JAWA BARAT, WWW.PASJABAR.COM – Pernyataan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi yang mewajibkan peserta program bantuan sosial (bansos) menjalani vasektomi atau KB pria menuai kontroversi luas di masyarakat.
Kebijakan tersebut dinilai melampaui batas karena menyangkut aspek moral, agama, dan hak asasi manusia.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Barat menjadi salah satu pihak yang menyuarakan penolakan keras terhadap kebijakan tersebut.
Sekretaris MUI Jawa Barat, KH. Rafani Akhyar, mengatakan bahwa sejak tahun 1979, MUI telah mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa vasektomi hukumnya haram secara syariat Islam.
“Vasektomi itu haram karena bertentangan dengan fitrah manusia untuk berkembang biak. Ini juga melanggar prinsip hak asasi manusia,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa Islam tidak membenarkan upaya pengendalian kelahiran yang bersifat permanen, kecuali dalam kondisi darurat dan berdasarkan pertimbangan medis yang kuat.
“Pengecualian hanya bisa dilakukan jika ada alasan medis yang sangat mendesak, tanpa menimbulkan dampak kemandulan permanen, dan dengan jaminan dapat dilakukan rekanalisasi atau pemulihan,” jelas Rafani.
Lebih lanjut, MUI Jawa Barat juga menyayangkan sikap Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang tidak pernah melibatkan lembaga keagamaan dalam menyusun program kebijakan publik. Terutama yang menyangkut nilai moral dan agama.
“Kami tidak pernah diajak diskusi soal kebijakan bansos ini. Seharusnya ada dialog dulu dengan MUI agar kebijakan yang keluar tidak menimbulkan kegaduhan,” tegasnya.
Rafani berharap agar Pemprov Jawa Barat bisa lebih bijak dalam menetapkan setiap kebijakan, terutama yang berpotensi menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat.
“Kami mendukung program pengentasan kemiskinan, tapi jangan sampai caranya justru melanggar syariat dan menimbulkan keresahan,” pungkasnya. (uby)










