
Oleh: Prof. Dr. H. Ali Anwar, M.Si., Ketua Bidang Agama Paguyuban Pasundan (Term Komunikasi Islam dalam buku Wawasan Islam)
WWW.PASJABAR.COM – Dengan memperhatikan bahasa komunikasi dalam Al-Quran, terdapat beberapa term komunikasi dalam bentuk ‘amr atau perintah. Kalimat ‘amr menurut para ahli ushul fiqh pada dasarnya menunjukkan wajib. Atas dasar ini, merupakan suatu keharusan bagi para komunikator untuk menerapkan terminologi komunikasi ini. Term-term komunikasi tersebut adalah:
-
Qaulan Sadidan (Q.S. An-Nisa [4] : 9 dan Q.S. Al-Ahzab [33] : 70)
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap kesejahteraan mereka. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.” (Q.S. An-Nisa [4]: 9)
“Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kamu kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang benar (Qaulan sadidan), niscaya Allah akan memperbaiki amal-amalmu dan mengampuni dosa-dosamu. Barang siapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.” (Q.S. Al-Ahzab [33] : 70 — 71)
Para ahli tafsir menafsirkan qaulan sadidan ini dengan perkataan yang tepat, jujur dan benar, artinya perkataan zahirnya (lisannya) sesuai dengan batinnya. Al-Quran menyatakan bahwa berbicara yang benar dan menyampaikan pesan yang benar merupakan pangkal kemaslahatan dan kebaikan aktivitas manusia. Kerusakan individu dan sosial banyak diakibatkan oleh pesan komunikasi yang salah.
Kebenaran dalam Islam diistilahkan dengan al-haqq yang mengandung arti al-adl (keadilan), ash-shahih (kenyataan), al-yaqin (kepastian) dan al-jadir (kepantasan). Muncul istilah lain yang sepadan dengan qaulan sadidan yaitu qaul al-haqq (dalam bentuk kalimat berita/khabariyah), yaitu perkataan yang benar, adil, pasti, pantas, dan sesuai dengan kenyataan. (Q.S. Maryam [19] : 34). Konteks ayat ini adalah pernyataan Allah tentang Nabi Isa bahwa ia berkata dengan perkataan benar yang mereka (kaum Yahudi dan Nasrani) berbantah-bantahan tentang kebenarannya.
Dalam teori general semantic oleh Alfred Kozybski diungkapkan bahwa bahasa adalah alat komunikasi atau sarana pergaulan sesama manusia. Sehingga penggunaan bahasa yang tidak benar atau kata-kata yang menutupi kebenaran akan menimbulkan kerusakan moral dan gangguan kejiwaan individual maupun sosial.
-
Qaulan Balighan (Q.S. An-Nisa [4] : 63)
“Mereka itu adalah orang-orang yang mengetahui apa yang ada di dalam hati mereka, karena itu berpalinglah kamu dari mereka dan berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka dengan perkataan yang jelas, tegas dan membekas (qaulan balighan) pada jiwa mereka.” (Q.S. An-Nisa [4] : 63)
Qaulan balighan berarti perkataan yang jelas, tegas, sederhana, dan menghindarkan kata-kata yang rancu serta selalu mengulang gagasan yang disampaikannya. Dalam retorika modern, dikenal istilah repetitation, yaitu hukum ulang atau pengulangan kembali pembicaraan yang telah disampaikan.
Al-Qasimi menafsirkan qaulan balighan dengan perkataan yang membekas dalam lubuk hati sampai pada hakikat tujuan yang diharapkan. Qaulan balighan, dapat diartikan pula dengan perkataan yang sampai, mengenai sasaran, dan mencapai tujuan. Perkataan seperti ini akan terjadi bila komunikator mengetahui, memahami dan menyesuaikan pembicaraannya dengan karakteristik komunikan. Seperti sabda Rasul: “Khatibu an-nas biqadri ‘uqulihim”, artinya berbicaralah kepada manusia itu sesuai dengan kadar kecerdasannya. (H.R. Muslim)
Dalam bahasa komunikasi, pesan komunikasi akan efektif bila penyampaiannya disesuaikan dengan kerangka rujukan dan medan pengalaman komunikan (frame of reference dan field of experience). Para rasul menyeru kaumnya dengan bahasa mereka sehingga komunikasi dapat berjalan dengan efektif dalam segala bentuk tingkatan dan jenisnya. Firman Allah SWT.:
“Tidaklah Kami mengutus seorang Rasul, melainkan dengan bahasa kaumnya, supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka.” (Q.S. Ibrahim [14] : 4)
-
Qaulan Layyinan
“Pergilah kamu berdua (Musa dan Harun) kepada Fir’aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas. Maka bicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut (qaulan layyinan), mudah-mudahan ia ingat atau takut.” (Q.S. Thaha [20] : 43 — 44)
Qaulan layyinan berarti kata-kata yang halus, lemah lembut, dan bersahabat. Ayat ini mengisyaratkan bahwa seseorang yang hendak mengajak dan menyeru atau berkomunikasi hendaklah menerapkan term komunikasi ini, yaitu menggunakan perkataan yang halus dan lemah lembut sehingga memberi kesan yang baik kepada komunikan.
Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
“Sikap halus dalam suatu hal akan memperindah sesuatu itu, dan bersikap kasar dalam sesuatu akan memperburuk sesuatu itu.” (H.R. Muslim)
Konteks ayat di atas adalah perintah Allah kepada Nabi Musa dan Harun agar menyampaikan ajaran Allah kepada Firaun dengan menggunakan komunikasi persuasif, yaitu qaulan layyinan, melalui tabsyir dan indzar. Begitu juga perintah ini disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW. (Q.S. An-Nahl [16] : 125). Dalam bahasa komunikasi, corak tabsyir seperti ini diistilahkan dengan reward appeals, yaitu imbauan berupa pahala, ganjaran atau upah. Indzar disebut arousing appeals, yaitu imbauan berupa peringatan atau ancaman. Ayat Al-Quran banyak sekali menginformasikan perihal tersebut yang dikaitkan dengan perintah dan larangan.
-
Qaulan Maysuran
“Dan jika kamu berpaling dari mereka untuk memperoleh rahmat dari Tuhanmu yang kamu harapkan, maka ucapkanlah kepada mereka dengan ucapan yang pantas.” (Q.S. Al-Isra [17] : 28)
Al-Maraghi menafsirkan ayat tersebut, jika seseorang tidak dapat melaksanakan perintah Allah, yaitu tidak dapat memberi apa-apa kepada keluarga terdekat, orang miskin, dan musafir, sedangkan kamu mengharapkan dan berusaha untuk mendapat rahmat Allah, hendaklah kamu mengatakan kepada mereka perkataan yang lunak dan pantas, serta janjikanlah kepada mereka dengan tidak mengecewakan hati sampai kamu dapat memberikan hak mereka.
Asy-Syaukani menjelaskan pengertian qaulan maysuran, yaitu perkataan yang mudah dan lembut atau mempermudah perkataan. Imam Ash-Shabuni menafsirkan qaulan maysura, yaitu jika kamu berpaling dari kaum kerabat, ibnu sabil, dan orang-orang miskin karena kamu tidak mempunyai sesuatu untuk mereka, ucapkanlah kepada mereka dengan kata-kata yang halus, lemah lembut dan sampaikanlah janji yang baik tanpa melupakan haknya. Sebagian ahli tafsir mengartikan qaulan maysuran adalah perkataan yang indah, mudah, pantas, dan lembut.
Komunikasi akan efektif bila komunikator dalam menyampaikan pesannya menggunakan bahasa yang mudah diterima oleh komunikan, menjauhi istilah-istilah asing yang kurang tepat. Di samping itu, tidak banyak menggunakan bahasa isti ‘aroh (ibarat atau kiasan), tasybih (perumpamaan), dan talmih (sindiran), isyarah (simbol) yang jauh tersembunyi. Dalam ilmu komunikasi, pembicaraan yang baik adalah pembicaraan yang bersifat figurative dan metaphoric, yaitu pembicaraan yang dipadukan dengan sikap kelembutan, kelunakan, kesederhanaan, serta tamtsil yang mudah dipahami.
-
Qaulan Ma’rufan
Kata “qaulan ma’rufan” disebut dalam Al-Ouran sebanyak empat kali:
Pertama, berkaitan dengan harta orang yang belum sempurna akalnya, anak yatim yang belum balig, dan orang dewasa yang belum dapat mengatur hartanya.
“Janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya (harta mereka yang ada di dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah pokok kehidupannya. Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu), dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik (qaulan ma’rufan).” (Q.S. An-Nisa [4] : 5)
Kedua, berkenaan dengan pemberian harta warisan, jika ketika pembagian itu hadir kerabat-kerabat — yang tidak mempunyai hak waris dari harta benda pusaka itu —, anak yatim, dan orang-orang miskin.
