudian.
BI akan mengoptimalkan strategi “triple intervention” yang mencakup intervensi pasar valas spot, transaksi DNDF, dan pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder.
Langkah ini bertujuan menjaga likuiditas valuta asing serta memperkuat kepercayaan pelaku pasar terhadap ekonomi Indonesia.
Dengan ketidakpastian global yang semakin tinggi, peran BI menjadi kunci dalam menjaga stabilitas ekonomi nasional, terutama dalam menghadapi tekanan berat terhadap rupiah yang kini telah menembus angka psikologis Rp17.000 per dolar AS.