BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM— “Jurnalisme musik bukan sekadar menulis konser atau album. Ia adalah arsip, catatan sejarah, dan ruang kritik yang menjaga musik tetap hidup.” Demikian ditegaskan Idhar Resmadi, penulis Jurnalisme Musik dan Selingkar Wilayahnya, dalam diskusi Kamisan Aksara #11 yang digelar pada Kamis (4/9/2025).
Acara yang dipandu oleh Foggy FF ini membedah buku Idhar yang menyoroti praktik jurnalisme musik di Indonesia, sekaligus membandingkannya dengan tradisi jurnalisme musik di luar negeri. Idhar juga menyinggung gaya jurnalisme sastra ala gonzo, di mana subjektivitas penulis memberi warna personal dalam mengupas karya musik.
Diskusi semakin hangat saat menyinggung peran kecerdasan buatan (AI) dalam musik. Saat ini, AI bisa menciptakan lagu, mengaransemen, bahkan meniru suara musisi.
“AI hadir sebagai data yang berulang-ulang. Tapi musik selalu butuh sentuhan manusia agar tidak kehilangan kreativitas dan keunikan,” jelas Idhar.
Isu lain yang ikut mengemuka adalah pentingnya penghargaan musik. Idhar menyebut award bukan sekadar seremoni, melainkan bentuk pengakuan publik dan industri.
“Penghargaan memang bukan ukuran kualitas, tapi ia bisa menjadi tanggung jawab sosial bagi musisi untuk terus berkarya,” tambahnya.
Di akhir diskusi, Idhar menegaskan kembali bahwa meski media kini berada di persimpangan, jurnalisme musik tetap penting untuk mengenali karya lebih mendalam sekaligus mengarsip perjalanan musik Indonesia.
Bagi yang belum sempat hadir, siaran ulang diskusi ini dapat disimak di akun Instagram @sindikasi.aksara. Jangan lewatkan juga edisi Kamisan Aksara berikutnya untuk terus membuka ruang apresiasi bagi sastra, seni, dan sejarah. (tiwi)












