Jakarta, www.pasjabar.com – Di era digital saat ini, pertanyaan tentang relevansi perusahaan media kembali mencuat. Apalagi, kehadiran media sosial dan kecerdasan buatan (AI) membuat siapa pun kini bisa menjadi penyebar informasi. Namun, benarkah itu cukup menggantikan peran media profesional?, dan apakah peran media profesional masih relevan?
Media Sosial dan AI: Siapa Saja Bisa Jadi Penyampai Informasi
Dalam Musyawarah Nasional (Munas) ke-2 Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI), Wakil Menteri Komunikasi dan Digital, Nezar Patria, menyoroti tantangan utama yang dihadapi perusahaan media hari ini.
Menurutnya, kemampuan semua orang dalam menyebarkan informasi lewat media sosial memang nyata, tetapi kualitas informasi yang dibagikan belum tentu bisa dipertanggungjawabkan.
“Yang hilang hari ini adalah integritas informasi. Masyarakat dibanjiri hoaks dan narasi manipulatif. Maka media profesional tetap menjadi benteng terakhir akurasi,” ujar Nezar Patria.
Ia juga menyoroti fenomena AI yang mampu memproduksi konten visual dan audio menyerupai tokoh publik, yang jika disalahgunakan, bisa memicu kekacauan.
“Bayangkan wajah Presiden dibuat oleh AI, lengkap dengan suara, dan menyampaikan pesan palsu. Kekacauan bisa muncul dari situ,” tambahnya.
Pentingnya Literasi Digital dan Peran Media Profesional
Dalam menghadapi gempuran informasi palsu dan manipulatif, Nezar menegaskan bahwa literasi digital dan AI menjadi sangat penting.
Masyarakat perlu dibekali kemampuan untuk membedakan mana konten yang benar dan mana yang direkayasa.
“Media yang taat pada kode etik dan menjalankan fungsi jurnalistik secara profesional tetap sangat dibutuhkan dalam ekosistem informasi digital,” kata Nezar.
Ia menekankan bahwa hanya melalui perusahaan media yang bertanggung jawab, publik bisa mendapatkan informasi yang kredibel dan bisa dipercaya.
Hal inilah yang membuat perusahaan media dan para jurnalis keberadaanya masih relevan di zaman gempuran AI dan media sosial.
Krisis Model Bisnis Media dan Jalan Menuju Keberlanjutan
Selain aspek etis dan fungsional, Nezar juga menyinggung soal keberlanjutan industri media.
Ia menyampaikan bahwa banyak platform media konvensional yang kini tumbang karena tidak mampu beradaptasi dengan perubahan zaman dan model bisnis digital.
“Publisher rights hanya menutupi 17% dari biaya operasional. Kita harus lebih kreatif mencari sumber daya agar media bisa bertahan,” ujarnya.
Ini menjadi sinyal bahwa perusahaan media tidak hanya harus profesional dalam pemberitaan, tetapi juga inovatif dalam hal finansial dan strategi bisnis.