“Dan apabila sewaktu pembagian (harta waris), hadir kaum kerabat, anak yatim, dan orang-orang miskin, maka berilah mereka dari sebagian harta itu sekadarnya dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik (qaulan ma’rufan).” (Q.S. An-Nisa [4] : 8)
Ketiga, Khithab (objek) ayat ini adalah laki-laki yang hendak meminang perempuan, hendaknya dengan menggunakan perkataan sindiran yang baik (qaulan ma ‘rufan).
“Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita dengan sindiran atau kamu menyembunyikan (keinginan mengawini wanita itu) dalam hatimu. Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu janganlah kamu mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali sekadar mengucapkan kepada mereka perkataan yang baik …” (Q.S. Al-Baqarah [2] : 235)
Keempat, perintah Allah kepada istri-istri Nabi untuk menyampaikan perkataan yang baik (qaulan ma ‘rufan):
“Hai istri-istri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita lain, dan jika kamu bertakwa maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang baik.” (Q.S. Al-Ahzab [33] : 32)
Pesan yang Baik
Hubungan term qaulan ma’rufan dengan komunikasi yaitu menyampaikan pesan yang baik. Al-Quran berbicara tentang “ahsanu qaulan” (Q.S. Fushshilat [41] : 33), maksudnya tidak ada seorang pun yang lebih baik perkataannya, melainkan perkataan orang yang menyeru manusia agar taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Orang yang beriman akan senantiasa berkata baik (qaulan ma ‘rufan), dan jika tidak, ia akan “diam”.
Para ahli tafsir menafsirkan qaulan ma ‘rufan sebagai kebaikan dan sillaturrahmi. Sillaturrahmi merupakan proses interaksi antara individu dan individu lain atau antara kelompok. Sillaturrahmi dalam komunikasi dapat diartikan salah satu teknik komunikasi persuasif yang akan melahirkan interaksi yang harmonis. Al-Quran menyatakan:
“.. dan bertakwalah kepada Allah yang kamu mohon dengan asma-Nya dan peliharalah hubungan sillaturrahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (Q.S. An-Nisa [4] : 1)
Perkataan yang baik (qaulan ma’rufan) adalah media untuk menyampaikan pesan amar ma ‘ruf nahi munkar. Orang-orang yang menyampaikan qaulan ma’rufan akan selalu mendatangkan kebaikan, dan orang yang selalu berkata munkar selalu mendatangkan kerusakan.
-
Qaulan Kariman
“Tuhanmu memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia, dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika mereka telah berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka janganlah sekali-kali mengatakan “uf” (ah), jangan membentak mereka, dan hendaklah kamu ucapkan kepada mereka dengan perkataan yang mulia.” (Q.S. Al-Isra [17] : 23)
Ungkapan qaulan kariman dalam ayat ini berkenaan dengan perintah Allah kepada manusia agar berbuat baik kepada orang tua setelah beribadah dan bertauhid kepada-Nya. Ali Ash-Shabuni mengartikan ayat ini dengan perkataan yang baik, lemah lembut, sopan santun, hormat, dan mengagungkan. Menurut Asy-Syaukani, qaulan kariman mengandung perkataan yang lemah lembut dan halus (qaulan layyinan wa lathifan), yaitu sebaik-baik perkataan yang manis dengan penuh kelembutan dan kemuliaan yang disertai etika (ta ‘dib) rasa hormat dan mengagungkan, rasa malu, dan sopan santun.
Para ahli tafsir di samping mengartikan qaulan kariman dengan perkataan yang mulia, juga mengategorikannya dengan kata-kata yang baik (hasanah), lemah lembut (layyinan), sopan santun (ta ‘diban), halus (lathifan) dan mengagungkan (ta’zhiman). Jika dilihat dari makna-makna tersebut, qaulan kariman mencakup semua term komunikasi, baik dalam bentuk ‘amr ataupun dalam bentuk khabariyah.
Komunikasi akan lebih akrab dan harmonis jika menggunakan perkataan yang baik dan mulia. Sebab secara naluriah, manusia adalah makhluk mulia, dan kemuliaan yang dimilikinya sesuai dengan esensinya sebagai manusia. Oleh karena itu, ia harus disentuh oleh sikap-sikap dan kata-kata yang mulia. Firman Allah SWT.:
“Kami benar-benar telah memuliakan anak Adam, dan membawa mereka di daratan dan lautan. Kami beri mereka urusan-urusan yang baik, dan Kami lebihkan mereka atas makhluk-makhluk lain yang telah Kami ciptakan.” (Q.S. Ali-Isra [17] : 70) (han)